Sejarah Perkembangan Psikologi Bab 4
Sebelumnya, psikologi diartikan sebagai studi mengenai aktivitas mental, datanya terutama diperoleh melalui observasi diri dalam bentuk introspeksi (Atkinson, 1996: 8). Introspeksi mengacu pada observasi dan pencatatan pribadi yang cermat mengenai persepsi dan perasaan sendiri. Introspeksi dimulai dengan laporan mengenai kesan yang diterima indra hingga timbulnya rangsangan, kemudian hingga pada penyelidikan yang berlangsung usang mengenai pengalaman emosi, contohnya selama terapi psikologi.
Sebenarnya, observasi diri mempunyai persamaan dengan observasi pada ilmu lain, namun dalam observasi diri (introspeksi) hanya sanggup dilaporkan oleh seorang pengamat. Di sinilah Watson* maupun Skinner* berontak, bahwa metode introspeksi tersebut dalam psikologi tidak ada gunanya (Atkinson, 1996: 8). Ia menganggap bahwa psikologi yaitu sebagai disiplin ilmu maka datanya harus sanggup diamati dan terukur. Oleh alasannya yaitu itu, menurutnya hanya dengan metode behaviorisme, psikologi menjadi ilmu yang objektif.
Kemudian, berdasarkan pandangan psikologi kognitif bahwa kognisi mengacu pada proses mental dari persepsi, ingatan, dan pengolahan isu yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan persoalan, dan merencanakan masa depan. Sebenarnya, jikalau ditelaah lebih jauh bahwa lahirnya psikologi kognitif tersebut sebagai reaksi terhadap sempitnya pandangan Stimulus Response (S-R). Pandangan bahwa tindakan insan semata-mata didasarkan masukan stimulus dan output respons, dan hal itu hanya sesuai dengan sikap yang sederhana. Namun, pendekatan ini terlalu banyak mengabaikan bab insan yang menarik dan berfungsi lainnya. Seperti halnya insan sanggup berpikir, merencanakan, mengambil keputusan, serta menentukan dengan cermat stimulus mana yang membutuhkan perhatian (Atkinson, 1996:11). Karena itulah Kenneth Craik, selalu berusaha mempertahankan psikologi kognitif yang menganalogikan otak insan menyerupai komputer yang bisa menggandakan dan menyamai aktivitas dari luar. Bahkan menurutnya, otak sanggup menyimpulkan aktivitas mana yang terbaik, dan bereaksi terhadap situasi sebelum kejadian itu timbul, serta memanfaatkan pengetahuan mengenai kejadian dalam menangani kejadian mendatang.
Berbeda dengan latar belakang munculnya psikologi fenomenologis yang memusatkan perhatiannya pada pengalaman subjektif. Dalam pendekatan ini, memahami kejadian atau fenomena yang dialami individu tanpa beban teoretis. Sebagai contoh, mereka lebih berminat pada konsep diri seseorang, perasaan harga diri, dan kesadaran akan diri sendiri. Pandangan fenomenologi ini diilhami oleh para filsuf eksistensi, mirip Soren Kierkegaard*, Sartre*, dan Camus*. Karena itu, beberapa teori fenomenologi sering juga disebut psikologi humanistik-eksistensialisme. Adapun tokoh-tokoh yang berkiprah pada kelompok ini, mirip Abraham Maslow*, Kurt Goldstein, dan Carl Rogers*.
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta
Download
Baca Juga
1. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 1
2. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 2
3. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 3
Kemudian, berdasarkan pandangan psikologi kognitif bahwa kognisi mengacu pada proses mental dari persepsi, ingatan, dan pengolahan isu yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan persoalan, dan merencanakan masa depan. Sebenarnya, jikalau ditelaah lebih jauh bahwa lahirnya psikologi kognitif tersebut sebagai reaksi terhadap sempitnya pandangan Stimulus Response (S-R). Pandangan bahwa tindakan insan semata-mata didasarkan masukan stimulus dan output respons, dan hal itu hanya sesuai dengan sikap yang sederhana. Namun, pendekatan ini terlalu banyak mengabaikan bab insan yang menarik dan berfungsi lainnya. Seperti halnya insan sanggup berpikir, merencanakan, mengambil keputusan, serta menentukan dengan cermat stimulus mana yang membutuhkan perhatian (Atkinson, 1996:11). Karena itulah Kenneth Craik, selalu berusaha mempertahankan psikologi kognitif yang menganalogikan otak insan menyerupai komputer yang bisa menggandakan dan menyamai aktivitas dari luar. Bahkan menurutnya, otak sanggup menyimpulkan aktivitas mana yang terbaik, dan bereaksi terhadap situasi sebelum kejadian itu timbul, serta memanfaatkan pengetahuan mengenai kejadian dalam menangani kejadian mendatang.
Berbeda dengan latar belakang munculnya psikologi fenomenologis yang memusatkan perhatiannya pada pengalaman subjektif. Dalam pendekatan ini, memahami kejadian atau fenomena yang dialami individu tanpa beban teoretis. Sebagai contoh, mereka lebih berminat pada konsep diri seseorang, perasaan harga diri, dan kesadaran akan diri sendiri. Pandangan fenomenologi ini diilhami oleh para filsuf eksistensi, mirip Soren Kierkegaard*, Sartre*, dan Camus*. Karena itu, beberapa teori fenomenologi sering juga disebut psikologi humanistik-eksistensialisme. Adapun tokoh-tokoh yang berkiprah pada kelompok ini, mirip Abraham Maslow*, Kurt Goldstein, dan Carl Rogers*.
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta
Baca Juga
Baca Juga
2. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 2
3. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 3