Emile Durkheim. Masyarakat Normal Dan Patologis

Mungkin klaim-klaim Durkheim* yang paling kontroversial ialah bahwa sang sosiolog bisa membedakan antara masyarakat yang sehat dan patologis. Setelah memakai wangsit itu di dalam The Division of Labor, Durkheim menulis buku lain, The Rules of Sociological Method (1895/1982). Di dalam buku tersebut, antara lain, Durkheim mencoba memperbaiki dan membela wangsit itu. Dia mengklaim bahwa masyarakat yang sehat sanggup dikenali lantaran sang sosiolog akan menemukan kondisi-kondisi serupa di dalam masyarakat-masyarakat lain pada tahap-tahap yang serupa. Jika suatu masyarakat menyimpang dari apa yang ditemukan secara wajar, mungkin masyarakat itu patologis.

Ide tersebut diserang pada masa itu, dan ada segelintir sosiolog masa sekarang yang mendukungnya. Durkheim pun, dikala menulis “Prakata untuk Edisi Kedua The Rules”, tidak lagi berusaha membelanya: “Tampaknya tidak berarti bagi kami kembali ke kontroversi-kontroversi lain yang telah dimunculkan buku ini, lantaran hal itu tidak menyentuh hal yang hakiki. Orientasi umum metode itu tidak tergantung pada prosedur-prosedur yang lebih suka mengklasifikasi tipe-tipe sosial atau membedakan hal yang normal dari yang patologis” (1895/1982:45).

Namun demikian, ada satu wangsit yang menarik yang diambil Durkheim dari argumen itu: ide bahwa kejahatan yaitu normal (Smith, 2008) ketimbang patologis. Dia berargumen bahwa lantaran kejahatan ditemukan di setiap masyarakat, kejahatan pastilah normal dan memperlihatkan suatu fungsi yang berguna. Durkheim mengklaim, kejahatan membantu masyarakat mendefinisikan dan menggambarkan nurani kolektif mereka: “Bayangkan suatu komunitas orang-orang suci dalam suatu biara yang patut diteladani dan sempurna. Di biara itu kejahatan-kejahatan yang bekerjsama tidak akan dikenal, tetapi kesalahan-kesalahan yang tampak ringan bagi orang biasa akan memunculkan skandal yang sama ibarat yang dimunculkan oleh kejahatan normal di dalam nurani keseharian. Oleh lantaran itu, jikalau komunitas itu memiliki kekuasaan untuk mengadili dan menghukum, ia akan menyebut perbuatan-perbuatan demikian sebagai kejahatan dan menanganinya sebagai kejahatan” (1895/1982:100).

Di dalam The Division of Labor, beliau memakai wangsit patologi untuk mengkritik beberapa bentuk “abnormal” pembagian kerja yang diterima di dalam masyarakat modern. Dia mengenali tiga bentuk abnormal: (1) pembagian kerja anomik, (2) pembagian kerja yang dipaksakan, dan (3) pembagian kerja yang dikoordinasikan dengan buruk. Durkheim bersikeras bahwa krisis sopan santun modernitas, yang oleh Comte* dan lain-lain disamakan dengan pembagian kerja, bekerjsama disebabkan oleh bentuk-bentuk abnormal tersebut.

Pembagian kerja anomik mengacu kepada kurangnya pengaturan di dalam suatu masyarakat yang merayakan individualitas yang terisolasi dan menahan diri dari menyampaikan apa yang harus dilakukan orang-orang. Durkheim* menyebarkan lebih lanjut konsep anomie itu di dalam karyanya mengenai bunuh diri. Di dalam kedua karya itu, ia memakai istilah itu untuk mengacu kondisi-kondisi sosial dikala insan kekurangan pengendalian sopan santun yang memadai (Bar-Haim; Hilbert, 1986). Bagi Durkheim*, masyarakat modern selalu condong kepada anomie, tetapi ia tampil ke permukaan pada masa-masa krisis sosial dan ekonomi.

Tanpa moralitas bersama yang berpengaruh dari solidaritas mekanis, mungkin orang-orang tidak memiliki konsep yang terang mengenai apa yang tepat dan tidak tepat dan sikap yang sanggup diterima. Meskipun pembagian kerja yaitu sumber kohesi di dalam masyarakat modern, pembagian kerja tidak sanggup menutupi secara keseluruhan kelemahan moralitas bersama. Para individu sanggup menjadi terasing dan terhanyut di dalam kegiatan-kegiatan mereka yang sangat terspesialisasi. Mereka dengan gampang sanggup berhenti mencicipi ikatan umum dengan orang-orang yang bekerja dan yang tinggal di sekitarnya. Hal itu memunculkan anomie. Solidaritas organik condong kepada “patologi” yang khusus itu, tetapi penting diingat bahwa Durkheim* melihat hal itu sebagai situasi abnormal. Pembagian kerja modern memiliki kemampuan untuk mendorong interaksi-interaksi sopan santun yang bertambah ketimbang mereduksi orang kepada tugas-tugas dan posisi-posisi yang mengasingkan dan tidak bermakna.

Sementara Durkheim* percaya bahwa masyarakat membutuhkan aturan-aturan dan pengaturan untuk menyampaikan kepada mereka apa yang harus dilakukan, bentuk abnormalnya yang kedua memperlihatkan sejenis aturan yang sanggup menjadikan konflik dan pengasingan sehingga menambah anomie. Dia menyebut hal itu sebagai pembagian kerja yang dipaksakan. Patologi kedua itu mengacu kepada fakta bahwa norma-norma dan pengalaman-pengalaman yang sudah ketinggalan zaman sanggup memaksa para individu, kelompok, dan kelas-kelas ke dalam posisi-posisi yang tidak cocok dengan mereka. Tradisi-tradisi, kekuasaan ekonomi, atau status sanggup memilih siapa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan mengabaikan talenta dan kualifikasi.

Di sinilah Durkheim* tiba paling erat kepada pendirian Marxis: “Jika satu kelas diwajibkan, semoga sanggup hidup, membayar harga berapa pun untuk layanannya, sementara kelas yang lain sanggup mengabaikan situasi itu, lantaran sumber-sumber daya sudah siap digunakan, sumber-sumber daya yang, bagaimanapun, tidak perlu sebagai suatu perioritas sosial, kelompok yang belakangan memiliki laba yang tidak adil atas kelompok yang pertama berkenaan dengan hukum” (Durkheim, 1895/1982:319).

Akhirnya, bentuk ketiga pembagian kerja abnormal terang dikala fungsi-fungsi yang terspesialisasi dilaksanakan oleh orang-orang yang berbeda yaitu dikoordinasikan dengan buruk. Sekali lagi Durkheim* mengingatkan bahwa solidaritas organik mengalir dari interdependensi masyarakat. Jika spesialisasi orang-orang tidak menghasilkan interdependensi yang bertambah tetapi hanya persaingan, pembagian kerja tidak akan menghasilkan solidaritas sosial.


Download di Sini


Sumber
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Baca Juga
1. Emile Durkheim. Biografi
2. Emile Durkheim. Teori Agama--Yang Sakral dan Yang Profan
3. Emile Durkheim. Tipe-Tipe Fakta Sosial Non-Material
4. Emile Durkheim. Suicide 
5. Emile Durkheim. Agama
6. Emile Durkheim. Fakta-Fakta Sosial Material dan Non-Material
7. Emile Durkheim. Sekilas Pemikiran
8. Emile Durkheim. Fakta-Fakta Sosial
9. Emile Durkheim. The Division of Labor in Society
10. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
11. Emile Durkheim. Hukum Represif dan Restitutif
12. Emile Durkheim. Solidaritas Mekanis dan Organis
13. Pokok Bahasan Sosiologi
14. Emile Durkheim. Anomie Theory (Teori Anomi)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel