Makna Kehadiran Orang Lain Bagi Saya. Tinjauan Filosofis Gabriel Marcel
Bagaimana korelasi insan dengan sesamanya? Di mana hal tersebut selalu saja menjadi dilema yang dibahasa melalui banyak sekali macam kajian keilmuan sosial hingga pada ketetapan aturan dan bahkan politik. Hakikatnya keilmuan sosial yaitu membahas korelasi tersebut, begitu pun dengan ketetapan aturan serta kontrak-kontrak politis. Hubungan insan dengan sesamanya tidak hanya sekedar menjadi dasar pokok pembahasan dari aneka ragam bidang kehidupan tersebut, tetapi juga merupakan semacam bukti pentingnya eksistensi orang lain bagi kehidupan kita, atau bahkan diri kita sendiri ada dan juga bisa didefinisikan sebagai insan alasannya yaitu ada orang lain. Bagaimana hakikat korelasi insan dengan sesamanya di tengah krisis modernitas atau lebih ekstrimnya lagi proses reifikasi atau alienasi yang dikemukakan oleh Karl Marx* yang menandaskan bahwa sistem kapitalisme telah membekukan korelasi sesama insan menjadi semata korelasi dengan objek benda-benda, ataupun Martin Heidegger* yang berpretensi bahwa dalam masyarakat kapitalisme korelasi sesama insan dibatasi hanya dalam pengertian teknis semata yaitu memperalat ataupun diperalat.
Hakikat insan ataupun misteri keber-ada-an insan tidak akan bisa tampak dengan semestinya kalau tidak diselidiki dari sudut intersubjektivitasnya, yaitu dari sudut korelasi atau korelasi antar-manusia. Ada secara ontologis selalu mempunyai pengertian "Ada-bersama", esse yaitu co-esse. Salah satu kata kunci untuk melukiskan korelasi insan dengan sesamanya yaitu kata "kehadiran" (presence).
Tetapi kata kehadiran itu sendiri belum cukup dan gampang disalah-mengerti. Di sini kita harus melihat bagaimana Gabriel Marcel memakai kata kehadiran tersebut dalam bentuknya yang konkret.
Kata "hadir" dalam konsep tersebut tidak berarti berada di kawasan yang sama. Kata tersebut dihentikan dimengerti secara "objektif", dengan menerapkan kategori-kategori ruang dan waktu. Demikian, barangkali saya berada dengan banyak orang lain dalam bis atau salah satu gerbong kereta api yang sama, tetapi belum berarti bahwa saya "hadir" bagi mereka atau mereka "hadir" bagi saya. Meski mungkin terjadi komunikasi antara dua orang namun hal tersebut bisa jadi tanpa mencapai taraf ke-hadir-an. Mereka bagaikan dua pesawat radio yang satu memancarkan, yang lain menerima. Ada komunikasi tetapi tidak ada kontak yang sungguh-sungguh (communication sans communion). Dua orang gres hadir yang satu bagi yang lainnya jikalau mereka mau mengarahkan diri yang satu kepada yang lainnya dengan cara yang sama sekali berlainan dari cara mereka menghadapi objek-objek atau benda-benda. Demikian, kehadiran hanya sanggup terwujud atau diwujudkan, bila "Aku" berjumpa dengan "Engkau".
Dalam konteks tersebut, "perjumpaan" (recontre) juga merupakan kata yang bagi Marcel mempunyai arti yang khusus. Marcel membedakan korelasi "Aku_Engkau" dengan korelasi "Aku_Ia". Dalam korelasi "Aku_Ia" orang lain tampak bagi saya dalam aspek-aspek fungsionalnya. "Ia" tampak contohnya sebagai kondektur bus, petugas polisi, penjual rokok atau dalam data yang tercantum pada Kartu Tanda Penduduk, artinya "Ia" hadir bagi saya dalam fungsi atau kiprah tertentu. Akan tetapi dalam korelasi "Aku_Engkau" sesama insan hadir bagi saya justru sebagai sesama. Jadi, sesama hadir bagi saya apabila ia lebih dari sekedar salah satu individu di antara individu-individu yang lainnya saja, namun jikalau saya sungguh-sungguh mengadakan kontak dengan ia sebagai persona dengan persona. Demikian "kehadiran" tetap bisa diwujudkan meskipun secara ruang (tempat) dan waktu kita saling berjauhan. Artinya kehadiran tidak selalu berarti berada di kawasan dan waktu yang sama, namun sanggup juga terjadi biarpun kita berjauhan secara ruang (tempat) ataupun waktu.
Konsep "kehadiran" ini direalisasikan secara sangat istimewa dalam cinta. Dalam cinta, "Aku" dan "Engkau" bisa mencapai taraf "Kita". Di mana kesatuan ontologis yang sanggup dicapai dalam "Kita" dalam kasus cinta tersebut melebihi sekedar dari dua orang yang dijumlahkan satu dengan yang lainnya, artinya "Aku" bukanlah satu bab dan "Engkau" bukanlah bab yang lain yang gotong royong disambung menjadi "Kita". Namun dalam kasus cinta, taraf "Kita", "Aku" dan "Engkau" diangkat menjadi suatu kesatuan gres yang mustahil dipisahkan ke dalam dua bagian. Dengan demikian timbullah communion, yaitu suatu bentuk kebersamaan yang sungguh-sungguh komunikatif. Demikian communion ini boleh dianggap sebagai "kehadiran" dalam bentuknya yang paling sempurna, di mana dalam communion dari kasus tersebut peralihan dari eksistensi ke "Ada" sudah selesai.
"Mencintai" selalu mengandung imbauan (invocation) kepada sesama. Dalam cinta "Aku" mengimbau kepada "Engkau" supaya bersatu sebagai "kita". Dan imbauan yang sama keluar juga dari "Engkau" kepada "Aku". Karena itu pada pihak "Aku" perlu juga suatu kesediaan untuk mendengarkan dan menjawab imbauan dari "Engkau". "Aku" harus bersedia untuk keluar dari egoismeku dan membuka diri bagi "Engkau".
Demikian, kebersamaan dalam cinta itu tidak terbatas pada satu dikala saja. Kebersamaan ini berdasarkan kodratnya haruslah berlangsung terus. Karenanya dalam pengalaman cinta terkandung juga bahwa "Aku" mengikat diri (engagement) dan tetap setia (fidelite), dua tema yang sering disinggung Marcel. Kesetiaan ini oleh Marcel disebut sebagai "kesetiaan kreatif". Maksudnya, dalam kehidupan senantiasa berubah atau mengalami pasang surut, kesetiaan kreatif, dalam situasi yang senantiasa berubah tersebut justru sanggup untuk memperbaharui dan memperkokoh cinta kita. Hal tersebut dikarenakan bahwa korelasi "Aku_Engkau" itu bergotong-royong tetap ringkih dan dengan demikian selalu terancam kecenderungan untuk mundur ketaraf "Aku_Ia", dalam hal ini kreativitas dari kesetiaan tetap diperlukan.
Yang sangat menarik, dalam rangka tema "kehadiran" ini Marcel berbicara juga perihal masalah ajal dan kebakaan (kekal). Masalah ini ditempatkannya dalam konteks "kematian orang yang saya cintai", ibarat suami atau istri, anak, sobat akrab, dst. Mencintai, kata Marcel, dengan sendirinya berarti menyampaikan "Engkau takkan mati". Kita sudah membaca sebelumnya bahwa kehadiran yang tampak dalam cinta sanggup mengatasi ruang dan waktu, dengannya setelah ajal orang yang dicintai, kehadiran tersebut tetap berlangsung terus.
Luar biasa, Marcel menyampaikan bahwa bergotong-royong saya tidak kehilangan orang yang saya cintai. Saya hanya kehilangan sesuatu yang saya punya. Di sini Marcel menegaskan bahwa kata mempunyai atau mempunyai bergotong-royong dikhususkan pada objek-objek, contohnya saya mempunyai pensil, saya mempunyai buku, dst. Demikian, kata "kehilangan" hanya pada tempatnya dalam hubungannya dengan objek-objek yang saya miliki. Tentu saja, alasannya yaitu badan insan juga mempunyai aspek objektif, tetapi aliran akan memperkosa persona, seandainya persona disamakan dengan tubuh, kemudian badan itu disamakan dengan objek.
Tanpa bermaksud menyepelekan rasa murung yang kita alami bila ada orang tercinta yang meninggal, Marcel beropini bahwa dengan memandang ajal sebagai kehilangan saja kita berada pada taraf objektivitas yang menandai refleksi pertama. Refleksi kedua akan memperlihatkan bahwa di seberang ajal kehadiran berlangsung terus dengan caranya yang baru. Mengapa contohnya saya alami sebagai pengkhianatan bila saya kurang hormat terhadap orang tercinta yang telah meninggal? Apa bergotong-royong yang dilukai dengan tingkah laris demikian? Yang dilukai ialah kesatuan "Kita" yang masih berlangsung terus. Demikian, kehadiran tidak terbatas pada waktu tertentu, "kehadiran" bersifat langgeng.
Tetapi apakah kebakaan yang disimpulkan di sini tidak semata-mata subjektif? Apakah di sini kita tidak terjerumus dalam wisful thinking? Di sini Marcel membedakan antara keinginan dan harapan. Keinginan berdasarkan kodratnya bersifat egosentris, usahanya ialah memiliki. Saya menginginkan orang lain sejauh ia sanggup menyenangkan atau melayani saya. Akan tetapi impian tidak bersifat egosentris. Harapan tertuju pada "Engkau". Dan impian itu memberi kepastian perihal kebakaan orang tercinta yang telah meninggal. Tentu saja, semuanya itu tidak merupakan bukti untuk immortalitas jiwa dalam arti yang klasik. Marcel hanya membeberkan pengalamannya yang sudah memberi kepastian kepadanya perihal kebakaan orang tercinta yang meninggal.
Download di Sini
Sumber:
Bertens, K. "Filsafat Barat Kontemporer, Prancis". 2001. Gramedia. Jakarta
Baca Juga
1. Gabriel Marcel. Biografi dan Karya
2. Pemikiran Filosofis Gabriel Marcel
3. Gabriel Marcel. Kehadiran
4. Gabriel Marcel. Tubuh sebagai Tubuhku
5. Gabriel Marcel: "Aku Ini Apa?"
6. Gabriel Marcel. Ada dan Mempunyai
7. Gabriel Marcel. Engkau Absolut
8. Gabriel Marcel. Problem dan Misteri
Hakikat insan ataupun misteri keber-ada-an insan tidak akan bisa tampak dengan semestinya kalau tidak diselidiki dari sudut intersubjektivitasnya, yaitu dari sudut korelasi atau korelasi antar-manusia. Ada secara ontologis selalu mempunyai pengertian "Ada-bersama", esse yaitu co-esse. Salah satu kata kunci untuk melukiskan korelasi insan dengan sesamanya yaitu kata "kehadiran" (presence).
Kata "hadir" dalam konsep tersebut tidak berarti berada di kawasan yang sama. Kata tersebut dihentikan dimengerti secara "objektif", dengan menerapkan kategori-kategori ruang dan waktu. Demikian, barangkali saya berada dengan banyak orang lain dalam bis atau salah satu gerbong kereta api yang sama, tetapi belum berarti bahwa saya "hadir" bagi mereka atau mereka "hadir" bagi saya. Meski mungkin terjadi komunikasi antara dua orang namun hal tersebut bisa jadi tanpa mencapai taraf ke-hadir-an. Mereka bagaikan dua pesawat radio yang satu memancarkan, yang lain menerima. Ada komunikasi tetapi tidak ada kontak yang sungguh-sungguh (communication sans communion). Dua orang gres hadir yang satu bagi yang lainnya jikalau mereka mau mengarahkan diri yang satu kepada yang lainnya dengan cara yang sama sekali berlainan dari cara mereka menghadapi objek-objek atau benda-benda. Demikian, kehadiran hanya sanggup terwujud atau diwujudkan, bila "Aku" berjumpa dengan "Engkau".
Dalam konteks tersebut, "perjumpaan" (recontre) juga merupakan kata yang bagi Marcel mempunyai arti yang khusus. Marcel membedakan korelasi "Aku_Engkau" dengan korelasi "Aku_Ia". Dalam korelasi "Aku_Ia" orang lain tampak bagi saya dalam aspek-aspek fungsionalnya. "Ia" tampak contohnya sebagai kondektur bus, petugas polisi, penjual rokok atau dalam data yang tercantum pada Kartu Tanda Penduduk, artinya "Ia" hadir bagi saya dalam fungsi atau kiprah tertentu. Akan tetapi dalam korelasi "Aku_Engkau" sesama insan hadir bagi saya justru sebagai sesama. Jadi, sesama hadir bagi saya apabila ia lebih dari sekedar salah satu individu di antara individu-individu yang lainnya saja, namun jikalau saya sungguh-sungguh mengadakan kontak dengan ia sebagai persona dengan persona. Demikian "kehadiran" tetap bisa diwujudkan meskipun secara ruang (tempat) dan waktu kita saling berjauhan. Artinya kehadiran tidak selalu berarti berada di kawasan dan waktu yang sama, namun sanggup juga terjadi biarpun kita berjauhan secara ruang (tempat) ataupun waktu.
Konsep "kehadiran" ini direalisasikan secara sangat istimewa dalam cinta. Dalam cinta, "Aku" dan "Engkau" bisa mencapai taraf "Kita". Di mana kesatuan ontologis yang sanggup dicapai dalam "Kita" dalam kasus cinta tersebut melebihi sekedar dari dua orang yang dijumlahkan satu dengan yang lainnya, artinya "Aku" bukanlah satu bab dan "Engkau" bukanlah bab yang lain yang gotong royong disambung menjadi "Kita". Namun dalam kasus cinta, taraf "Kita", "Aku" dan "Engkau" diangkat menjadi suatu kesatuan gres yang mustahil dipisahkan ke dalam dua bagian. Dengan demikian timbullah communion, yaitu suatu bentuk kebersamaan yang sungguh-sungguh komunikatif. Demikian communion ini boleh dianggap sebagai "kehadiran" dalam bentuknya yang paling sempurna, di mana dalam communion dari kasus tersebut peralihan dari eksistensi ke "Ada" sudah selesai.
"Mencintai" selalu mengandung imbauan (invocation) kepada sesama. Dalam cinta "Aku" mengimbau kepada "Engkau" supaya bersatu sebagai "kita". Dan imbauan yang sama keluar juga dari "Engkau" kepada "Aku". Karena itu pada pihak "Aku" perlu juga suatu kesediaan untuk mendengarkan dan menjawab imbauan dari "Engkau". "Aku" harus bersedia untuk keluar dari egoismeku dan membuka diri bagi "Engkau".
Demikian, kebersamaan dalam cinta itu tidak terbatas pada satu dikala saja. Kebersamaan ini berdasarkan kodratnya haruslah berlangsung terus. Karenanya dalam pengalaman cinta terkandung juga bahwa "Aku" mengikat diri (engagement) dan tetap setia (fidelite), dua tema yang sering disinggung Marcel. Kesetiaan ini oleh Marcel disebut sebagai "kesetiaan kreatif". Maksudnya, dalam kehidupan senantiasa berubah atau mengalami pasang surut, kesetiaan kreatif, dalam situasi yang senantiasa berubah tersebut justru sanggup untuk memperbaharui dan memperkokoh cinta kita. Hal tersebut dikarenakan bahwa korelasi "Aku_Engkau" itu bergotong-royong tetap ringkih dan dengan demikian selalu terancam kecenderungan untuk mundur ketaraf "Aku_Ia", dalam hal ini kreativitas dari kesetiaan tetap diperlukan.
Yang sangat menarik, dalam rangka tema "kehadiran" ini Marcel berbicara juga perihal masalah ajal dan kebakaan (kekal). Masalah ini ditempatkannya dalam konteks "kematian orang yang saya cintai", ibarat suami atau istri, anak, sobat akrab, dst. Mencintai, kata Marcel, dengan sendirinya berarti menyampaikan "Engkau takkan mati". Kita sudah membaca sebelumnya bahwa kehadiran yang tampak dalam cinta sanggup mengatasi ruang dan waktu, dengannya setelah ajal orang yang dicintai, kehadiran tersebut tetap berlangsung terus.
Luar biasa, Marcel menyampaikan bahwa bergotong-royong saya tidak kehilangan orang yang saya cintai. Saya hanya kehilangan sesuatu yang saya punya. Di sini Marcel menegaskan bahwa kata mempunyai atau mempunyai bergotong-royong dikhususkan pada objek-objek, contohnya saya mempunyai pensil, saya mempunyai buku, dst. Demikian, kata "kehilangan" hanya pada tempatnya dalam hubungannya dengan objek-objek yang saya miliki. Tentu saja, alasannya yaitu badan insan juga mempunyai aspek objektif, tetapi aliran akan memperkosa persona, seandainya persona disamakan dengan tubuh, kemudian badan itu disamakan dengan objek.
Tanpa bermaksud menyepelekan rasa murung yang kita alami bila ada orang tercinta yang meninggal, Marcel beropini bahwa dengan memandang ajal sebagai kehilangan saja kita berada pada taraf objektivitas yang menandai refleksi pertama. Refleksi kedua akan memperlihatkan bahwa di seberang ajal kehadiran berlangsung terus dengan caranya yang baru. Mengapa contohnya saya alami sebagai pengkhianatan bila saya kurang hormat terhadap orang tercinta yang telah meninggal? Apa bergotong-royong yang dilukai dengan tingkah laris demikian? Yang dilukai ialah kesatuan "Kita" yang masih berlangsung terus. Demikian, kehadiran tidak terbatas pada waktu tertentu, "kehadiran" bersifat langgeng.
Tetapi apakah kebakaan yang disimpulkan di sini tidak semata-mata subjektif? Apakah di sini kita tidak terjerumus dalam wisful thinking? Di sini Marcel membedakan antara keinginan dan harapan. Keinginan berdasarkan kodratnya bersifat egosentris, usahanya ialah memiliki. Saya menginginkan orang lain sejauh ia sanggup menyenangkan atau melayani saya. Akan tetapi impian tidak bersifat egosentris. Harapan tertuju pada "Engkau". Dan impian itu memberi kepastian perihal kebakaan orang tercinta yang telah meninggal. Tentu saja, semuanya itu tidak merupakan bukti untuk immortalitas jiwa dalam arti yang klasik. Marcel hanya membeberkan pengalamannya yang sudah memberi kepastian kepadanya perihal kebakaan orang tercinta yang meninggal.
Download di Sini
Sumber:
Bertens, K. "Filsafat Barat Kontemporer, Prancis". 2001. Gramedia. Jakarta
Baca Juga
1. Gabriel Marcel. Biografi dan Karya
2. Pemikiran Filosofis Gabriel Marcel
3. Gabriel Marcel. Kehadiran
4. Gabriel Marcel. Tubuh sebagai Tubuhku
5. Gabriel Marcel: "Aku Ini Apa?"
6. Gabriel Marcel. Ada dan Mempunyai
7. Gabriel Marcel. Engkau Absolut
8. Gabriel Marcel. Problem dan Misteri