Mulla Shadra. Dasar-Dasar Filsafat Hikmah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, prinsip-prinsip utama filsafat pesan tersirat bersifat hudhuri (swabukti atau self-evident) sehingga legalisasi filsafat ini sanggup dilakukan secara introspektif. Berikut ialah sebagian prinsip utama filsafat hikmah.
a. Para pendukung filsafat ini menyatakan bahwa wujud atau ada merupakan konsep sederhana, yang secara pribadi sanggup dimengerti tanpa mediator konsep lain (badihah mafhum al-wujud).
b. Wujud merupakan konsep yang berlaku secara umum atas segala sesuatu dengan pengertian tunggal (mafhum al-wujud musytarakun ma’nawi).
c. Prinsip yang disebut dengan ashalah al-wujud yang berintikan bahwa wujud ialah ungkapan bagi realitas secara mutlak yang kita akui keberadaannya. Di luar itu, yaitu segenap ungkapan dan konsep lain yang terdapat dalam perbendaharaan bahasa insan yang dalam istilah para filsuf disebut dengan mahiyah ialah rekaan insan (i’tibariyah). Semua konsep lain selain wujud hanya batasan konseptual atau ilustrasi dari wujud.
d. Untuk menjelaskan keberagaman wujud yang kita saksikan secara pribadi di alam raya ini, filsafat pesan tersirat mengajukan prinsip yang disebut dengan tasykik al-wujud. Intinya, wujud yang mutlak itu merupakan kenyataan atau realitas yang bertingkat-tingkat. Contoh yang lazim dipakai untuk menggambarkan kebertingkatan itu ialah cahaya sebagai realitas yang bergradasi.
e. Setiap titik dalam wujud yang bertingkat-tingkat itu mengalami proses evolusi yang terus-menerus dalam suatu gerakan substansial. Perlu dicatat bahwa dalam wacana filsafat, gerak (harakah) diartikan sebagai proses aktualisasi potensi (khuruj al-quwwah ila al-fi’li). Inilah prinsip yang disebut dengan al-harakah al-jauhariyyah.
f. Gerakan substansial dalam konteks insan terjadi melalui kekerabatan subjek dengan objek. Subjek ialah roh, jiwa atau akal, sementara objek ialah pengetahuan yang dicerapnya (ilm). Jadi, pertumbuhan roh insan ditentukan oleh objek-objek pengetahuan yang dicerapnya, persis sebagaimana pertumbuhan badan ditentukan oleh gizi yang dimakannya. Semakin tinggi nilai objek-objek pengetahuannya, semakin subur dan “sehat” roh itu. sebaliknya, semakin rendah nilai objek-objek pengetahuannya, semakin lemah, “sakit”, dan surut roh itu. inilah prinsip yang dalam filsafat pesan tersirat disebut dengan ittihad al-aqil bi al-ma’qul.
Filsafat pesan tersirat merupakan pengembangan atas pesan-pesan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam banyak kesempatan, Mulla Shadra sangat berbangga alasannya sanggup merumuskan sistem filosofis yang sepenuhnya berpijak di atas teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah. Mulla Shadra mengecam spekulasi filosofis liar yang tidak berpijak pada wahyu Ilahi. Baginya, semua spekulasi filosofis yang tidak bermuara pada teks-teks suci hanya akan berakhir dengan kesimpulan yang membingungkan dan menyesatkan. Penegasan tersebut merupakan langkah besar dalam sejarah panjang filsafat Islam, mengingat hal itu berarti gosip ihwal lahirnya filsafat Islam yang sebenarnya.
Atas dasar itu, Mulla Shadra menyebut filsafatnya dengan al-hikmah atau al-hikmah al-Ilahiyyah. Hikmah merupakan istilah yang secara khas dipakai oleh Al-Qur’an dan Sunnah dalam bermacam makna. Al-Qur’an menyebut kiprah kenabian sebagai pengajaran Al-Qur’an dan pesan tersirat (Q.S. [2]:129, [3]: 48, [3]: 164, dan sebagainya). Allah meminta Nabi Muhammad SAW untuk menyeru ke jalan-Nya dengan al-hikmah (Q.S. [16]:125). Dalam surat Al-Baqarah ayat 269, Al-Qur’an menyebut al-hikmah sebagai anugerah kebaikan yang besar.
Filsafat pesan tersirat tidak mengajak orang untuk sekedar berwacana, tetapi bergerak secara konstan dalam ajaran-ajaran Islam yang bercirikan pesan tersirat (kebijaksanaan, ketegasan, kepastian). Dalam wujud yang luas ini, filsafat pesan tersirat menempatkan insan sebagai entitas unik yang sanggup berkembang sedemikian rupa sehingga substansinya terus meninggi (atau menurun). Filsafat pesan tersirat mengapresiasi proses evolusi insan ini dengan mendayagunakan semua potensi yang telah dimilikinya.
Dalam banyak sekali karya mereka, para pendukung filsafat pesan tersirat selalu menggambarkan bahwa insan ialah suatu kemenjadian yang secara konstan mengalir tanpa henti. Manusia bukan merupakan entitas yang mandeg, melainkan terus bergerak menaiki atau menuruni gugusan tak-terbatas dari tingkatan wujud. Pernyataan menyerupai ini menjelaskan fatwa pokok semua agama mengenai insan sebagai makhluk unik yang bergerak dalam suatu gerakan yang tak terelakkan melewati “kematian” menuju “surga” ataupun “neraka”.
Berdasarkan prinsip-prinsip filsafat hikmah, sanggup dihayati bahwa teks-teks suci, khususnya yang berbicara ihwal hal-hal gaib, dalam bentuk yang lebih filosofis. Dalam banyak kesempatan, Mulla Shadra sering mengutip ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. ataupun para imam Syiah mengenai kekerabatan satu amalan kecil dengan pahala besar yang dihasilkannya. Hubungan-hubungan antara alam mistik dan alam fisik ini dijelaskan sebagai kekerabatan antara satu tingkat dan tingkat lain dalam piramida wujud yang tunggal.
Filsafat pesan tersirat menyadarkan bahwa semua kerja insan memiliki nilai tersendiri, betapa pun tidak berartinya nilai itu dalam perspektif suatu tingkatan wujud tertentu. Dalam wujud yang bergerak secara konstan ini, hal-hal kecil akan besar lengan berkuasa terhadap proses evolusi insan selanjutnya. Manusia yang berpikir ihwal kerikil niscaya akan dipengaruhi oleh citranya ihwal batu, hingga kesudahannya ia akan menyerap sifat-sifat kerikil itu secara total.
Oleh alasannya itu, para pendukung filsafat pesan tersirat sangat menekankan pentingnya mengkaji teks-teks suci sebagai satu-satunya referensi niscaya mengenai kekerabatan alam fisik dan alam gaib. Setiap tindakan fisik kita akan memiliki dampak terhadap dimensi rohani-gaib kita yang akan kembali menghantui kita sehingga kita melaksanakan hal-hal lain yang akan besar lengan berkuasa terhadap dimensi rohani-gaib dan begitulah seterusnya. Hubungan-hubungan yang berjalin-berkelindan ini dijelaskan dalam filsafat pesan tersirat menurut bukti-bukti filosofis yang diperkuat oleh teks-teks suci dan penyingkapan mistis.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Mulla Shadra. Riwayat Hidup
2. Mulla Shadra. Karya Filsafat
3. Mulla Shadra. Pemikiran Filsafat
4. Mulla Shadra. Kebangkitan Jasmani
5. Kunci Filsafat Mulla Shadra
6. Mulla Shadra. Pemikiran Teologis
a. Para pendukung filsafat ini menyatakan bahwa wujud atau ada merupakan konsep sederhana, yang secara pribadi sanggup dimengerti tanpa mediator konsep lain (badihah mafhum al-wujud).
b. Wujud merupakan konsep yang berlaku secara umum atas segala sesuatu dengan pengertian tunggal (mafhum al-wujud musytarakun ma’nawi).
c. Prinsip yang disebut dengan ashalah al-wujud yang berintikan bahwa wujud ialah ungkapan bagi realitas secara mutlak yang kita akui keberadaannya. Di luar itu, yaitu segenap ungkapan dan konsep lain yang terdapat dalam perbendaharaan bahasa insan yang dalam istilah para filsuf disebut dengan mahiyah ialah rekaan insan (i’tibariyah). Semua konsep lain selain wujud hanya batasan konseptual atau ilustrasi dari wujud.
d. Untuk menjelaskan keberagaman wujud yang kita saksikan secara pribadi di alam raya ini, filsafat pesan tersirat mengajukan prinsip yang disebut dengan tasykik al-wujud. Intinya, wujud yang mutlak itu merupakan kenyataan atau realitas yang bertingkat-tingkat. Contoh yang lazim dipakai untuk menggambarkan kebertingkatan itu ialah cahaya sebagai realitas yang bergradasi.
e. Setiap titik dalam wujud yang bertingkat-tingkat itu mengalami proses evolusi yang terus-menerus dalam suatu gerakan substansial. Perlu dicatat bahwa dalam wacana filsafat, gerak (harakah) diartikan sebagai proses aktualisasi potensi (khuruj al-quwwah ila al-fi’li). Inilah prinsip yang disebut dengan al-harakah al-jauhariyyah.
f. Gerakan substansial dalam konteks insan terjadi melalui kekerabatan subjek dengan objek. Subjek ialah roh, jiwa atau akal, sementara objek ialah pengetahuan yang dicerapnya (ilm). Jadi, pertumbuhan roh insan ditentukan oleh objek-objek pengetahuan yang dicerapnya, persis sebagaimana pertumbuhan badan ditentukan oleh gizi yang dimakannya. Semakin tinggi nilai objek-objek pengetahuannya, semakin subur dan “sehat” roh itu. sebaliknya, semakin rendah nilai objek-objek pengetahuannya, semakin lemah, “sakit”, dan surut roh itu. inilah prinsip yang dalam filsafat pesan tersirat disebut dengan ittihad al-aqil bi al-ma’qul.
Filsafat pesan tersirat merupakan pengembangan atas pesan-pesan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam banyak kesempatan, Mulla Shadra sangat berbangga alasannya sanggup merumuskan sistem filosofis yang sepenuhnya berpijak di atas teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah. Mulla Shadra mengecam spekulasi filosofis liar yang tidak berpijak pada wahyu Ilahi. Baginya, semua spekulasi filosofis yang tidak bermuara pada teks-teks suci hanya akan berakhir dengan kesimpulan yang membingungkan dan menyesatkan. Penegasan tersebut merupakan langkah besar dalam sejarah panjang filsafat Islam, mengingat hal itu berarti gosip ihwal lahirnya filsafat Islam yang sebenarnya.
Atas dasar itu, Mulla Shadra menyebut filsafatnya dengan al-hikmah atau al-hikmah al-Ilahiyyah. Hikmah merupakan istilah yang secara khas dipakai oleh Al-Qur’an dan Sunnah dalam bermacam makna. Al-Qur’an menyebut kiprah kenabian sebagai pengajaran Al-Qur’an dan pesan tersirat (Q.S. [2]:129, [3]: 48, [3]: 164, dan sebagainya). Allah meminta Nabi Muhammad SAW untuk menyeru ke jalan-Nya dengan al-hikmah (Q.S. [16]:125). Dalam surat Al-Baqarah ayat 269, Al-Qur’an menyebut al-hikmah sebagai anugerah kebaikan yang besar.
Filsafat pesan tersirat tidak mengajak orang untuk sekedar berwacana, tetapi bergerak secara konstan dalam ajaran-ajaran Islam yang bercirikan pesan tersirat (kebijaksanaan, ketegasan, kepastian). Dalam wujud yang luas ini, filsafat pesan tersirat menempatkan insan sebagai entitas unik yang sanggup berkembang sedemikian rupa sehingga substansinya terus meninggi (atau menurun). Filsafat pesan tersirat mengapresiasi proses evolusi insan ini dengan mendayagunakan semua potensi yang telah dimilikinya.
Dalam banyak sekali karya mereka, para pendukung filsafat pesan tersirat selalu menggambarkan bahwa insan ialah suatu kemenjadian yang secara konstan mengalir tanpa henti. Manusia bukan merupakan entitas yang mandeg, melainkan terus bergerak menaiki atau menuruni gugusan tak-terbatas dari tingkatan wujud. Pernyataan menyerupai ini menjelaskan fatwa pokok semua agama mengenai insan sebagai makhluk unik yang bergerak dalam suatu gerakan yang tak terelakkan melewati “kematian” menuju “surga” ataupun “neraka”.
Berdasarkan prinsip-prinsip filsafat hikmah, sanggup dihayati bahwa teks-teks suci, khususnya yang berbicara ihwal hal-hal gaib, dalam bentuk yang lebih filosofis. Dalam banyak kesempatan, Mulla Shadra sering mengutip ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. ataupun para imam Syiah mengenai kekerabatan satu amalan kecil dengan pahala besar yang dihasilkannya. Hubungan-hubungan antara alam mistik dan alam fisik ini dijelaskan sebagai kekerabatan antara satu tingkat dan tingkat lain dalam piramida wujud yang tunggal.
Filsafat pesan tersirat menyadarkan bahwa semua kerja insan memiliki nilai tersendiri, betapa pun tidak berartinya nilai itu dalam perspektif suatu tingkatan wujud tertentu. Dalam wujud yang bergerak secara konstan ini, hal-hal kecil akan besar lengan berkuasa terhadap proses evolusi insan selanjutnya. Manusia yang berpikir ihwal kerikil niscaya akan dipengaruhi oleh citranya ihwal batu, hingga kesudahannya ia akan menyerap sifat-sifat kerikil itu secara total.
Oleh alasannya itu, para pendukung filsafat pesan tersirat sangat menekankan pentingnya mengkaji teks-teks suci sebagai satu-satunya referensi niscaya mengenai kekerabatan alam fisik dan alam gaib. Setiap tindakan fisik kita akan memiliki dampak terhadap dimensi rohani-gaib kita yang akan kembali menghantui kita sehingga kita melaksanakan hal-hal lain yang akan besar lengan berkuasa terhadap dimensi rohani-gaib dan begitulah seterusnya. Hubungan-hubungan yang berjalin-berkelindan ini dijelaskan dalam filsafat pesan tersirat menurut bukti-bukti filosofis yang diperkuat oleh teks-teks suci dan penyingkapan mistis.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Mulla Shadra. Riwayat Hidup
2. Mulla Shadra. Karya Filsafat
3. Mulla Shadra. Pemikiran Filsafat
4. Mulla Shadra. Kebangkitan Jasmani
5. Kunci Filsafat Mulla Shadra
6. Mulla Shadra. Pemikiran Teologis