Ibnu Sina. Korelasi Pikiran Dengan Tubuh

Ibnu Sina mengklasifikasikan keterkaitan antara pikiran dan badan menjadi beberapa bagian. Pertama, beliau memercayai pikiran insan berkedudukan menyerupai cermin. Pikiran mempunyai kemampuan untuk mencerminkan pengetahuan lantaran setiap manusia—dalam tingkatan tertentu—menggunakan kecerdasan aktifnya. Dengan banyak berpikir, cermin insan akan semakin halus dan cerlang sehingga sanggup mengarahkan menuju akuisisi pengetahuan yang benar.

Kedua, Ibnu Sina meyakini pikiran mengendalikan badan dan terdapat hubungan hierarkis di antara keduanya. Pikiran mengendalikan badan melalui emosi dan kehendak. Emosi yang besar lengan berkuasa sanggup mengakibatkan self fulfilling (pemenuhan diri). Sebagai contoh, bila seseorang percaya beliau akan gagal maka kemungkinan kegagalan hidupnya akan meningkat. Perilaku badan akan mengarah pada kepercayaannya itu. Ia tidak akan pernah mau mencoba atau berusaha. Sebaliknya, beliau cenderung bermalas-malasan dan kerap stres sendiri.

Kondisi stres sanggup mengakibatkan gangguan pada kesehatan serta fungsi vegetatif (asupan terhadap makanan). Ibnu Sina menyimpulkan bahwa pikiran sangat memengaruhi kesehatan. Pikiran sehat akan membuat kondisi fisik prima. Sebaliknya, pikiran yang sakit akan mengakibatkan fisik rentan terhadap penyakit. Pemikiran Ibnu Sina ini sangat menyerupai dengan bukti ilmiah dalam psikologi modern wacana efek stres terhadap sistem kekebalan tubuh.

Menurut Ibnu Sina, seseorang harus bisa menguasai dan mengontrol pikirannya biar tidak cemas pada kematian. Melalui cara tersebut, segala macam penyakit mental akan menjauhi dirinya. Orang yang tidak cemas pada janjkematian berarti mempunyai mental tangguh. Orang tersebut akan berubah menjadi menjadi langsung besar lengan berkuasa yang bisa menghalau semua penyakit, baik mental maupun fisik.

Ibnu Sina percaya bahwa langsung yang besar lengan berkuasa sanggup memengaruhi orang lain melalui hipnosis atau beliau sebut al-wahm al-amil. Semua pemimpin besar mempunyai jiwa yang besar lengan berkuasa sehingga kata-kata dan tindakannya diikuti oleh orang lain. Hal ini disebabkan di dalam dirinya terdapat potensi hipnosis yang sangat tinggi. Menurut Ibnu Sina, setiap dokter atau terapis harus mempunyai kemampuan hipnosis. Sebab, beliau mustahil sanggup mengobati pasien sedangkan dirinya sendiri justru sakit. Dalam pengertian umum, setiap dokter dan terapis dilarang mencemaskan kematian. Dalam hal ini, ada tidaknya kecemasan terhadap janjkematian merupakan parameter tingkat kesehatan mental seseorang.

Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta

Download