Durkheim. Sosiologi Pengetahuan

Durkheim* beropini bahwa pengetahuan insan bukan produk dari pengalaman saja, juga kita tidak terlahir dengan kategori-kategori mental tertentu yang diterapkan pada pengalaman. Sebagai gantinya kategori-kategori kita ialah ciptaan-ciptaan sosial. Mereka ialah representasi-representasi kolektif. Marx* sudah mengajukan suatu sosiologi pengetahuan, tetapi sosiologinya itu semata-mata di dalam arti negatif. Ideologi ialah distorsi pengetahuan kita melalui kekuatan-kekuatan sosial. Di dalam arti itu, sosiologi pengetahuan ialah suatu teori mengenai pengetahuan palsu. Durkheim memperlihatkan suatu sosiologi pengetahuan yang jauh lebih besar lengan berkuasa yang menjelaskan pengetahuan kita “yang sejati” di dalam kerangka kekuatan-kekuatan sosial.

Kategori-kategori Pengertian
The Elementary Form menyajikan suatu argumen untuk asal-usul sosial dari enam kategori mendasar yang oleh beberapa filsuf telah diidentifikasi sebagai hal yang sangat hakiki bagi pengertian manusia, waktu, ruang, klasifikasi, kekuatan, kausalitas dan totalitas. Waktu berasal dari ritme-ritme kehidupan sosial. Kategori ruang berkembang dari pembagian ruang yang ditempati oleh masyarakat. Kita sudah mendiskusikan sebelumnya bagaimana di dalam totemisme pembagian terstruktur mengenai terikat kepada kelompok manusia. Kekuatan berasal dari pengalaman-pengalaman dengan kekuatan-kekuatan sosial. Ritual-ritual tiruan ialah asal-usul konsep kausalitas. Akhirnya, masyarakat itu sendiri ialah representasi dari totalitas.

Pelukisan-pelukisan tersebut memang singkat, tetapi poin yang penting ialah bahwa kategori-kategori mendasar yang memungkinkan kita mengubah kesan-kesan indrawi kita menjadi konsep-konsep abstrak, berasal dari pengalaman-pengalaman sosial, khususnya pengalaman-pengalaman atas ritual-ritual agamis. Di dalam ritual-ritual itu, keterlibatan badaniah para partisipan di dalam suara-suara dan gerakan-gerakan ritual membuat perasaan-perasaan yang memunculkan kategori-kategori pengertian.

Meskipun konsep-konsep kita yang ajaib didasarkan pada pengalaman-pengalaman sosial, hal tersebut tidak berarti bahwa pemikiran-pemikiran kita ditentukan oleh masyarakat. Ingat bahwa fakta-fakta sosial memperoleh hukum-hukum perkembangan dan asosiasinya sendiri, mereka tidak sanggup direduksi ke sumbernya. Meskipun fakta-fakta sosial muncul dari fakta-fakta sosial yang lain, perkembangan mereka yang berikutnya bersifat otonom. Akibatnya, meskipun konsep-konsep tersebut memiliki suatu sumber agamis, mereka sanggup bermetamorfosis sistem-sistem non agamis.  Sebenarnya, persis dalam hal inilah yang dilihat Durkeim* telah terjadi dengan ilmu. Daripada bertentangan dengan agama, ilmu telah berkembang dari agama.

Meskipun perkembangan mereka otonom, beberapa kategori bersifat universal dan penting. Hal tersebut terjadi alasannya kategori-kategori tersebut berkembang untuk memfasilitasi interaksi sosial. Tanpa nya, semua kontak di antara pikiran-pikiran individual akan mustahil, dan kehidupan sosial akan berhenti. Hal tersebut lah yang menjelaskan mengapa mereka universal bagi umat manusia, alasannya dimana-mana umat insan hidup di dalam masyarakat.

Semangat Tinggi Kolektif
Meskipun demikian, ada saat-saat ketika dan bahkan kategori-kategori moral dan kognitif yang paling mendasar sekalipun sanggup berubah atau diciptakan yang baru. Durkheim* menyebut hal tersebut sebagai collective effervescene (semangat tinggi kolektif). Gagasan semangat tinggi kolektif tidak diuraikan dengan baik di dalam karya-karya Dukheim.

Nampaknya Durkheim mengingat dalam pengertian umum, momen-momen besar di dalam sejarah ketika suatu kolektivitas bisa mencapai suatu level keagungan kolektif yang dipertinggi yang pada gilirannya sanggup menyebabkan perubahan-perubahan besar di dalam struktur masyarakat. Reformasi dan renaisans akan menjadi contoh-contoh periode-periode historis ketika semangat tinggi kolektif memiliki imbas yang mencolok pada struktur masyarakat. Selama periode semangat tinggi kolektif demikian, para anggota klan membuat totemisme. Semangat tinggi kolektif ialah momen-momen pertumbuhan yang memilih di dalam perkembangan sosial. Mereka ialah fakta-fakta sosial pada ketika kelahirannya.

Meringkas teori Durkheim* mengenai agama, masyarakat ialah sumber agama, konsep Tuhan, dan pada balasannya segala hal yang sakral (dilawankan dengan yang duniawi). Di dalam arti yang nyata, maka kita sanggup berargumen bahwa hal yang sakral, Tuhan, dan masyarakat ialah hal yang satu dan sama. Durkheim percaya bahwa hal tersebut agak niscaya di dalam masyarakat primitif dan bahwa tetap benar sampai masa kini, meskipun korelasi tersebut sangat dikaburkan oleh kompleksitas masyarakat modern. Merangkum sosiologi pengetahuan Durkheim, Durkheim* mengklaim bahwa konsep-konsep dan bahkan kategori-kategori kita yang paling mendasar pun ialah representasi-representasi kolektif yang dihasilkan masyarakat melalui ritual-ritual agamis, setidaknya pada mulanya. Agama ialah hal yang menghubungkan masyarakat dan individu, alasannya melalui ritual-ritual sakralnyalah kategori-kategori sosial menjadi dasar bagi konsep-konsep individual.


Download di Sini


Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Baca Juga
1. Emile Durkheim. Biografi
2. Emile Durkheim. Teori Agama--Yang Sakral dan Yang Profan
3. Emile Durkheim. Tipe-Tipe Fakta Sosial Non-Material
4. Emile Durkheim. Masyarakat Normal dan Patologis
5. Emile Durkheim. Suicide
6. Emile Durkheim. Agama
7. Emile Durkheim. Fakta-Fakta Sosial Material dan Non-Material
8. Emile Durkheim. Sekilas Pemikiran
9. Emile Durkheim. Fakta-Fakta Sosial
10. Emile Durkheim. The Division of Labor in Society
11. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
12. Emile Durkheim. Hukum Represif dan Restitutif
13. Emile Durkheim. Solidaritas Mekanis dan Organis
14. Pokok Bahasan Sosiologi
15. Emile Durkheim. Anomie Theory (Teori Anomi)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel