Aliran Filsafat. Fenomenologi
Secara harfiah fenomenologi atau fenomenalisme yakni anutan atau paham yang menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) yakni sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang fenomenalisme suka melihat gejala. Dia berbeda dengan spesialis ilmu faktual yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta menciptakan hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Fenomenalisme yakni suatu metode pemikiran, “a way of looking at things”. Gejala yakni aktivitas, contohnya tanda-tanda gedung putih yakni tanda-tanda akomodasi, konvergensi, dan fiksasi dari mata orang yang melihat gedung itu, ditambah kegiatan lain yang perlu biar tanda-tanda itu muncul. Fenomenalisme yakni pemanis pada pendapat Brentano bahwa subjek dan objek menjadi satu secara dialektis. Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti dari fenomenalisme yakni tesis dari “intensionalisme” yaitu hal yang disebut konstitusi.
Menurut intensionalisme (Brentano), insan menampakkan dirinya sebagai hal yang transenden, sintesis dari objek dan subjek. Manusia sebagai entre aumonde (mengada pada alam) menjadi satu dengan alam itu. Manusia mengkonstitusi alamnya. Untuk melihat suatu hal, aku harus mengkonversikan mata, mengakomodasikan lensa, dan mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak yang gres lahir belum sanggup melaksanakan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke mulutnya.
Fenomenologi merupakan suatu aliran. Tokoh terpentingnya adalah: Edmund Husserl* 1859-1938. Ia selalu berupaya ingin mendekati realitas tidak melalui argumen-argumen, konsep-konsep atau teori umum. “Zuruck zu den sachen selbst”—kembali ke benda-benda itu sendiri merupakan inti dari pendekatan yang digunakan untuk mendeskripsikan realitas berdasarkan apa adanya. Setiap objek mempunyai hakikat, dan hakikat itu berbicara kepada kita jikalau kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima. Kalau kita “mengambil jarak” dari objek itu, melepaskan objek itu dari imbas pandangan-pandangan lain, dan gejala-gejala itu kita cermati, maka objek itu “berbicara” sendiri mengenai hakikatnya, dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita. Fenomenologi banyak diterapkan dalam epistemologi, psikologi, antropologi, dan studi-studi keagamaan (misalnya kajian atas kitab suci).
Tokoh-tokohnya yakni Edmund Husserl* (1859-1938), Max Scheller* (1874-1928), Hartman* (1882-1950), Martin Heidegger* (1889-1976), Maurice Merleau-Ponty* (1908-1961), Jean Paul Sartre* (1905-1980), dan Soren Kierkegaard* (1813-1855).
Download
Sumber
Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta
Menurut intensionalisme (Brentano), insan menampakkan dirinya sebagai hal yang transenden, sintesis dari objek dan subjek. Manusia sebagai entre aumonde (mengada pada alam) menjadi satu dengan alam itu. Manusia mengkonstitusi alamnya. Untuk melihat suatu hal, aku harus mengkonversikan mata, mengakomodasikan lensa, dan mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak yang gres lahir belum sanggup melaksanakan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke mulutnya.
Fenomenologi merupakan suatu aliran. Tokoh terpentingnya adalah: Edmund Husserl* 1859-1938. Ia selalu berupaya ingin mendekati realitas tidak melalui argumen-argumen, konsep-konsep atau teori umum. “Zuruck zu den sachen selbst”—kembali ke benda-benda itu sendiri merupakan inti dari pendekatan yang digunakan untuk mendeskripsikan realitas berdasarkan apa adanya. Setiap objek mempunyai hakikat, dan hakikat itu berbicara kepada kita jikalau kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima. Kalau kita “mengambil jarak” dari objek itu, melepaskan objek itu dari imbas pandangan-pandangan lain, dan gejala-gejala itu kita cermati, maka objek itu “berbicara” sendiri mengenai hakikatnya, dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita. Fenomenologi banyak diterapkan dalam epistemologi, psikologi, antropologi, dan studi-studi keagamaan (misalnya kajian atas kitab suci).
Tokoh-tokohnya yakni Edmund Husserl* (1859-1938), Max Scheller* (1874-1928), Hartman* (1882-1950), Martin Heidegger* (1889-1976), Maurice Merleau-Ponty* (1908-1961), Jean Paul Sartre* (1905-1980), dan Soren Kierkegaard* (1813-1855).
Download
Sumber
Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta