Martin Buber. Aliran Filosofis
Berbeda dengan filsafat Rosenzweig*, karya-karya filosofis Buber memperoleh publik besar di dunia Barat dan tidak terbatas pada kalangan Yahudi saja. Yang paling kuat antara karya-karya filosofisnya ialah buku kecil yang berjudul Aku dan Engkau. Jika kita ingin melukiskan isinya, salah satu kesulitan yang kita hadapi ialah bahwa teks aslinya dalam bahasa Jerman memakai kata-kata yang menawarkan nuansa-nuansa halus, yang gampang hilang jikalau diterjemahkan dalam bahasa-bahasa lain.
Menurut Buber insan memiliki dua kekerabatan yang mendasar berbeda: di satu pihak kekerabatan dengan benda-benda dan di lain pihak kekerabatan dengan sesama insan dan Allah. Relasi yang pertama disebut Ich-Es (I-It) dan kekerabatan yang kedua diberi nama Ich-Du (I-Thou). Dalam bahasa Indonesia barangkali sanggup dikatakan Aku-Itu dan Aku-Engkau.
Buber menyampaikan bahwa lantaran dua kekerabatan ini “Aku” sendiri bersifat dwi-ganda, alasannya yaitu “Aku” yang berafiliasi dengan “Itu” berlainan dengan “Aku” yang berafiliasi dengan “Engkau”. Tetapi biarpun relasi-relasi sanggup berbeda, namun “Aku” tidak pernah tanpa relasi; “Aku” tidak pernah merupakan suatu “Aku” yang terisolasi. There is no I as such but only the I of the basic word I-You and the I of the basic word I-It.
Relasi Aku-Itu menandai dunia dari Erfahrung, kata Buber, berarti dunia di mana saya memakai benda-benda, menyusun benda-benda, memperalat benda-benda. Dunia ini ditandai kesewenang-wenangan. Semua di dalam dunia ini diatur berdasarkan kategori-kategori mirip contohnya milik dan penguasaan.
Relasi Aku-Engkau menandai dunia dari Beziehung, berarti dunia di mana Aku menyapa Engkau dan Engkau menyapa Aku, sehingga terjadi obrolan yang sejati. Dalam dunia ini Aku tidak memakai Engkau, tetapi Aku menjumpai Engkau. Perjumpaan merupakan salah satu kategori yang khas bagi dunia ini, mirip juga kategori-kategori cinta dan kebebasan.
Tentu saja selalu mungkin bahwa Engkau diperlakukan sebagai Itu. Kalau begitu, Engkau bagi Aku tidak lagi sesama manusia, melainkan suatu benda: objek yang sanggup saya gunakan atau yang dihentikan mengganggu kesenangan saya. Dalam situasi semacam itu tidak pernah sanggup tumbuh cinta. Dalam situasi semacam itu saya merasa sepi, mirip orang lain juga mencicipi hal yang sama. Tetapi bekerjsama situasi itu tidak sanggup dibenarkan, alasannya yaitu Aku menjadi Aku lantaran Engkau. I require a You to become; becoming I, I say You. Tetapi Buber menyampaikan juga bahwa Engkau mustahil didapatkan dengan mencari. Engkau tampil bagi saya sebagai suatu rahmat.
Sepanjang sejarah manusia, dunia yang ditandai oleh kekerabatan Aku-Engkau semakin menciut dan kekerabatan Aku-Itu semakin menjadi dominan. Dengan anggapan itu Buber ibarat kritik atas kebudayaan modern yang dikemukakan oleh begitu banyak filsuf masa ke-20, khususnya berafiliasi dengan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mematikan relasi-relasi antarmanusia. Apakah kita sedang menuju ke suatu keadaan di mana kekerabatan Aku-Engkau hilang sama sekali? Buber tidak sanggup membenarkan perspektif yang suram itu dan ia mengutip pernyataan Hordelin: Wo eber Gefahr ist, Wachst das Rettende auch (Namun di mana terdapat bahaya, di situ yang menyelamatkan bertambah pula). Seperti sudah kita lihat, Heidegger* mengutip perkataan yang sama dalam konteks yang bekerjsama tidak berbeda banyak.
Relasi Aku-Engkau memuncak dalam kekerabatan Aku dengan Allah sebagai Engkau yang abadi. Extended, the lines of relationship interesct in the eternal You. Melawan tendensi gaib yang meleburkan langsung insan ke dalam Allah, Buber menekankan bahwa pada taraf religius sungguh-sungguh terdapat kekerabatan Aku-Engkau.
Yang mengherankan ialah bahwa insan sebagai Aku sanggup mengadakan korelasi dengan Engkau yang absolut. Allah yaitu Engkau yang mustahil dijadikan Itu. Ia tidak sanggup didefinisikan atau dilukiskan. Manusia hanya sanggup mengenal Allah dalam ketaatan dan kepercayaan. Manusia sanggup membenci Allah atau mengutuki Dia atau berbalik kepada-Nya, jikalau penderitaan sudah tidak tertahankan lagi. Tetapi ia tidak sanggup menciptakan Allah menjadi suatu benda, suatu objek di antara objek-objek. Dalam sejarah, nama Allah sering salah dipakai untuk melaksanakan kejahatan. Juga dalam teologi juga tidak jarang diberi kesan seolah-olah Allah sanggup diperlakukan sebagai objek (Allah yang dijadikan suatu “kebenaran” umpamanya). Tetapi Allah tetap tinggal “Engkau yang Abadi”. The eternal You is You by its very nature, only our nature forces us to draw it into the It-world and It-speech.
Pemikiran filosofis Buber di bidang lain juga sangat dipengaruhi oleh perbedaan mendasar antara Aku-Engkau dan Aku-Itu. Misalnya anutan perihal pendidikan, psikoterapi dan filsafat sosial. Dalam bidang filsafat sosial ia menunjang sosialisme. Tetapi ia menolak sosialisme komunistis yang berdasarkan ia didasarkan pada kekerabatan Aku-Itu. Sosialisme Buber yang diterapkan dalam kibbutz, berharap sanggup mewujudkan kekerabatan Aku-Engkau.
Download di Sini
Baca Juga
Martin Buber. Biografi dan Karya
Sumber.
Bertens, K. 2002. Filsafat Barat Kontemporer; Inggris-Jerman. Gramedia. Jakarta
Menurut Buber insan memiliki dua kekerabatan yang mendasar berbeda: di satu pihak kekerabatan dengan benda-benda dan di lain pihak kekerabatan dengan sesama insan dan Allah. Relasi yang pertama disebut Ich-Es (I-It) dan kekerabatan yang kedua diberi nama Ich-Du (I-Thou). Dalam bahasa Indonesia barangkali sanggup dikatakan Aku-Itu dan Aku-Engkau.
Relasi Aku-Itu menandai dunia dari Erfahrung, kata Buber, berarti dunia di mana saya memakai benda-benda, menyusun benda-benda, memperalat benda-benda. Dunia ini ditandai kesewenang-wenangan. Semua di dalam dunia ini diatur berdasarkan kategori-kategori mirip contohnya milik dan penguasaan.
Relasi Aku-Engkau menandai dunia dari Beziehung, berarti dunia di mana Aku menyapa Engkau dan Engkau menyapa Aku, sehingga terjadi obrolan yang sejati. Dalam dunia ini Aku tidak memakai Engkau, tetapi Aku menjumpai Engkau. Perjumpaan merupakan salah satu kategori yang khas bagi dunia ini, mirip juga kategori-kategori cinta dan kebebasan.
Tentu saja selalu mungkin bahwa Engkau diperlakukan sebagai Itu. Kalau begitu, Engkau bagi Aku tidak lagi sesama manusia, melainkan suatu benda: objek yang sanggup saya gunakan atau yang dihentikan mengganggu kesenangan saya. Dalam situasi semacam itu tidak pernah sanggup tumbuh cinta. Dalam situasi semacam itu saya merasa sepi, mirip orang lain juga mencicipi hal yang sama. Tetapi bekerjsama situasi itu tidak sanggup dibenarkan, alasannya yaitu Aku menjadi Aku lantaran Engkau. I require a You to become; becoming I, I say You. Tetapi Buber menyampaikan juga bahwa Engkau mustahil didapatkan dengan mencari. Engkau tampil bagi saya sebagai suatu rahmat.
Sepanjang sejarah manusia, dunia yang ditandai oleh kekerabatan Aku-Engkau semakin menciut dan kekerabatan Aku-Itu semakin menjadi dominan. Dengan anggapan itu Buber ibarat kritik atas kebudayaan modern yang dikemukakan oleh begitu banyak filsuf masa ke-20, khususnya berafiliasi dengan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mematikan relasi-relasi antarmanusia. Apakah kita sedang menuju ke suatu keadaan di mana kekerabatan Aku-Engkau hilang sama sekali? Buber tidak sanggup membenarkan perspektif yang suram itu dan ia mengutip pernyataan Hordelin: Wo eber Gefahr ist, Wachst das Rettende auch (Namun di mana terdapat bahaya, di situ yang menyelamatkan bertambah pula). Seperti sudah kita lihat, Heidegger* mengutip perkataan yang sama dalam konteks yang bekerjsama tidak berbeda banyak.
Relasi Aku-Engkau memuncak dalam kekerabatan Aku dengan Allah sebagai Engkau yang abadi. Extended, the lines of relationship interesct in the eternal You. Melawan tendensi gaib yang meleburkan langsung insan ke dalam Allah, Buber menekankan bahwa pada taraf religius sungguh-sungguh terdapat kekerabatan Aku-Engkau.
Pemikiran filosofis Buber di bidang lain juga sangat dipengaruhi oleh perbedaan mendasar antara Aku-Engkau dan Aku-Itu. Misalnya anutan perihal pendidikan, psikoterapi dan filsafat sosial. Dalam bidang filsafat sosial ia menunjang sosialisme. Tetapi ia menolak sosialisme komunistis yang berdasarkan ia didasarkan pada kekerabatan Aku-Itu. Sosialisme Buber yang diterapkan dalam kibbutz, berharap sanggup mewujudkan kekerabatan Aku-Engkau.
Download di Sini
Baca Juga
Martin Buber. Biografi dan Karya
Sumber.
Bertens, K. 2002. Filsafat Barat Kontemporer; Inggris-Jerman. Gramedia. Jakarta