Erving Goffman. The Presentation Of Self In Everyday Life

Erving Goffman* sering digolongkan ke dalam andal teori sosiologi yang sangat memperhatikan analisa interaksi sosial, namun melihat karya-karyanya sendiri lebih menekankan pada perkiraan bahwa yang memilih tindakan insan ialah situasi-situasi yang mempunyai struktur. Dengan demikian, halnya George Homans*, Goffman sanggup ditempatkan pada suatu titik di antara naturalisme dan humanisme ekstrim.

Goffman* menganggap individu sebagai satuan analisa. Dalam mengembangkan teori sosiologisnya Goffman memakai analogi drama dan teater. Karena alasan tersebut, Goffman sering disebut dramaturgist, yang memakai bahasa dan tamsil panggung teater. Dalam bukunya yang ia beri judul The Presentation Of Self In Everyday Life, yang merupakan karya Goffman* di tahun 1959, menyediakan dasar teori mengenai bagaimana individu tampil di dalam dunia sosial, suatu kerangka yang terus digunakan Goffman dalam sejumlah karya-karyanya kemudian.


The Presentation Of Self In Everyday Life
Goffman* tidak memusatkan perhatian analisanya pada struktur sosial. Ia lebih tertarik pada interaksi tatap-muka atau kehadiran bersama (co-presence). Interaksi tatap-muka itu dibatasinya sebagai individu-individu yang saling mempengaruhi tindakan-tindakan mereka satu sama lain ketika masing-masing berhadapan secara fisik". Biasanya terdapat suatu arena kegiatan yang terdiri dari serangkaian tindakan individu itu. Dalam suatu situasi sosial, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai penampilan (performance), sedangkan orang-orang lain yang terlibat dalam situasi itu disebut sebagai pengamat atau partisipan lainnya. Para pemain film yakni mereka yang melaksanakan tindakan-tindakan atau penampilan rutin (routine). Goffman* membatasi routine sebagai "pola tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya, terungkap di ketika melaksanakan pertunjukan dan yang juga bisa dilakukan atau diungkapkan dalam kesempatan lain"

Didalam membahas pertunjukan itu, Goffman* menyaksikan bahwa individu sanggup menyajikan suatu pertunjukan (show) bagi orang lain, tetapi kesan (impression) si pelaku terhadap pertunjukan ini bisa berbeda-beda. Seseorang bisa merasa sangat yakin akan tindakan yang diperlihatkannya, atau bisa juga bersikap sinis terhadap pertunjukan itu. Seorang dokter, misalnya, sanggup sangat berhati-hati atau mewaspadai kemampuannya sendiri di dalam menyembuhkan suatu penyakit tertentu. Akan tetapi, pada ketika berinteraksi dengan seorang pasien yang gelisah, sang dokter menyampaikan suatu pertunjukan, meyakinkan sang pasien bahwa segalanya akan beres. Di dalam proses interaksi sehari-hari, biasanya seorang pelaku dilihat bersama tindakannya, dan penonton mendapatkan pertunjukan itu. Misalnya ketika seorang dokter menciptakan resep obat tertentu untuk menyembuhkan jerawat tenggorokan, beliau percaya tindakan ini akan mengurangi penderitaan dan biasanya sang pasien mempercayai diagnosa beserta resepnya.

Menurut Goffman*, dua bidang penampilan perlu dibedakan: panggung depan (front region) dan panggung belakang (back stage). Panggung depan yakni "bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi di dalam mode yang umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu". Di dalamnya termasuk setting dan personal front, yang selanjutnya sanggup dibagi menjadi penampilan (appearence) dan gaya (manner). Bilamana sang dokter digunakan sebagai contoh, rutin sehari-harinya terjadi dalam suatu setting berupa kantor dengan perlengkapan yang sepatutnya. Penampilan dibatasi sebagai, "stimuli yang berfungsi memberitahu kita status sosial para si pelaku". Jas putih serta steteskop yang tergantung di leher sanggup berfungsi sebagai stimuli yang membedakan sang dokter dengan para pegawai lainnya. Sedangkan gaya menunjuk pada "stimuli yang berfungsi mengingatkan kita akan peranan interaksi (interaction role) yang diperlukan si pelaku harus dimainkan pada situasi mendatang". Sebagai misal, dari seorang dokter kita mengharapkan sikap percaya diri, tidak emosional dan damai ketika bekerjasama dengan pasien, serta menolong menjaga iklim korelasi baik antara dokter dan pasien.

Goffman* menyatakan bahwa selama kegiatan rutin seseorang akan mengetengahkan sosok dirinya yang ideal (sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya): "seseorang pelaku cenderung menyembunyikan atau mengesampingkan kegiatan, fakta-fakta dan motif-motif yang tidak sesuai dengan gambaran dirinya dan produk-produknya yang ideal". Walaupun individu mempunyai aneka macam routine, akan tetapi beliau cenderung bertindak seperti routine yang ada "sekarang" inilah yang terpenting. Dengan demikian seorang dokter mungkin yakni seorang ibu dan istri yang baik, petenis yang unggul, dan seorang penyair amatir, akan tetapi, ketika sedang tugas, kegiatan rutinnya sebagai dokter mengatasi semua peranan yang lain. Begitu halnya di lapangan tenis, rutinnya sebagai petenis yang tangguh lebih tinggi ketimbang peranannya sebagai dokter. Bagian lain dari sosok diri yang diidealisir itu melahirkan kecenderungan para pelaku untuk memperkuat kesan bahwa pertunjukan dari rutin yang kini ini serta hubungannya dengan penonton mereka itu mempunyai sesuatu yang istimewa dan unik. Tidak ada pasien yang ingin diperlakukan sebagai komoditi, alasannya yakni itu dokter harus menegaskan ciri khas korelasi dokter-pasien tanpa menyimpang dari sikap profesional yang sebenarnya.

Di samping "panggung depan", yang merupakan tempat melaksanakan pertunjukan tersebut, terdapat juga tempat belakang layar. Identifikasi tempat belakang ini tergantung pada penonton yang bersangkutan. Pada ketika istirahat, kantor pribadi seorang dokter yakni merupakan sebuah ruangan di mana beliau sanggup melepaskan jas-putihnya, duduk santai, dan bercanda dengan para juru-rawatnya. Sekalipun juru-rawatnya sanggup menyaksikan sang dokter di dalam keadaannya yang demikian di dalam panggung belakang, tidaklah demikian halnya dengan pasien. Beberapa menit kemudian, kantor ini akan berkembang menjadi ruang konsultasi dan oleh akhirnya menjadi "panggung depan".

Kegiatan-kegiatan rutin tersebut jarang sekali dilakukan sendirian. Goffman* memakai istilah "team" sebagai "sejumlah individu yang bekerja sama mementaskan suatu routine". Tim yang demikian itu mungkin berupa seorang dokter dengan resepsionisnya atau presiden dengan tubuh penasihatnya. Goffman* menegaskan beberapa elemen dasar dari pertunjukan team:
Pertama, ketika suatu tim-pertunjukan sedang berjalan melalui tindakan yang menyimpang, setiap anggota tim mempunyai kemampuan untuk merongrong atau menghentikan pertunjukan itu. Setiap akseptor tim harus mempercayai tindakan dan sikap temannya, sedangkan temannya juga harus bersikap demikian kepadanya

Kedua, apabila di hadapan para penonton para anggota tim itu harus bekerja sama untuk mempertahankan suatu batasan situasi tertentu, akan tetapi di hadapan sesama anggota tim kesan yang demikian itu sulit untuk dipertahankan. Oleh alasannya yakni itu akseptor tim, sesuai dengan frekuensi dengan mana mereka bertindak sebagai tim serta jumlah problem yang berada di dalam santunan yang dipahaminya, cenderung diarahkan oleh ketentuan-ketentuan yang disebut sebagai kebiasaan.

Salah satu di antara langkah-langkah protektif yang paling penting ialah kebijaksanaan. Baik si pelaku maupun para penonton yakin bahwa tempat belakang tersebut tidak gampang dimasuki. Jika demi kepentingan para pelaku, penonton membantu kelangsungan pertunjukan dengan melaksanakan budi atau praktek-praktek pencegahan, maka si pelaku harus bertindak sedemikian rupa sehingga budi tersebut berjalan mulus. Dengan demikian kita mempunyai budi di atas kebijaksanaan. Contohnya seorang sekretaris yang dengan bijaksana menyampaikan pada tamu bahwa direkturnya sedang keluar. Ada baiknya tamu tersebut menjauh dari intercome sehingga tidak mendengar jawaban, yang mungkin sesungguhnya tidak ada ibarat yang diucapkan oleh sekretaris tersebut, padahal sesungguhnya direkturnya tidak bersedia menemui tamu tersebut.

Di dalam buku the presentation of self, Goffman* memperlakukan social establisment sebagai sistem tertutup, dalam arti ia hanya memperhatikan pertunjukan yang harus ia mainkan ketika itu, tanpa mempertimbangkan arti penting aneka macam forum lain bagi pertunjukan tersebut. Menurut Goffman* establishment itu bisa dilihat dari aneka macam perspektif, termasuk perspektif yang bersifat tekhnis (menganalisa forum dari sudut efisiensinya), politis (dari sudut tuntutannya) struktural (dari sudut status), kultural (dari sudut nilai-nilai moral lembaga-lembaga), dan dramaturgist (menurut analisa yang gres saja diuraikan).


Dramaturgi memperlakukan self sebagai produk yang ditentukan oleh situasi sosial. Ini hampir sama dengan aksara di panggung yang merupakan produk dari naskah yang sebelumnya sudah dibentuk untuk memerinci aneka macam langkah serta kegiatannya. Karakter tersebut terdapat di dalam sistem panggung teater yang tertutup, tanpa mempertimbangkan dunia yang lebih besar di luar teater tersebut. Selama pertunjukan berlangsung kiprah utama pemain film ini ialah mengendalikan kesan yang disajikannya selama pertunjukan. Goffman* menyatakan bahwa perbedaan pendapat di antara para anggota team tidak hanya melumpuhkan kesatuan bertindak, akan tetapi juga menciptakan kikuk realitas yang mereka sponsori. Selama kegiatan rutin anggota team harus sanggup dipercaya, dan oleh alasannya yakni itu mereka harus dipilih dengan hati-hati. Seorang perawat mengembangkan gosip wacana seorang pasien, seorang pengacara yang memberi hikmah wacana keburukan partner dari kilennya, atau seorang ajun presiden yang menuduh presiden melaksanakan kejahatan, merupakan contoh-contoh kehancuran rutin dari tim semacam itu.

Cara melihat self sebagai produk dari suatu sistem tertutup semacam itu dilanjutkan di dalam penelitian empiris Goffman di rumah sakit jiwa. Penelitian tersebut dibukukan oleh Goffman* dalam karya berikutnya yang diberi judul Asylum, merupakan buku yang berisi kerangka metodologis dan teoretis dari analisa dramaturgisnya. Demikian, di sini saya hanya menguraikan teori Erving Goffman dalam bukunya yang berjudul The Presentation Of Self In Everyday Life, sebagai buku pembuka ke arah karya-karya Goffman berikutnya. Mudah-mudahan bermanfaat.


Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret M. 1979. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.


Baca Juga
1. Erving Goffman. Biografi
2. Erving Goffman. Analisis Dramaturgis 
3. The Mirror On The Wall: Gambaran Realitas yang Terdistorsi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel