Daniel Bell. Pertentangan Kultural Kapitalisme

Secara analitis Bell (1976:10) membagi masyarakat ke dalam struktur tekno-ekonomis, politik dan kultural. Struktur tekno-ekonomis bekerjasama dengan organisasi produksi serta alokasi barang-barang dan jasa. Politik, bekerjasama dengan legalisasi penggunaan paksaan serta pengaturan konflik dalam lapangan keadilan sosial. Kekuasaan sebagaimana yang telah diuraikan, merupakan topik risalat teoritis yang pertama dari Bell. Kebudayaan, yang merupakan perhiasan karya teoritisnya, diberi batasan lebih sempit dari pengertian antropologi budaya, sebagai “arena simbolisme ekspresif”: acara di bidang lukisan, sajak dan fiksi atau dalam bentuk-bentuk litani, liturgi, ritual dan doa-doa keagamaan yang mencoba menjelajahi dan mengungkapkan arti eksistensi insan dalam beberapa bentuk imajinasi” (Bell, 176:12).

Tesis Bell, sebagaimana terlihat dari judul karyanya di tahun 1976, ialah pertentangan kultural kapitalisme. Secara khusus buku ini menunjukkan ketimpangan antara jenis organisasi dan norma-norma yang dipinta oleh realitas ekonomi, dan norma-norma realisasi diri yang kini merupakan inti kebudayaan.

Di masa lalu, kebudayaan Barat, yang secara historis telah dikacaukan oleh agama, mempunyai norma-norma yang dituntun oleh adat protestan yang telah bercampur dengan kapitalisme. Norma kebudayaan dan sistem ekonomi kapitalis tersebut tidak hanya “terpecah” tetapi juga kontradiktif. Kapitalisme berjalan terus sebagai sistem ekonomi, tetapi sistem kebudayaan modernnya menghadapi “krisis spiritual” (1976:26).

Bell (1976:37) meringkas argumennya sebagai berikut: “Apa yang mencengangkan aku kini ini ialah ketimpangan antara struktur sosial (tata tekno-ekonomi) dan kebudayaan. Yang pertama diatur oleh prinsip ekonomi yang pengertiannya dihubungkan dengan efisiensi dan rasionalitas fungsional organisasi produksi lewat pengaturan banyak sekali hal, termasuk insan dan benda-benda. Yang disebut terakhir ialah pemborosan, kegalauan, yang dikuasai oleh sesuatu yang anti rasional, keadaan anti intelektual di mana diri dianggap sebagai watu uji penilaian-penilaian kultural, dan efeknya terhadap diri yaitu ukuran dari manfaat pengalaman estetika. Karena struktur yang merupakan warisan kurun ke sembilan belas yang menekankan disiplin diri, menunda gratifikasi dan menahan diri, masih relevan bagi tuntutan struktur tekno ekonomi; tetapi hal ini sangat bertentangan dengan kebudayaan, di mana nilai-nilai borjuis yang demikian itu memang sama sekali ditolak”.

Bell yakin akan runtuhnya kepercayaan terhadap Tuhan dan terhadap kekekalan jiwa, dan terjadinya krisis dalam kesadaran diri ini menjurus ke individualisme ekstrim yang merupakan ciri-ciri masyarakat modern. Bell (1976:71) menjajaki abrasi Puritanisme dan adat Protestan, yang tak hanya membiarkan kapitalisme tanpa moral atau adat transendental “tetapi juga memberi peluang bagi perkembangan kebebasan gres berupa perilaku mementingkan diri sendiri, norma-norma kebudayaan hedonis yang hidup dalam “kontradiksi yang luar biasa dalam struktur sosial sosial itu sendiri”.

Walaupun menghadapi persoalan yang dianggapnya sedang dihadapi oleh modernitas tetapi Bell bukan seorang reaksioner. Dia tidak menghimbau supaya kembali pada “kejayaan masa lalu”, tetapi pada kepercayaannya dalam tradisi liberal.


Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret M. 1979. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.


Baca Juga
1. Pengertian Postmodernisme
2. Daniel Bell. Ramalan Sosial
3. Daniel Bell. Masyarakat Postindustri

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel