Karl Raimund Popper. Pandangan Ihwal Dunia 3
Sekarang kita menyoroti sebentar suatu tema yang memegang peranan penting dalam anutan Popper di kemudian hari. Filsuf dan mahir matematika yang berjulukan B. Bolzano pernah membedakan antara pernyataan itu sendiri (the statement in itself) dan proses anutan (proses subjektif yang membentuk dan mengeluarkan pernyataan tersebut). Pada G. Frege, juga seorang filsuf dan mahir matematika, terdapat perbedaan serupa itu antara pikiran dan isi pikiran. Popper beropini bahwa perbedaan-perbedaan serupa itu sangat penting. Pernyataan-pernyataan berkaitan satu sama lain:
satu pernyataan sanggup disimpulkan dari pernyataan lain atau beberapa pernyataan secara logis cocok satu sama lain atau pun tidak. Tetapi proses-proses anutan hanya terdapat perkaitan psikologis: sanggup memuaskan kita atau—sebaliknya—menggelisahkan kita, sanggup mengingatkan kita pada suatu pengalaman, sanggup mengajak kita untuk beraksi, dan seterusnya. Antara pernyataan-pernyataan sanggup muncul kontradiksi, sedangkan antara proses-proses anutan sendiri tidak pernah mungkin suatu kontradiksi. Jelaslah kiranya bahwa anutan dalam arti isi pikiran (pernyataan atau statement in itself) di satu pihak dan pikiran dalam arti proses anutan di lain pihak termasuk dua “dunia” yang sama sekali berlainan.
Maka dari itu berdasarkan Popper perlu kita membedakan tiga macam dunia: dunia 1 (world 1) mencakup semua hal fisis yang disajikan kepada panca indera; dunia 2 (world 2) yang mencakup segala sesuatu yang dialami secara subjektif, ibarat contohnya proses-proses pemikiran; dan dunia 3 (world 3) yang terdiri dari pikiran-pikiran dalam arti isi pikiran.
Perlu kita bedakan sejelas mungkin antara ketiga dunia itu dan terutama antara dunia 2 dan dunia 3, kata Popper. Di sini mustahil mengikuti analisis terperinci yang diberikan Popper; cukuplah kita ingat perbedaan-perbedaan yang sudah disinggung di atas. Yang penting ialah bahwa suatu pernyataan objektif atau—katakanlah—suatu teori sanggup dibicarakan dan dikritik. Untuk itu perlu teori itu dirumuskan, sebaiknya dalam bentuk tertulis atau cetakan. Jadi, teori-teori, problem-problem, ulasan-ulasan termasuk dunia 3, tetapi juga buku-buku, dan majalah-majalah (sekalipun dari sudut lain tentu saja benda-benda terakhir ini juga termasuk dunia 1). Kiranya sudah terang bahwa dunia 3 ini sangat hakiki bagi ilmu pengetahuan. Tentu saja, seorang ilmuwan secara pribadi berminat untuk objek-objek fisis (jadi, objek-objek dari dunia 1). Tetapi mau tidak mau segera ia dipengaruhi oleh dan dikonfrontasikan dengan objek-objek dari dunia 3, ibarat teori-teori. Dan lantaran objek-objek dari dunia 3 betul-betul sanggup mempengaruhi kita, Popper tidak segan menyampaikan bahwa objek-objek dari dunia 3 itu real, biarpun realitasnya tentu lain daripada kursi-kursi dan meja-meja. Popper beropini juga bahwa objek-objek dari dunia 3 bersifat otonom, setidak-tidaknya untuk sebagian. Alasannya ialah lantaran aku sanggup salah menangkap suatu teori, misalnya; malah orang yang mengemukakan suatu teori baru, sanggup salah mengerti beberapa bagiannya (seperti umpamanya pernah dialami Einstein). Dan juga lantaran suatu teori sanggup memiliki konsekuensi-konsekuensi yang tidak dimaksudkan atau diduga sebelumnya. Suatu ciri lain lagi ialah bahwa dunia 3 tidak mengenal waktu (timeless): suatu kebenaran logis atau kontradiksi, misalnya, sama sekali tidak bersangkut paut dengan waktu.
Tetapi Popper tidak mau menganggap dunia 3 ini sebagai semacam dunia Idea gaya Plato. Ia beranggapan bahwa dunia 3 merupakan buah hasil acara roh manusiawi. Kita insan membuat objek-objek dari dunia 3, tetapi sesudah dihasilkan dunia 3 ini bangun sendiri.
Dan banyak—barangkali kebanyakan—kegiatan kita menyangkut objek-objek dari dunia 3 ini. Jika kita mendapatkan adanya dunia 3, maka berdasarkan Popper terbukalah banyak perspektif gres dalam filsafat, khusus epistemologi. Dengan demikian kita sanggup membebaskan dari suatu pandangan terlalu subjektivistis mengenai pengetahuan. Karena adanya objek-objek dunia 3, sudah terang bahwa pengetahuan kita memiliki aspek objektif. Filsafat pengetahuan mulai kini terlalu terpusatkan pada dunia 2, tetapi justru lantaran itu filsafat pengetahuan itu kurang relevan bagi studi mengenai pengetahuan ilmiah. Dan studi wacana dunia 3 sanggup menyumbang banyak untuk memahami lebih baik dunia 2, sedangkan studi wacana dunia 2 tidak menghasilkan banyak untuk mengerti wilayah dunia 3. Lagi pula, konsepsi ini memungkinkan juga untuk menempatkan studi wacana pengetahuan dalam suatu perspektif evolusionistis (tanpa perlu menganut suatu determinasi historis ibarat Marx*), alasannya ialah pada taraf hewan sudah ada objek-objek yang ibarat dengan objek-objek dari dunia 3 kita, ibarat contohnya sarang burung atau sarang madu lebah. Akhirnya, dunia 3 ini sanggup diperluas lagi hingga mencakup semua produk yang keluar dari acara insan ibarat contohnya alat-alat, lembaga-lembaga, karya-karya seni. Kalau begitu, dunia 3 mencakup seluruh cakrawala kebudayaan manusia.
Download di Sini
Sumber.
Bertens, Kees. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman. Jakarta. Gramedia
Baca Juga
1. Karl Raimund Popper. Biografi dan Karya
2. Mendekati Kebenaran Bersama Karl Raimund Popper
3. Karl Raimund Popper. Filsafat Politik dan Sosial
4. Karl Raimund Popper. Masalah Demarkasi
Maka dari itu berdasarkan Popper perlu kita membedakan tiga macam dunia: dunia 1 (world 1) mencakup semua hal fisis yang disajikan kepada panca indera; dunia 2 (world 2) yang mencakup segala sesuatu yang dialami secara subjektif, ibarat contohnya proses-proses pemikiran; dan dunia 3 (world 3) yang terdiri dari pikiran-pikiran dalam arti isi pikiran.
Perlu kita bedakan sejelas mungkin antara ketiga dunia itu dan terutama antara dunia 2 dan dunia 3, kata Popper. Di sini mustahil mengikuti analisis terperinci yang diberikan Popper; cukuplah kita ingat perbedaan-perbedaan yang sudah disinggung di atas. Yang penting ialah bahwa suatu pernyataan objektif atau—katakanlah—suatu teori sanggup dibicarakan dan dikritik. Untuk itu perlu teori itu dirumuskan, sebaiknya dalam bentuk tertulis atau cetakan. Jadi, teori-teori, problem-problem, ulasan-ulasan termasuk dunia 3, tetapi juga buku-buku, dan majalah-majalah (sekalipun dari sudut lain tentu saja benda-benda terakhir ini juga termasuk dunia 1). Kiranya sudah terang bahwa dunia 3 ini sangat hakiki bagi ilmu pengetahuan. Tentu saja, seorang ilmuwan secara pribadi berminat untuk objek-objek fisis (jadi, objek-objek dari dunia 1). Tetapi mau tidak mau segera ia dipengaruhi oleh dan dikonfrontasikan dengan objek-objek dari dunia 3, ibarat teori-teori. Dan lantaran objek-objek dari dunia 3 betul-betul sanggup mempengaruhi kita, Popper tidak segan menyampaikan bahwa objek-objek dari dunia 3 itu real, biarpun realitasnya tentu lain daripada kursi-kursi dan meja-meja. Popper beropini juga bahwa objek-objek dari dunia 3 bersifat otonom, setidak-tidaknya untuk sebagian. Alasannya ialah lantaran aku sanggup salah menangkap suatu teori, misalnya; malah orang yang mengemukakan suatu teori baru, sanggup salah mengerti beberapa bagiannya (seperti umpamanya pernah dialami Einstein). Dan juga lantaran suatu teori sanggup memiliki konsekuensi-konsekuensi yang tidak dimaksudkan atau diduga sebelumnya. Suatu ciri lain lagi ialah bahwa dunia 3 tidak mengenal waktu (timeless): suatu kebenaran logis atau kontradiksi, misalnya, sama sekali tidak bersangkut paut dengan waktu.
Tetapi Popper tidak mau menganggap dunia 3 ini sebagai semacam dunia Idea gaya Plato. Ia beranggapan bahwa dunia 3 merupakan buah hasil acara roh manusiawi. Kita insan membuat objek-objek dari dunia 3, tetapi sesudah dihasilkan dunia 3 ini bangun sendiri.
Download di Sini
Sumber.
Bertens, Kees. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman. Jakarta. Gramedia
Baca Juga
1. Karl Raimund Popper. Biografi dan Karya
2. Mendekati Kebenaran Bersama Karl Raimund Popper
3. Karl Raimund Popper. Filsafat Politik dan Sosial
4. Karl Raimund Popper. Masalah Demarkasi