George Ritzer
Autobiografi sebagai Sebuah Perangkat Metateoritis
Karya biografi dan otobiografi bermanfaat dalam membantu kita memahami karya teoritis sosiologi dan sosiolog pada umumnya. Ahli sejarah ilmu, Thomas Hankin, menjelaskan hal itu menyerupai ini: “[sebuah] biografi yang sangat terintegrasi dari seorang ilmuwan yang tidak hanya meliputi kepribadiannya, tetapi juga karya ilmiahnya dan juga konteks sosial dan intelektual pada zamannya... [merupakan] cara yang masih paling baik dalam memahami banyak sekali problem yang terjadi di seputar penulisan sejarah ilmu... ilmu diciptakan oleh individu, dan bagaimanapun banyaknya faktor di luar menyetirnya, semua itu bekerja melalui diri ilmuwan sendiri. Biografi ialah kacamata yang berbentuk sastra yang melaluinya kita sanggup mendapat citra terbaik wacana proses itu” (Hankin, 1979:14).
Apa yang dikemukakan Hankin wacana para ilmuwan pada umumnya membentuk orientasi saya pada biografi teoritisi sosiologi, termasuk diri saya sendiri, sepenggal biografi ini dirancang untuk menganjurkan setidaknya beberapa cara dalam memanfaatkan biografi sebagai peranti bagi analisis metateoritis.
Walaupun saya telah mengajar di jurusan sosiologi selama lebih dari tiga puluh tahun, telah banyak menulis wacana sosiologi, dan telah mengajar di banyak sekali negara wacana topik itu, saya tidak mempunyai gelar di bidang sosiologi. Tidak adanya latarbelakang formal di bidang itu telah membawa saya pada pembelajaran sepanjang hidup saya wacana sosiologi pada umumnya maupun teori sosiologi pada khususnya. Karena saya tidak pernah dididik dalam sebuah “aliran” tertentu, saya hingga pada teori sosiologi dengan sejumlah konsepsi awal dan bias. Lebih tepatnya, saya ialah seorang siswa dari semua “aliran pemikiran”; semuanya bermanfaat bagi kerja teoritis saya.
Karya metateoritis saya yang pertama, Sociology: A Multiple Paradigm Science (1975a), tidak hanya berusaha menyusun semua paradigma sosiologi yang terpisah, dan tidak jarang saling berbenturan, tetapi juga memberi argumen bagi keterkaitan, loncatan, perhubungan, dan pengintegrasian paradigma. Karena tidak nyaman dengan konflik paradigma, saya ingin melihat harmoni dan integritas dalam sosiologi. Hasrat itulah yang kemudian membawa saya untuk menerbitkan Toward an Integrated Sociological Paradigm (1981a), yang didalamnya saya lebih sepenuhnya menyebarkan pemahaman saya wacana sebuah paradigam yang terintegrasi. Minat untuk menuntaskan konflik teoritis menjadikan sentra perhatian saya terarah pada integrasi makro-mikro (1990a) dan struktur-agensi (Ritzer dan Gindoff, 1994) maupun info yang lebih luas wacana sintesis teoritis (1990b).
Minat saya dalam karya metateoritis dijelaskan oleh hasrat saya untuk memahami teori secara lebih baik dan untuk menuntaskan konflik yang tidak perlu di dalam teori sosiologi. Dalam Metatheorizing in Sociology (1991b) dan dalam sebuah edisi baru, Metatheorizing (1992a), saya menarawkan argumen atas perlunya kajian terhadap teori sosiologi secara sistematis. Saya meyakini bahwa kita perlu melaksanakan hal itu lebih banyak lagi guna mendapat pemahaman yang lebih baik wacana teori, dan menghasilkan teori baru, dan menghasilkan perspektif teoritis (atau metatheori) gres yang melingkupi. Kajian metateoritis juga diarahkan untuk menjelaskan isu-isu yang sanggup menjadikan pertentangan, menuntaskan pertikaian, dan memberi kesempatan pada terjadinya integrasi dan sintesis yang jauh lebih luas.
Setelah bertahun-tahun berusaha menjelaskan sifat teori sosiologi, pada awal 1990-an, kejenuhan mulai tumbuh pada banyak sekali abstraksi dalam karya-karya metateoritis. Saya berusaha menerapkan banyak sekali teori yang telah saya pelajari pada aspek-aspek positif dunia sosial. Saya telah melaksanakan sedikit dari perjuangan itu pada 1980-an, dengan menerapkan teori rasionalisasi dari Weber* pada restoran cepat saji (1983) dan profesi kedokteran (Ritzer dan Walczak, 1988).
Saya menelaah kembali esai tahun 1983 dan balasannya ialah sebuah buku, McDonaldization of Society (1993, 1996, 200, 2008b), yang di dalamnya saya beropini bahwa jikalau pada zaman Weber* model dari proses rasionalisasi ialah birokrasi, sekarang restoran cepat saji merupakan sebuah model yang lebih baik wacana proses itu (beberapa esai suplemen dalam topik ini sanggup ditemukan dalam The McDonaldization Thesis [1998]). Dalam Expressing America: A Critique of the Global Credit Card Society (1995), saya mengalihkan perhatian saya pada fenomena ekonomi sehari-hari lainnya, yang tidak hanya saya analisis dari perspektif teori rasionalisasi, tetapi juga dari banyak sekali perspektif lain, termasuk gagasan teoritis George Simmel* wacana uang.
Karya wacana restoran cepat saji dan kartu kredit membawa pada pemahaman bahwa sesuatu yang dulu sangat menarik bagi saya ialah sosiologi konsumsi, suatu bidang yang tidak terlalu berkembang di Amerika Serikat, setidaknya jikalau dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Inggris. Hal itu membawa saya menerbitkan Enchating a Disenchanted World: Revolutionizing the Means of Consumtion (1999, 2005a), ketika saya memakai teori Weberian, Marxian, dan posmodern untuk menganalisis imbas revolusioner dari serangakain cara konsumsi gres (super store, megamall, cybermall, televisi home shopping, kasino, taman rekreasi, dan kapal pesiar, serta juga restoran cepat saji dan beberapa warlaba lain) pada cara orang Amerika dan banyak sekali kepingan dunia lainnya mengonsumsi banyak sekali barang kebutuhan dan jasa.
Jangkauan global McDonald dan McDonaldisasi, kartu kredit, dan banyak sekali cara konsumsi gres telah membawa saya secara lebih pribadi pada sebuah minat pada globalisasi dan buku terakhir saya, Globalization of Nothing (2004). Walaupun saya tidak sanggup memastikan tidak adanya kemungkinan untuk kembali pada isu-isu metateoritis, dan pada kenyataan baru-baru ini berhadapan dengan mereka (Ritzer, 2001), rencana saya ketika ini ialah untuk tetap memakai teori untuk berpikir wacana dunia modern, terutama dalam hubungannya dengan globalisasi dan konsumsi.
Download di Sini
Teori
1. George Ritzer. Teori Globalisasi "Of Nothing"
2. Paradigma dalam Sosiologi
3. Paradigma Sosiologi. Terpadu
4. Teori-Teori Konsumsi
5. Konvergensi Kultural
6. Teori-Teori Globalisasi
7. Diferensialisme Kultural
8. Hibridisasi Kultur
Sumber: Diadaptasi (dan diperbaharui) dari George Ritzer, “I Never Metatheory I Didn’t Like, : Mid-American of Sociology, 15:21-32. Lihat juga Goodman (2005).
Karya biografi dan otobiografi bermanfaat dalam membantu kita memahami karya teoritis sosiologi dan sosiolog pada umumnya. Ahli sejarah ilmu, Thomas Hankin, menjelaskan hal itu menyerupai ini: “[sebuah] biografi yang sangat terintegrasi dari seorang ilmuwan yang tidak hanya meliputi kepribadiannya, tetapi juga karya ilmiahnya dan juga konteks sosial dan intelektual pada zamannya... [merupakan] cara yang masih paling baik dalam memahami banyak sekali problem yang terjadi di seputar penulisan sejarah ilmu... ilmu diciptakan oleh individu, dan bagaimanapun banyaknya faktor di luar menyetirnya, semua itu bekerja melalui diri ilmuwan sendiri. Biografi ialah kacamata yang berbentuk sastra yang melaluinya kita sanggup mendapat citra terbaik wacana proses itu” (Hankin, 1979:14).
Apa yang dikemukakan Hankin wacana para ilmuwan pada umumnya membentuk orientasi saya pada biografi teoritisi sosiologi, termasuk diri saya sendiri, sepenggal biografi ini dirancang untuk menganjurkan setidaknya beberapa cara dalam memanfaatkan biografi sebagai peranti bagi analisis metateoritis.
Walaupun saya telah mengajar di jurusan sosiologi selama lebih dari tiga puluh tahun, telah banyak menulis wacana sosiologi, dan telah mengajar di banyak sekali negara wacana topik itu, saya tidak mempunyai gelar di bidang sosiologi. Tidak adanya latarbelakang formal di bidang itu telah membawa saya pada pembelajaran sepanjang hidup saya wacana sosiologi pada umumnya maupun teori sosiologi pada khususnya. Karena saya tidak pernah dididik dalam sebuah “aliran” tertentu, saya hingga pada teori sosiologi dengan sejumlah konsepsi awal dan bias. Lebih tepatnya, saya ialah seorang siswa dari semua “aliran pemikiran”; semuanya bermanfaat bagi kerja teoritis saya.
Karya metateoritis saya yang pertama, Sociology: A Multiple Paradigm Science (1975a), tidak hanya berusaha menyusun semua paradigma sosiologi yang terpisah, dan tidak jarang saling berbenturan, tetapi juga memberi argumen bagi keterkaitan, loncatan, perhubungan, dan pengintegrasian paradigma. Karena tidak nyaman dengan konflik paradigma, saya ingin melihat harmoni dan integritas dalam sosiologi. Hasrat itulah yang kemudian membawa saya untuk menerbitkan Toward an Integrated Sociological Paradigm (1981a), yang didalamnya saya lebih sepenuhnya menyebarkan pemahaman saya wacana sebuah paradigam yang terintegrasi. Minat untuk menuntaskan konflik teoritis menjadikan sentra perhatian saya terarah pada integrasi makro-mikro (1990a) dan struktur-agensi (Ritzer dan Gindoff, 1994) maupun info yang lebih luas wacana sintesis teoritis (1990b).
Minat saya dalam karya metateoritis dijelaskan oleh hasrat saya untuk memahami teori secara lebih baik dan untuk menuntaskan konflik yang tidak perlu di dalam teori sosiologi. Dalam Metatheorizing in Sociology (1991b) dan dalam sebuah edisi baru, Metatheorizing (1992a), saya menarawkan argumen atas perlunya kajian terhadap teori sosiologi secara sistematis. Saya meyakini bahwa kita perlu melaksanakan hal itu lebih banyak lagi guna mendapat pemahaman yang lebih baik wacana teori, dan menghasilkan teori baru, dan menghasilkan perspektif teoritis (atau metatheori) gres yang melingkupi. Kajian metateoritis juga diarahkan untuk menjelaskan isu-isu yang sanggup menjadikan pertentangan, menuntaskan pertikaian, dan memberi kesempatan pada terjadinya integrasi dan sintesis yang jauh lebih luas.
Setelah bertahun-tahun berusaha menjelaskan sifat teori sosiologi, pada awal 1990-an, kejenuhan mulai tumbuh pada banyak sekali abstraksi dalam karya-karya metateoritis. Saya berusaha menerapkan banyak sekali teori yang telah saya pelajari pada aspek-aspek positif dunia sosial. Saya telah melaksanakan sedikit dari perjuangan itu pada 1980-an, dengan menerapkan teori rasionalisasi dari Weber* pada restoran cepat saji (1983) dan profesi kedokteran (Ritzer dan Walczak, 1988).
Saya menelaah kembali esai tahun 1983 dan balasannya ialah sebuah buku, McDonaldization of Society (1993, 1996, 200, 2008b), yang di dalamnya saya beropini bahwa jikalau pada zaman Weber* model dari proses rasionalisasi ialah birokrasi, sekarang restoran cepat saji merupakan sebuah model yang lebih baik wacana proses itu (beberapa esai suplemen dalam topik ini sanggup ditemukan dalam The McDonaldization Thesis [1998]). Dalam Expressing America: A Critique of the Global Credit Card Society (1995), saya mengalihkan perhatian saya pada fenomena ekonomi sehari-hari lainnya, yang tidak hanya saya analisis dari perspektif teori rasionalisasi, tetapi juga dari banyak sekali perspektif lain, termasuk gagasan teoritis George Simmel* wacana uang.
Karya wacana restoran cepat saji dan kartu kredit membawa pada pemahaman bahwa sesuatu yang dulu sangat menarik bagi saya ialah sosiologi konsumsi, suatu bidang yang tidak terlalu berkembang di Amerika Serikat, setidaknya jikalau dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Inggris. Hal itu membawa saya menerbitkan Enchating a Disenchanted World: Revolutionizing the Means of Consumtion (1999, 2005a), ketika saya memakai teori Weberian, Marxian, dan posmodern untuk menganalisis imbas revolusioner dari serangakain cara konsumsi gres (super store, megamall, cybermall, televisi home shopping, kasino, taman rekreasi, dan kapal pesiar, serta juga restoran cepat saji dan beberapa warlaba lain) pada cara orang Amerika dan banyak sekali kepingan dunia lainnya mengonsumsi banyak sekali barang kebutuhan dan jasa.
Jangkauan global McDonald dan McDonaldisasi, kartu kredit, dan banyak sekali cara konsumsi gres telah membawa saya secara lebih pribadi pada sebuah minat pada globalisasi dan buku terakhir saya, Globalization of Nothing (2004). Walaupun saya tidak sanggup memastikan tidak adanya kemungkinan untuk kembali pada isu-isu metateoritis, dan pada kenyataan baru-baru ini berhadapan dengan mereka (Ritzer, 2001), rencana saya ketika ini ialah untuk tetap memakai teori untuk berpikir wacana dunia modern, terutama dalam hubungannya dengan globalisasi dan konsumsi.
Download di Sini
Teori
1. George Ritzer. Teori Globalisasi "Of Nothing"
2. Paradigma dalam Sosiologi
3. Paradigma Sosiologi. Terpadu
4. Teori-Teori Konsumsi
5. Konvergensi Kultural
6. Teori-Teori Globalisasi
7. Diferensialisme Kultural
8. Hibridisasi Kultur
Sumber: Diadaptasi (dan diperbaharui) dari George Ritzer, “I Never Metatheory I Didn’t Like, : Mid-American of Sociology, 15:21-32. Lihat juga Goodman (2005).