Erich Fromm. Psikososial Humanistik
Sejak kecil, Fromm dikelilingi oleh pribadi-pribadi yang tidak sehat. Saat masih berusia 12 tahun, Fromm melihat seorang perempuan teman keluarganya bunuh diri. Hal itu menimbulkan kehidupan keluarga Fromm dipenuhi ketegangan. Ayahnya sering kali murung, cemas, dan muram. Adapun ibunya gampang menderita depresi hebat. Pada usia 14 tahun, Fromm melihat irasionalitas melanda tanah airnya, yaitu saat Jerman ikut terlibat dalam kecamuk Perang Dunia I.
Bangsanya berubah menjadi menjadi sekelompok insan fanatik, histeris, dan gila. Gurunya yang ia kagumi dan teman sejawatnya berubah menjadi orang-orang yang haus darah. Banyak saudara dan kenalannya mati mengenaskan akhir perang.
Pengalaman-pengalaman tragis tersebut mengakibatkan Fromm berkeinginan berpengaruh memahami kodrat dan sumber tingkah laris irasionalitas manusia. Ia mengira kodrat dan sumber itu dipengaruhi oleh kekuatan sosioekonomi politis, dan historis secara besar-besaran. Oleh sebab itu, ia mempelajari dan berupaya mengintegrasikan ide-ide Sigmund Freud* dan Karl Marx*. Dalam hal ini, Freud menyatakan bahwa insan ditentukan oleh alam bawah sadar (irasionalitas). Sementara itu, Marx justru beropini insan ditentukan oleh lingkungan (sosioekonomi, politis, dan historis).
Menurut Fromm, insan harus melampau determinisme Freudian dan Marxian. Semakin bebas seseorang, maka ia akan merasa kesepian dan terisolasi dari lingkungan orang-orang di sekitarnya. Kebebasan menjadi keadaan negatif yang menciptakan insan melarikan diri atau menjauh dari lingkungan. Agar insan memperoleh kemerdekaan hakiki, mereka harus mempunyai semangat, cinta, kerja sama, serta perilaku tunduk kepada penguasa yang baik. Jadi, ia sanggup beradaptasi dengan masyarakat sekaligus menyebarkan kehidupan sosial yang lebih baik.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Erich Fromm. Biografi Psikolog
2. Erich Fromm. Masyarakat dan Eksistensi Manusia
3. Erich Fromm. Eksistensi Manusia
4. Erich Fromm. Kebutuhan Manusia
5. Erich Fromm. Normalitas dan Kebebasan
6. Erich Fromm. Alam Bawah Sadar Sosial
Pengalaman-pengalaman tragis tersebut mengakibatkan Fromm berkeinginan berpengaruh memahami kodrat dan sumber tingkah laris irasionalitas manusia. Ia mengira kodrat dan sumber itu dipengaruhi oleh kekuatan sosioekonomi politis, dan historis secara besar-besaran. Oleh sebab itu, ia mempelajari dan berupaya mengintegrasikan ide-ide Sigmund Freud* dan Karl Marx*. Dalam hal ini, Freud menyatakan bahwa insan ditentukan oleh alam bawah sadar (irasionalitas). Sementara itu, Marx justru beropini insan ditentukan oleh lingkungan (sosioekonomi, politis, dan historis).
Menurut Fromm, insan harus melampau determinisme Freudian dan Marxian. Semakin bebas seseorang, maka ia akan merasa kesepian dan terisolasi dari lingkungan orang-orang di sekitarnya. Kebebasan menjadi keadaan negatif yang menciptakan insan melarikan diri atau menjauh dari lingkungan. Agar insan memperoleh kemerdekaan hakiki, mereka harus mempunyai semangat, cinta, kerja sama, serta perilaku tunduk kepada penguasa yang baik. Jadi, ia sanggup beradaptasi dengan masyarakat sekaligus menyebarkan kehidupan sosial yang lebih baik.
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik hingga Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Baca Juga
Baca Juga
2. Erich Fromm. Masyarakat dan Eksistensi Manusia
3. Erich Fromm. Eksistensi Manusia
4. Erich Fromm. Kebutuhan Manusia
5. Erich Fromm. Normalitas dan Kebebasan
6. Erich Fromm. Alam Bawah Sadar Sosial