Herbert Blumer. Interaksionisme Simbolik

Herbert Blumer yang berusaha menghidupkan kembali tradisi interaksionisme simbolik Mead*. Bagi Blumer interaksionisme-simbolis bertumpu pada tiga premis:
(1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
(2) Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain
(3) Makna-makna tersebut disempurnakan di ketika proses interaksi-sosial berlangsung

Tidak ada yang inheren dalam suatu objek sehingga ia menyediakan makna bagi manusia. Ambillah sebagai teladan makna yang sanggup dikaitkan pada ular. Bagi orang tertentu ular merupakan hewan melata yang menjijikkan, bagi jago ilmu alam merupakan salah satu mata rantai dalam keseimbangan alam. Apakah seseorang pribadi membunuh seekor ular kebun yang tak berdosa atau malah memperhatikan dan terpesona oleh kebesaran alam, bergantung pada makna yang diberikan pada objek ini. Makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain. Putra spesialis ilmu alam yang lebih dahulu mengenal bagaimana dunia hewan akan memberikan respon yang sangat berbeda dengan seorang anak yang kontaknya dengan ular berasal dari bacaan buku pertama (Taurat) mengenai dongeng pertemuan Adam dan Hawa dengan ular jahat itu. Demikian juga dengan semua objek lain yang kita temukan, tidak secara langsung, tetapi dengan makna-makna yang terkait dengannya.

Makna-makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang dianggap "cukup berarti". Sebagaimana dinyatakan Blumer, "Bagi seseorang, makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam kaitannya dengan sesuatu itu. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan akan melahirkan batasan sesuatu bagi orang lain". Bila orang renta memberi jawaban positif terhadap anak yang tidak ngeri melihat ular kebun, maka anak tersebut akan meneruskan sikap yang demikian. Tetapi jikalau beliau disalahkan oleh orang renta dan sahabat bermainnya, maka yang berubah tak hanya sikap tetapi juga makna yang dikaitkan pada objek itu. Demikian, bagaimana seseorang memaknai sesuatu ternyata sangat terkait erat dengan proses seseorang tersebut berinteraksi dengan orang lain.

Tetapi perlu diingat bahwa hakikat sebagai pecinta dan pembenci ular itu tidak otomatis menginternalisir kedua pengertian ekstrim dari ular sebagai objek. Blumer menyatakan, "Aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformir makna dalam hubungannya dengan situasi di mana ia ditempatkan dan diarahkan tindakannya. Sebenarnya, interpretasi seharusnya tidak dianggap hanya sebagai penerapan makna-makna yang telah ditetapkan, tetapi sebagai suatu proses pembentukan di mana makna yang digunakan dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan".

Sebagai ilustrasi marilah kita lihat seorang perempuan muda yang setiap sore mendapatkan jasa tumpangan-pulang dari seorang sahabat sekerja yang telah beristri. Mungkin ia mendapatkan kebaikan itu tak lebih sebagai tanda persahabatan atau kecerdikan baik bertetangga. Suatu sore, sebelum hingga di rumah, lelaki itu memperlihatkan apakah ia bersedia singgah di restoran, suatu stimulus lain tengah diketengahkan dan harus ditafsirkan perempuan tersebut. Anggaplah perempuan muda itu menafsirkan tindakan ini hanya sebagai tanda persahabatan dan bersedia singgah untuk minum. Lelaki itu kemudian membicarakan beberapa kesulitan perkawinannya dan memperlihatkan bahwa ia menginginkan istrinya supaya menyerupai perempuan itu. Kejadian ini ditafsirkan oleh perempuan muda itu sebagai usul supaya terlibat dalam "kencan", paling tidak secara kebetulan, dan mulai menolak jasa baik sahabat sekerjanya itu. Karena sudah banyak menolong dan terbuka mencurahkan isi hatinya, perempuan itu mulai mempertanyakan apa sesungguhnya motivasi si lelaki. Mungkin sekali ia salah menafsirkan pesan, lelaki tersebut boleh jadi menganggapnya hanya sebagai sahabat baik. Yang menjadi penting ialah makna yang dikaitkan perempuan itu kepada masalah, "apakah Anda butuh diantar pulang malam ini?", ketimbang duduk masalah itu sendiri.

Menurut Blumer tindakan insan bukan disebabkan oleh beberapa "kekuatan luar" (seperti yang dimaksudkan oleh kaum fungsionalis struktural) tidak pula disebabkan oleh "kekuatan dalam" (seperti yang dinyatakan oleh kaum reduksionis-psikologis). Blumer menyanggah individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Gambaran yang benar ialah beliau membentuk objek-objek itu, contohnya berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karier profesional, individu sesungguhnya sedang merancang objek-objek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaian dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan evaluasi tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran atau bertindak berdasarkan simbol-simbol.

Dengan demikian insan merupakan pemain drama yang sadar dan refleksif, yang menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagai proses self-indication. Self-indication yaitu "proses komunikasi yang sedang berjalan di mana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan menetapkan untuk bertindak berdasarkan makna itu". Proses self-indication ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mencoba "mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana ia menafsirkan tindakan itu". Pertimbangan yang diberikan perempuan muda terhadap usul dari sahabat sekerja itu dihubungkannya dengan konteks di mana hal itu disampaikan dan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang membuat ia sanggup menilai duduk masalah dan memberinya makna, kemudian memberi jawaban berdasarkan makna itu.

Tindakan insan penuh dengan penafsiran dan pengertian. Tindakan-tindakan mana saling diselaraskan dan menjadi apa yang disebut kaum fungsionalis sebagai struktur-sosial. Blumer lebih bahagia menyebut fenomena ini sebagai tindakan bersama, atau "pengorganisasian secara sosial tindakan-tindakan yang berbeda dari partisipan yang berbeda pula". Setiap tindakan berjalan dalam bentuk prosesual, dan masing-masing saling berkaitan dengan tindakan-tindakan prosesual dari orang lain. Bagi Blumer tindakan lebih dari hanya sekedar performance tunggal yang diuraikan dalam klarifikasi "impression managemen" Goffman*. Orang terlibat dalam tindakan bersama yang merupakan struktur sosial. Lembaga menyerupai gereja, korporasi bisnis, atau keluarga hanya merupakan "kolektivitas yang terlibat dalam tindakan bersama".

Tetapi lembaga-lembaga tersebut bukan merupakan struktur-struktur yang statis, lantaran pertalian sikap yang tidak pernah identik (walau mereka mungkin serupa) sekalipun pola-pola sudah ditetapkan sedemikian rupa. Ambillah sebagai teladan keluarga yang terdiri dari seorang suami, seorang istri dan satu anak. Dari hari ke hari keluarga tersebut berada dalam proses kehidupan yang kontinu. Hubungan perkawinan ketika sang anak berusia dua bulan sanggup sangat berbeda dengan ketika si anak berusia tujuh tahun. Demikian juga dengan karier suami, sanggup memperoleh arti yang sangat penting ketika ia sedang mendaki jenjang organisasi yang juga mempengaruhi kehidupan keluarganya. Tidak ada definisi peranan suami, peranan istri atau peranan orang renta yang sederhana. Mereka berkembang dalam konteks struktur kekeluargaan yang tetap berubah-ubah dan memberikan jawaban pada interaksi-interaksi simbolis dalam unit keluarga. Blumer menegaskan prioritas interaksi kepada struktur dengan menyatakan bahwa "proses sosial dalam kehidupan berkelompoklah yang membuat dan menghancurkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang membuat dan menghancurkan kehidupan kelompok". Dengan kata lain norma-norma menyerupai yang dibahas oleh kaum fungsionalis struktural, tidak menentukan sikap individu, individu tidak bertindak selaras demi menyangga norma-norma atau hukum perilaku. Kaum fungsionalis struktural menekankan bahwa insan merupakan produk dari masing-masing masyarakatnya, kaum interaksionisme simbolis menekankan sisi yang lain yaitu bahwa struktur sosial merupakan hasil interaksi manusia.

Masyarakat sebagai Interaksionisme-Simbolis
Dengan demikian, bagi Blumer studi masyarakat harus merupakan studi dari tindakan bersama, ketimbang prasangka terhadap apa yang dirasakan sebagai sistem yang kabur dan banyak sekali prasyarat fungsional yang susah dipahami. Masyarakat merupakan hasil interaksi-simbolis dan aspek inilah yang harus merupakan duduk masalah bagi para sosiolog. Bagi Blumer keistimewaan pendekatan kaum interaksionisme simbolis ialah insan dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu berdasarkan mode stimulus-respon. Seseorang tidak pribadi memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan pada tindakan itu. Blumer menyatakan "dengan demikian interaksi insan dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan-tindakan orang lain. Dalam masalah sikap manusia, mediasi ini sama dengan menyisipkan suatu proses penafsiran di antara stimulus dan respon". Walau semua sosiologi bekerjasama dengan sikap insan ia sering mengabaikan analisa penafsiran atau makna yang dikaitkan pada sikap itu. Penafsiran menyediakan respon, berupa respon untuk "bertindak yang berdasarkan simbol-simbol".

Blumer tidak mendesakkan prioritas dominasi kelompok atau struktur, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan individu "Masyarakat harus dilihat sebagai terdiri dari tindakan orang-orang, dan kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan-tindakan itu". Blumer melanjutkan inspirasi ini dengan memperlihatkan bahwa kehidupan kelompok yang demikian merupakan respon pada situasi-situasi di mana orang menemukan dirinya. Situasi tersebut sanggup terstruktur, tetapi Blumer berhati-hati menentang pengabaian arti penting penafsiran sekalipun dalam lembaga-lembaga yang relatif tetap. Dalam melihat masyarakat Blumer menegaskan dua perbedaan kaum fungsional struktural dan interaksionis-simbolis.
Pertama, dari sudut interaksi simbolis. Organisasi masyarakat insan merupakan suatu kerangka di mana tindakan sosial berlangsung dan bukan merupakan penentu tindakan itu.

Kedua, organisasi yang demikian dan perubahan yang terjadi di dalamnya yaitu produk dari aktivitas unit-unit yang bertindak dan tidak oleh "kekuatan-kekuatan" yang membuat unit-unit itu berada di luar penjelasan.

Demikian Blumer menyatakan bahwa prasangka sosiologi terhadap struktur telah mengakibatkan diabaikannya tindakan interpretatif yang prosesual.

Interkasionisme simbolis yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah "root images" atau ide-ide dasar, yang sanggup diringkas sebagai berikut:
(1) Masyarakat terdiri dari insan yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.

(2) Interaksi terdiri dari banyak sekali aktivitas insan yang bekerjasama dengan aktivitas insan lain. Interaksi-interaksi non-simbolis meliputi stimulus-respon yang sederhana, menyerupai halnya batuk untuk membersihkan tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis meliputi "penafsiran tindakan". Bila dalam pembicaraan seseorang akal-akalan batuk ketika tidak baiklah dengan pokok-pokok pembicaraan yang diajukan oleh si pembicara, batuk tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang digunakan untuk memberikan penolakan. Bahasa tentu saja simbol berarti yang paling utama.

(3) Objek-objek, tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi-simbolis. Objek-objek sanggup diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yang luas: (a) Objek fisik, menyerupai meja, tanaman atau mobil. (b) Objek sosial menyerupai ibu, guru, menteri, atau teman. (c) Objek ajaib menyerupai nilai-nilai, hak dan peraturan. Blumer membatasi objek sebagai "segala sesuatu yang berkaitan dengannya". Dunia objek "diciptakan, disetujui, ditransformir dan dikesampingkan" lewat interaksi-simbolis. Ilustrasi peranan makna yang diterapkan kepada objek fisik sanggup dilihat dalam perlakuan yang beda terhadap sapi di Amerika Serikat dan di India. Objek (sapi) sama, tetapi di Amerika sapi sanggup berarti makanan, sedang di India sapi dianggap sakral. Bila dilihat dari perspektif lintas kultural, objek-objek fisik yang maknanya kita ambil begitu saja sanggup dianggap terbentuk secara sosial.

(4) Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka sanggup melihat dirinya sebagai objek. Makara seorang perjaka sanggup melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami, dan seorang yang gres saja menjadi ayah. Pandangan terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua objek, lahir di ketika proses interaksi simbolik berlangsung.

(5) Tindakan insan yaitu tindakan interpretatif yang dibentuk oleh insan itu sendiri. Blumer menulis "Pada dasarnya tindakan insan terdiri dari pertimbangan atas banyak sekali hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu meliputi banyak sekali duduk masalah menyerupai cita-cita dan kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diperlukan dari orang lain, citra perihal diri sendiri, dan mungkin hasil dari cara bertindak tertentu"

(6) Tindakan tersebut saling dikaitkan dan diubahsuaikan oleh anggota-anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai "organisasi sosial dari sikap tindakan-tindakan banyak sekali manusia". Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiolog sebagai "kebudayaan" dan "aturan sosial". Sebagian besar pendekatan teoritis Blumer pada interaksionisme simbolis dikembangkan dari penafsirannya terhadap karya Mead*. Akan tetapi Mead* lalai mengetengahkan metode yang tepat bagi penelitian interaksionis simbolis. Pada topik inilah Blumer banyak memberikan perhatiannya.

Prinsip-prinsip Metodologis Empiris
Bagi Blumer, dunia empiris terdiri dari insan beserta banyak sekali aktivitas kehidupan sehari-hari mereka. Pengetahuan sikap yang intim itu hanya sanggup diperoleh melalui observasi tangan pertama dan partisipasi dalam kelompok yang diteliti, ia tidak sanggup diperoleh orang luar yang kurang familiar dan intim dalam mengenal kelompok. Blumer menegaskan bahwa metodologi interaksi-simbolis merupakan pengkajian fenomena sosial secara pribadi "pendekatan yang fundamental untuk mempelajari secara ilmiah kehidupan kelompok dan tingkah laris manusia".


Blumer mengetengahkan dua model pengamatan (inquiry) yang memungkinkan pengkajian fenomena sosial secara langsung: penjelajahan (exploration) merupakan metode fleksibel yang memberi peluang bagi para peneliti "bergerak ke pemahaman yang lebih tepat mengenai bagaimana duduk masalah seseorang harus dikemukakan, mempelajari data apa yang tepat, menyebarkan ide-ide mengenai jalur-jalur kekerabatan bagaimana yang signifikan dan menyebarkan peralatan konseptual seseorang dari sudut apa yang sedang dipelajari mengenai dunia kehidupan". Tujuan utamanya ialah memperoleh citra lebih terang mengenai apa yang sedang terjadi dalam lapangan subjek penelitian, dengan sikap yang selalu waspada atas urgensi menguji dan memperbaiki observasi-observasi. Hasil penjelajahan yang demikian itu ialah apa yang disebut Blumer "pemekaan konsep" atau sensitifiing concepts, yang meminta para peneliti erat dengan apa yang sedang dipelajarinya, lantaran si pemakai konsep tersebut memperoleh "suatu pengertian umum" (a general sense of reference) dan pengarahan dalam mendekati contoh-contoh empiris. Blumer banyak sekali melihat konsep-konsep kebudayaan, lembaga-lembaga, moral, dan kepribadian, sebagai sensitifiing-concepts, lantaran walaupun mereka kurang mempunyai identifikasi yang cukup jelas, konsep tersebut "bersandar pada suatu pengertian umum dari apa yang relevan".

Sensitifiing-concepts yang demikian memungkinkan metode penyelidikan (inquiry) yang kedua: yaitu investigasi (inspection). Lewat metode ini para peneliti menilik konsep-konsep tersebut dari sudut pembuktian empiris. Blumer membandingkan investigasi dengan penanganan objek-objek fisik yang tidak diketahui sebelumnya "kita sanggup mengambil, melihat dan mengamati, membolak-balik, melihat lagi dari banyak sekali sudut, mempertanyakan apa sesungguhnya objek itu, kemudian kembali lagi melihatnya dari sudut permasalahan kita dengan banyak sekali cara percobaan dan pengujian". Karena itu pendekatan Blumer memang benar-benar empiris, tetapi ia mencoba menghindari apa yang dianggapnya sebagai pemandulan pendekatan kuantitatif ekstrim pada penelitian sosiologis, suatu pendekatan yang akan lebih menyesatkan ketimbang mendewasakan sosiologi.


Download di Sini


Sumber
Poloma, Margaret M. 1979. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel