Muhammad Iqbal. Fatwa Filsafat

Pemikiran filsafat Iqbal dalam karya monumental Iqbal The Reconstruction of Religious Thought in Islam banyak dipengaruhi oleh guru-gurunya. Orisinalitas pemikiran Iqbal sepertinya masih bercampur baur dengan pandangan para pemikir Barat lainnya, ibarat Whitenhead, Bergson*, Bertand Russel* dalam menjelaskan alam dan logika dalam kajian filsafat.

Sekalipun demikian, secara khusus Iqbal menulis kajian filsafat dalam bukunya dengan tema The Philosophical Test of the Relevations of Religious Experience. Dalam topik ini, teori Iqbal perihal filsafat tampak dalam bentuk teori dinamika. Pemikiran ini didasari dari banyak sekali teori ilmu alam yang telah disampaikan oleh para tokoh dunia sebelumnya, ibarat Einstein, Newton, dan sebagainya sehingga Iqbal berkesimpulan bahwa dunia (pemikiran) ini ialah dinamis.


Iqbal menjelaskan perihal arti pentingnya dinamika dalam hidup. Tujuan final setiap insan ialah hidup, keagungan, kekuatan, dan gairah. Semua kemampuan insan harus berada di bawah tujuan ini, dan nilai segalanya harus ditentukan sesuai dengan kecakapan hidup yang dihasilkannya. Mutu seni yang tinggi ialah yang sanggup memakai kemajuan yang sedang tidur, mendorong kita menghadapi cobaan-cobaan manusiawi. Segala yang membawa imbas hidup, kelesuan yang menciptakan kita menutup mata terhadap kenyataan di sekeliling kita, yang lantaran itu bergantung, ialah seruan yang akan menjerumuskan orang ke dalam kehancuran dan maut.

Teori dinamika Iqbal diawali dengan kesadaran bahwa kita harus bangun dari keterpurukan. Konsep inilah yang menjadi dasar teori dinamika Iqbal. Iqbal memperkenalkan konsep Khudi, atau sendiri yang timbul dari impian untuk membangkitkan umat Islam dan berpikir di atas ide dari eksistensialistis Barat ibarat Nietzsche* dan para guru spiritual Muslim yang menawarkan kekuatan pada individu seorang Muslim. Suatu tugas yang penting dan dalam sebagai motivator Muslim Khudi untuk mewujudkan konsep filosofis yang mendalam melalui goresan pena filosofis pula.

Oleh lantaran itu, dalam pandangan Iqbal, Islam sangat menentang keras perilaku lamban, (statis) lemah, dan beku yang dipandangnya sebagai penghambat kemajuan. Islam menolak kekerabatan darah sebagai dasar kesatuan manusia. Menurutnya, Islam mengantarkan insan hingga pada puncak dinamis. Ia sangat menentang pengertian takdir yang telah menjadi salah kaprah, seolah-olah sebagai materi yang telah terjadi. Untuk maju, insan harus berjuang dengan gigih, berikhtiar memerangi alam sekitar dan keadaan.

Maksud dinamis (movement) oleh Iqbal, ialah ijtihad. Kata inilah sebagai kunci dasar, meskipun kata ini menjadi khas terminologi aturan Islam. Iqbal berkata, “Saya percaya bahwa kata ini orisinal dan dikenal dalam Al-Qur’an”. Dengan demikian, sanggup dipahami bahwa dasar berpikir filsafat Iqbal pada teori gerak benda merupakan imbas dari teori-teori alam yang telah dicetuskan oleh para pendahulunya.

Berdasarkan teori alam yang dikutip Iqbal dari Whitehead, Iqbal memandang bahwa hidup ini tidak statis, tetapi mempunyai struktur kejadian terus-menerus yang hingga pada kekerabatan yang saling menguntungkan serta timbul dari konsep ruang dan waktu. Atas kenyataan ini, Iqbal berpandangan bahwa pengetahuan mempunyai sifat kemajuan yang cepat.

Teori dinamis Iqbal didasari pula dengan teori benda yang mempunyai sifat rasa, kekerabatan dengan persepsi jiwa dan penyebabnya. Substansi teori ini mempunyai kualitas yang sanggup ditangkap sebagai akhir benda tersebut. “Substansi teori ini sebagai berikut: rasa objek ibarat warna, suara, dan sebagainya ialah bentuk-bentuk persepsi pikiran dan sesuatu yang pribadi dari alamiahnya ialah sesuatu yang objektif. Untuk alasan ini, mereka tidak bisa berada dalam rasa yang sempurna dari kualitas fisikal benda. Ketika aku berkata, “Langit itu biru”, itu hanya sanggup dimengerti bahwa langit menghasilkan sensasi biru dalam pikiran saya, bukan warna biru yang ditemukan di langit tersebut. Sebagai bentuk kejiwaan, sanggup dikatakan mereka ialah imbas hasil pikiran kita. Penyebab imbas ini ialah benda atau benda material yang beraksi melalui rasa, saraf, dan otak dalam pikiran kita. Sebab fisikal ini beraksi melalui kekerabatan atau akhir semenjak benda itu harus mempunyai kualitas bentuk, ukuran soliditas dan resistensi”.

Teori dinamis Iqbal sanggup ditangkap dari teori benda bahwa warna biru bukan kualitas yang ada di langit. Bentuk kejiwaan dari benda ialah pernyataan-pernyataan sebagai akhir benda tersebut. Penyebab itu ialah benda itu sendiri atau benda yang bergerak melalui rasa, saraf, dan otak kita. Sebab, psikis yang timbul ialah dengan cara melihat benda tersebut atau akhir benda tersebut; dan semenjak itu benda mempunyai kualitas bentuk, ukuran, dan soliditas atau resistensi. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat dinamisasi dari benda tersebut yang sanggup diambil dalam kehidupan manusia.

Dengan demikian, masuk akal kalau Iqbal menekankan teori dinamis dalam pemikiran filsafatnya. Iqbal menekankan bahwa dunia ini ialah benda yang bergerak cepat tanpa henti. Ini artinya, insan dituntut untuk senantiasa bergerak dan bergerak hingga menuju kehidupan spiritual yang abadi. Iqbal berkata, “Saya percaya bahwa huruf utama hidup ini ialah spiritualitas, semoga tidak terjadi kesalahpahaman dibutuhkan pemahaman yang komprehensif perihal struktur materi tersebut”.

Landasan filsafat Iqbal sanggup diketahui saat ia mengkritik para filsuf terdahulu dalam menjelaskan keberadaan Tuhan. Terdapat tiga landasan filsafat Iqbal dalam mengungkapkan keberadaan Tuhan; yakni kosmologis, teleologis, dan ontologis. Ketiga aspek ini menjadi satu paket dalam teori gerak positif (dinamis) pemikiran Iqbal. Ketiga aspek ini tidak sanggup dihindari menjadi suatu keharusan apabila seseorang ingin menerapkan teori dinamis pemikiran Iqbal.


Filsafat Iqbal tidak hanya mengkaji aspek insan sebagai objek filsafat sebagaimana yang terjadi pada filsafat Yunani. Filsafat itu mengkaji semua ciptaan alam mulai dari manusia, tanaman, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Inilah ciri pembeda dengan filsafat Yunani.

Hal itu dituturkan Iqbal—seorang filsuf yang dituduh terpengaruh ide-ide Eropa berdasarkan Raschid (1981). Iqbal membandingkan pemikiran Yunani dengan Al-Qur’an, memilih kekurangan pada pemikiran Yunani, sebagaimana pernyataan: “Seperti kita semua tahu, filsafat Yunani telah menjadi kekuatan kultural yang besar dalam sejarah Islam. Akan tetapi, studi yang teliti perihal Al-Qur’an dan banyak sekali fatwa teologi skolastik yang berkembang berkat pemikiran Yunani, menyingkapkan fakta sementara bahwa filsafat Yunani banyak memperluas wawasan pemikir Muslim, secara keseluruhan filsafat Yunani mengaburkan penglihatan mereka pada Al-Qur’an. Sokrates* memusatkan perhatiannya pada dunia insan saja. Baginya, studi yang sempurna perihal insan ialah manusia, bukan dunia tanam-tanaman, serangga, dan binatang-binatang. Hal ini berbeda dengan semangat Al-Qur’an, yang melihat lebih mendapatkan ide dari Tuhan dan terus-menerus meminta pembaca memahami perubahan angin yang terjadi terus-menerus, perubahan siang dan malam, awan, langit yang berbintang, dan planet-planet yang berantakan di angkasa yang tidak terbatas”.

Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga
1. Muhammad Iqbal. Riwayat Hidup
2. Muhammad Iqbal. Karya Filsafat
3. Muhammad Iqbal. Teori Gerak
4. Muhammad Iqbal. Teori Kedinamisan Islam
5. Muhammad Iqbal. Filsafat Khudi
6. Muhammad Iqbal. Filsafat Ketuhanan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel