George Caspar Homans
Sketsa Autobiografis
Bagaimana saya menjadi seorang sosiolog, yang sebagian besar ialah soal kebetulan, telah saya lukiskan di dalam publikasi yang lain. Pekerjaan saya yang berkelanjutan di bidang sosiologi berawal dari asosiasi saya dengan profesor Lawrence Henderson dan Elton Mayo di Harvard Busines School mulai 1933. Henderson, spesialis biokimia, sedang mempelajari karakteristik psikologi kerja industrial; Mayo, seorang psikolog, sedang mempelajari faktor-faktor manusia. Pada waktu itu dan belakangan Mayo ialah administrator riset yang terkenal di Hawthrone Plant di Western Electric Company di Chicago.
Saya mengikuti kursus membaca dan diskusi di bawah kode Mayo. Di antara aneka macam buku, Mayo meminta para mahasiswanya untuk membaca beberapa buku karya para antropolog sosial, khususnya Malinowsky Radcliffe-Brown, dan Firth. Mayo menginginkan kami membaca buku-buku itu semoga kami sanggup memahami bagaimana di dalam bentuk asli, berbeda dengan masyarakat modern, ritual-ritual sosial masyarakat mendukung kerja produktif.
Saya menjadi tertarik kepada topik itu alasannya ialah alasan yang sama sekali berbeda. Pada masa-masa itu para antropolog budaya sedang lebih banyak didominasi secara intelektual, dan sahabat-sahabat saya di dalam kelompok ini menyerupai Clyde Kluckhohn*, berkukuh bahwa setiap kebudayaan unik.
Malahan saya mulai mencicipi dari pembacaan yang saya lakukan bahwa lembaga-lembaga tertentu dari masyarakat-masyarakat orisinil berulang kembali di tempat-tempat yang sangat jauh terpisah oleh waktu dan ruang sehingga masyarakat-masyarakat itu tidak sanggup saling meminjam satu sama lain. Kebudayaan-kebudayaan tidak unik dan, terlebih lagi, kemiripan-kemiripan mereka hanya sanggup dijelaskan menurut asumi bahwa hakikat insan sama di seluruh dunia. Para anggota spesies insan yang bekerja di dalam kondisi-kondisi yang menyerupai secara independen telah membuat lembaga-lembaga yang mirip. Itu bukanlah pandangan yang terkenal pada masa itu. Saya tidak begitu yakin ihwal hal itu sekarang.
Pada masa ini saya juga membuka diri kepada sejumlah studi nyata atau studi “lapangan” mengenai kelompok-kelompok kecil insan baik modern maupun yang asli. Ketika saya diminta melaksanakan dinas aktif di Angkatan Laut pada Perang Dunia II, saya merenungkan materi tersebut selama melaksanakan pemantauan yang usang di laut. Tiba-tiba, saya mencicipi bahwa sejumlah studi tersebut mungkin sanggup dilukiskan di dalam konsep-konsep yang umum bagi mereka semua. Dalam beberapa hari saya membingkai suatu bagan konseptual.
Kembali ke Harvard dengan posisi sebagai profesor tetap seusai perang, saya mulai menggarap sebuah buku, lalu diberi judul The Human Group (1950), yang dimaksudkan untuk menerapkan bagan konseptual saya kepada studi-studi tersebut. Di dalam rangkaian pekerjaan tersebut saya menyadari bahwa suatu bagan konseptual berkhasiat hanya sebagai titik tolak suatu ilmu. Hal yang selanjutnya diperlukan ialah proposisi-proposisi yang menghubungkan konsep-konsep satu sama lain. Di dalam The Human Group, saya menyatakan sejumlah proposisi, yang sepertinya berlaku dengan baik untuk kelompok-kelompok yang telah saya pilih.
Saya sudah usang mengenal Profesor Talcott Parsons* dan kini bekerjasama dekat dengannya di Jurusan Hubungan-Hubungan Sosial. Profesi sosiologis memandang dia sebagai teoritisi terkemuka. Saya tetapkan bahwa apa yang dia sebut teori hanyalah skema-skema konseptual, dan bahwa suatu teori bukanlah suatu teori kalau tidak memuat setidaknya beberapa proposisi. Saya menjadi yakin bahwa pandangan itu sempurna dengan membaca beberapa buku mengenai filsafat ilmu.
Tidak cukup bahwa sebuah teori harus memuat proposisi-proposisi. Suatu teori mengenai suatu fenomena ialah klarifikasi atas fenomena itu. Penjelasan berarti menandakan bahwa satu atau lebih proposisi dari suatu golongan generalitas yang rendah, di dalam logika, diturunkan dari proposisi-proposisi yang lebih umum, yang berlaku pada hal yang secara bervariasi disebut given, syarat batas ata parameter. Saya menyatakan pendirian saya mengenai informasi itu di dalam buku kecil saya The Nature of Social Science (1967).
Kemudian saya bertanya kepada diri saya sendiri proposisi-proposisi umum apa yang sanggup saya gunakan dengan cara tersebut untuk menjelaskan proposisi-proposisi empiris yang telah saya nyatakan di dalam The Human Group dan proposisi-proposisi lain mencuat ke dalam perhatian saya alasannya ialah pembacaan belakangan atas studi-studi lapangan dan eksperimental di bidang psikologi sosial. Proposisi-proposisi umum hanya akan memenuhi satu syarat: selaras dengan wawasan saya yang semula, mereka harus sanggup diterapkan pada insan individu sebagai anggota suatu spesies.
Proposisi-proposisi demikian sudah tersedia—sungguh beruntung, alasannya ialah saya tidak harus menemukan sendiri. Mereka ialah proposisi-proposisi psikologi behavioral menyerupai yang dinyatakan oleh teman usang saya B.F. Skinner*, dan orang-orang lain. Di dalam dua edisi buku proposisi-proposisi tersebut untuk mencoba menjelaskan bagaimana, di bawah kondisi-kondisi tertentu yang tepat, struktur-struktur sosial yang relatif langgeng sanggup muncul dari, dan dipelihara oleh, tindakan-tindakan individu, yang tidak harus dimaksudkan untuk membuat struktur-struktur itu. Hal itu saya pahami sebagai problem intelektual yang sentral di dalam sosiologi.
Ketika struktur-struktur telah diciptakan, maka hal itu memiliki efek-efek selanjutnya terhadap sikap orang-orang yang mengambil bab di dalamnya atu bersentuhan dengannya. Akan tetapi, efek-efek selanjutnya dari hal-hal itu dijelaskan oleh proposisi-proposisi yang sama menyerupai proposisi-proposisi yang dipakai untuk menjelaskan penciptaan dan pemeliharaan struktur-struktur itu untuk pertama kali. Struktur-struktur itu hanya memberi kondisi-kondisi tertentu yang gres yang merupakan kawasan penerapan proposisi-proposisi tersebut.
[George Homans wafat pada 1989. Lihat Bell, 1992, untuk sketsa biografis Homans. Lihat juga Fararo, 2007; Molm, 2005b.]
Download di Sini
Teori
1. George Caspar Homans. Exchange Theory
2. George Caspar Homans. Sekilas Pemikiran
3. Paradigma Sosiologi. Perilaku Sosial
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Bagaimana saya menjadi seorang sosiolog, yang sebagian besar ialah soal kebetulan, telah saya lukiskan di dalam publikasi yang lain. Pekerjaan saya yang berkelanjutan di bidang sosiologi berawal dari asosiasi saya dengan profesor Lawrence Henderson dan Elton Mayo di Harvard Busines School mulai 1933. Henderson, spesialis biokimia, sedang mempelajari karakteristik psikologi kerja industrial; Mayo, seorang psikolog, sedang mempelajari faktor-faktor manusia. Pada waktu itu dan belakangan Mayo ialah administrator riset yang terkenal di Hawthrone Plant di Western Electric Company di Chicago.
Saya mengikuti kursus membaca dan diskusi di bawah kode Mayo. Di antara aneka macam buku, Mayo meminta para mahasiswanya untuk membaca beberapa buku karya para antropolog sosial, khususnya Malinowsky Radcliffe-Brown, dan Firth. Mayo menginginkan kami membaca buku-buku itu semoga kami sanggup memahami bagaimana di dalam bentuk asli, berbeda dengan masyarakat modern, ritual-ritual sosial masyarakat mendukung kerja produktif.
Saya menjadi tertarik kepada topik itu alasannya ialah alasan yang sama sekali berbeda. Pada masa-masa itu para antropolog budaya sedang lebih banyak didominasi secara intelektual, dan sahabat-sahabat saya di dalam kelompok ini menyerupai Clyde Kluckhohn*, berkukuh bahwa setiap kebudayaan unik.
Pada masa ini saya juga membuka diri kepada sejumlah studi nyata atau studi “lapangan” mengenai kelompok-kelompok kecil insan baik modern maupun yang asli. Ketika saya diminta melaksanakan dinas aktif di Angkatan Laut pada Perang Dunia II, saya merenungkan materi tersebut selama melaksanakan pemantauan yang usang di laut. Tiba-tiba, saya mencicipi bahwa sejumlah studi tersebut mungkin sanggup dilukiskan di dalam konsep-konsep yang umum bagi mereka semua. Dalam beberapa hari saya membingkai suatu bagan konseptual.
Kembali ke Harvard dengan posisi sebagai profesor tetap seusai perang, saya mulai menggarap sebuah buku, lalu diberi judul The Human Group (1950), yang dimaksudkan untuk menerapkan bagan konseptual saya kepada studi-studi tersebut. Di dalam rangkaian pekerjaan tersebut saya menyadari bahwa suatu bagan konseptual berkhasiat hanya sebagai titik tolak suatu ilmu. Hal yang selanjutnya diperlukan ialah proposisi-proposisi yang menghubungkan konsep-konsep satu sama lain. Di dalam The Human Group, saya menyatakan sejumlah proposisi, yang sepertinya berlaku dengan baik untuk kelompok-kelompok yang telah saya pilih.
Saya sudah usang mengenal Profesor Talcott Parsons* dan kini bekerjasama dekat dengannya di Jurusan Hubungan-Hubungan Sosial. Profesi sosiologis memandang dia sebagai teoritisi terkemuka. Saya tetapkan bahwa apa yang dia sebut teori hanyalah skema-skema konseptual, dan bahwa suatu teori bukanlah suatu teori kalau tidak memuat setidaknya beberapa proposisi. Saya menjadi yakin bahwa pandangan itu sempurna dengan membaca beberapa buku mengenai filsafat ilmu.
Tidak cukup bahwa sebuah teori harus memuat proposisi-proposisi. Suatu teori mengenai suatu fenomena ialah klarifikasi atas fenomena itu. Penjelasan berarti menandakan bahwa satu atau lebih proposisi dari suatu golongan generalitas yang rendah, di dalam logika, diturunkan dari proposisi-proposisi yang lebih umum, yang berlaku pada hal yang secara bervariasi disebut given, syarat batas ata parameter. Saya menyatakan pendirian saya mengenai informasi itu di dalam buku kecil saya The Nature of Social Science (1967).
Kemudian saya bertanya kepada diri saya sendiri proposisi-proposisi umum apa yang sanggup saya gunakan dengan cara tersebut untuk menjelaskan proposisi-proposisi empiris yang telah saya nyatakan di dalam The Human Group dan proposisi-proposisi lain mencuat ke dalam perhatian saya alasannya ialah pembacaan belakangan atas studi-studi lapangan dan eksperimental di bidang psikologi sosial. Proposisi-proposisi umum hanya akan memenuhi satu syarat: selaras dengan wawasan saya yang semula, mereka harus sanggup diterapkan pada insan individu sebagai anggota suatu spesies.
Proposisi-proposisi demikian sudah tersedia—sungguh beruntung, alasannya ialah saya tidak harus menemukan sendiri. Mereka ialah proposisi-proposisi psikologi behavioral menyerupai yang dinyatakan oleh teman usang saya B.F. Skinner*, dan orang-orang lain. Di dalam dua edisi buku proposisi-proposisi tersebut untuk mencoba menjelaskan bagaimana, di bawah kondisi-kondisi tertentu yang tepat, struktur-struktur sosial yang relatif langgeng sanggup muncul dari, dan dipelihara oleh, tindakan-tindakan individu, yang tidak harus dimaksudkan untuk membuat struktur-struktur itu. Hal itu saya pahami sebagai problem intelektual yang sentral di dalam sosiologi.
Ketika struktur-struktur telah diciptakan, maka hal itu memiliki efek-efek selanjutnya terhadap sikap orang-orang yang mengambil bab di dalamnya atu bersentuhan dengannya. Akan tetapi, efek-efek selanjutnya dari hal-hal itu dijelaskan oleh proposisi-proposisi yang sama menyerupai proposisi-proposisi yang dipakai untuk menjelaskan penciptaan dan pemeliharaan struktur-struktur itu untuk pertama kali. Struktur-struktur itu hanya memberi kondisi-kondisi tertentu yang gres yang merupakan kawasan penerapan proposisi-proposisi tersebut.
[George Homans wafat pada 1989. Lihat Bell, 1992, untuk sketsa biografis Homans. Lihat juga Fararo, 2007; Molm, 2005b.]
Download di Sini
Teori
1. George Caspar Homans. Exchange Theory
2. George Caspar Homans. Sekilas Pemikiran
3. Paradigma Sosiologi. Perilaku Sosial
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.