Ruang Lingkup. Sosiologi Agama

Sosiologi agama merupakan studi sosiologis yang mempelajari studi ilmu budaya secara empiris, profan, dan faktual yang menuju ke praktik, struktur sosial, latar belakang historis, pengembangan, tema universal, dan tugas agama dalam masyarakat (Goddijn, 1966:36). Para jago sosiologi agama mencoba untuk menjelaskan pengaruh masyarakat itu pada agama maupun pengaruh agama terhadap masyarakat. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang bersifat dialektis antara keduanya, dalam kaitannya dengan agama* ini terutama tertuju pada studi praktis, struktur sosial, latar belakang historis, perkembangan, tema universal, dan tugas agama* dalam masyarakat (Wikipedia, 2002).
Dari definisi tersebut, sanggup dikemukakan bahwa sosiologi agama* merupakan cabang dari sosiologi umum yang bertujuan untuk mencari keterangan ilmiah wacana masyarakat agama* khususnya.

Ditinjau dari sejarahnya, perintisan sosiologi agama bahwasanya semenjak usang dan hampir seusia dengan sosiologi itu sendiri. Pada kurun ke-19, sejumlah sarjana Barat terkenal, menyerupai Herbert Spencer* (1820-1903), Edward Burnet Taylor* (1832-1917), Friedrich H. Muller (1823-1917), dan James Frazer* (1854-1941), telah banyak menulis wacana agama-agama pada masyarakat primitif. Akan tetapi, pengkajian persoalan agama secara ilmiah dan sistematis gres dilakukan sekitar tahun 1900-an sampai pertengahan kurun ke-20. Mulai ketika itu muncullah buku-buku sosiologi agama yang dikenal dengan periode sosiologi agama klasik yang dipelopori oleh Emile Durkheim* (1858-1917), seorang perintis sosiologi dari Prancis dalam bukunya The Elementary Forms of Religious Life*, dan Max Weber* (1864-1920) seorang sosiolog dari Jerman dalam karyanya The Sociology of Religion, keduanya dikenal sebagai pendiri sosiologi agama. Dalam perkembangannya, sosiologi mempunyai empat mazhab, ialah klasik, positivisme, teori konflik, dan fungsionalisme (Hendropuspito, 1983:24).

Jika mazhab klasik mempunyai abjad yang lebih bercorak sosiologi dasar daripada sosiologi agama, dengan pengecualian Durkheim* dan Weber*.

Mazhab positivisme mempunyai karakteristik di mana ia menyibukkan dirinya dengan kuantifikasi dari dimensi masyarakat yang kualitatif, dengan kata lain menunjukkan kesimpulan-kesimpulan yang netral tanpa diwarnai pertimbangan teologis maupun filosofis. Berbeda dengan mazhab teori konflik, masyarakat yang sehat bercirikan masyarakat yang hidup dalam dimensi konfliktual. Sebaliknya, masyarakat yang dalam keadaan equilibrium dianggapnya sebagai masyarakat tertidur dan stagnan dalam kemajuan (Hendropuspito, 1983:25). Di sisi lain, ajaran ini pun sering disebut sosiologi agama yang kritis. Sedangkan mazhab fungsionalis, mempunyai karakteristik yang berasumsi bahwa masyarakat itu merupakan suatu sistem perimbangan, setiap kelompok menunjukkan kontribusinya yang khas dalam membentuk sistem perimbangan secara keseluruhan (Hendropuspito, 1983:26).

Download


Baca Juga
1. Max Weber. Biografi
2. Max Weber. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
3. Emile Durkheim. Biografi
4. Emile Durkheim. Agama
5. Sahlins dan Harris. Teori Evolusi Sosiokultural Paralel-Konvergen-Divergen
6. Taylor dan Frazer. Teori Evolusi Animisme dan Magic
7. E.B. Taylor. Magis
8. Herbert Spencer. Biografi
9. Pengertian Agama Menurut Ahli

Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta


Lihat Juga
1. Ruang Lingkup. Sosiologi Seni
2. Ruang Lingkup. Sosiologi Pendidikan (Sociology of Education)
3. Ruang Lingkup. Sosiologi Agama
4. Ruang Lingkup. Sosiologi Keluarga (Family Sociology)
5. Ruang Lingkup. Sosiologi Militer (Military Sociology)
6. Ruang Lingkup. Sosiologi Wanita (Women Sociology)
7. Ruang Lingkup. Sosiologi Perkotaan (Urban Sociology)
8. Ruang Lingkup. Sosiologi Medis (Medical Sociology)
9. Ruang Lingkup. Sosiologi Industri (Industrial Sociology)
10. Ruang Lingkup. Sosiologi Pedesaan (Rural Sociology)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel