Ibnu Rusyd. Aliran Filsafat

Agama dan Filsafat
Untuk membela filsafat dan para filsuf Muslim dari serangan para ulama, terutama Al-Ghazali*, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa antara agama (Islam) dan filsafat tidak ada pertentangan. Inti filsafat yakni berpikir ihwal wujud untuk mengetahui pencipta segala yang ada ini. Ibnu Rusyd mendasarkan argumennya (istidalal) dengan dalil Al-Qur’an (Al-Hasyr: 2), dan (Q.S. Al-Isra’:184), menyuruh insan berpikir ihwal wujud atau alam yang tampak ini dalam rangka mengetahui Tuhan. Dengan demikian, terang bahwa Al-Qur’an menyuruh umat insan berfilsafat. Al-Qur’an memerintahkan insan untuk mempelajari filsafat alasannya yakni insan harus menciptakan spekulasi atas alam raya ini dan merenungkan majemuk ke-maujud-an. Sasaran agama secara filosofis, yaitu agama berfungsi sebagai pencapaian teori yang benar dan perbuatan yang benar (al-‘ilm al-haq wal-‘amal al-haqq).

Sebab pengetahuan sejati yakni pengetahuan ihwal Tuhan, ke-maujud-an lainnya, dan kebahagiaan serta kesengsaraan di akhirat. Ada dua cara untuk mendapat pengetahuan, yaitu pencerapan dan persesuaian. Persesuaian sanggup bersifat demonstratif, dialektis, atau retoris. Dapat disimpulkan menurut perintah Al-Qur’an, kaum Muslim wajib berfilsafat (wujud al-‘aql), bukan tidak boleh atau diharamkan. Menurut Ibnu Rusyd, apabila ada teks wahyu yang arti lahiriahnya bertentangan dengan pendapat akal, teks itu harus ditakwilkan atau ditafsirkan sedemikian rupa sehingga menjadi sesuai dengan pendapat akal. Kajian ini terlihat dari kitabnya, Fasl Al-Maqal Fima Bain Al-Hikmah wa Ays-Syari’ah Min Al-Ittisal.

Lebih lanjut, Ibnu Rusyd membagi insan dalam tiga golongan sebagaimana dalam Al-Qur’an. Manusia terdiri atas tiga golongan, yaitu filsuf, teolog, dan orang-orang awam (al-Jumhur). Filsuf yakni kaum yang memakai cara demonstratif. Teolog—yaitu orang-orang Asy’ariah, yang ajarannya menjadi aliran resmi pada masa Ibnu Rusyd—adalah kaum yang lebih rendah tingkatannya, alasannya yakni mereka memulai dari pikiran sehat dialektis dan bukan dari kebenaran ilmiah. Orang-orang awam yakni “orang-orang retoris” yang hanya sanggup mencerap sesuatu melalui contoh-contoh dan pemikiran puitis.

Sejauh ini, agama sejalan dengan filsafat. Tujuan dan tindakan filsafat sama dengan tujuan dan tindakan agama. Masalahnya hanya keselarasan keduanya dalam metode dan permasalahan materi. Jika yang tradisional itu (al-manqul) bertentangan dengan yang rasional (al-ma’qul), yang tradisional harus ditafsirkan sedemikian rupa sehingga selaras dengan yang rasional. Penafsiran yang bersifat alegoris (ta’wil) didasarkan pada kenyataan bahwa dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang tersurat dan tersirat (batin). Dengan demikian, sanggup dikatakan bahwa meminjam istilah Ahmad Fuad Al-Ahwani, “filsafat yakni saudara kembar agama; atau merupakan sahabat yang saling mencintai”

Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga

Baca Juga
1. Ibnu Rusyd. Riwayat Hidup
2. Ibnu Rusyd. Karya Filsafat
3. Ibnu Rusyd. Tentang Qadim-nya Alam 
4. Ibnu Rusyd. Tentang Kebangkitan Jasmani
5. Ibnu Rusyd. Tentang Pengetahuan Tuhan

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel