Max Weber. Metodologi; Sejarah Dan Sosiologi
Meskipun seorang sarjana hukum, dan meniti karier akademik yang pertama dibidang hukum, karier awalnya didominasi minatnya pada sejarah. Ketika ia tertarik dengan bidang sosiologi, Weber* berusaha memperjelas kekerabatan sosiologi dengan bidang sejarah yang sudah mapan. Weber menjelaskan perbedaan antara sosiologi dengan sejarah:”Sosiologi berusaha merumuskan konsep-konsep tipe dan keseragaman-keseragaman proses empiris yang digeneralisasikan. Itulah yang membedakan sosiologi dari sejarah. Sejarah diorientasikan kepada analisis kausal dan klarifikasi atas tindakan-tindakan individual, struktur-struktur, dan kepribadian-kepribadian yang mempunyai signifikansi budaya” (1921/1963:19). Meskipun perbedaan itu tampak sangat jelas, di dalam karyanya sendiri Weber* bisa menggabungkan keduanya. Sosiologinya diorientasikan kepada pengembangan konsep-konsep yang terang semoga beliau sanggup melaksanakan analisis kausal atas fenomena historis.
Weber* mendefinisikan mekanisme idealnya sebagai “pengaitan niscaya kejadian-kejadian nyata individual yang terjadi di dalam realitas historis kepada kasus-kasus tertentu yang nyata secara historis melalui pengkajian secara seksama data empiris yang telah diseleksi dari sudut-sudut pandang yang spesifik” (1903/19171949:69). Demikian, kita sanggup menganggap Weber* sebagai seorang sosiolog historis.
Pemikiran Weber* mengenai sosiologi dibuat secara mendalam oleh serangkaian perdebatan intelektual (Methodenstreit) yang berkecamuk di Jerman selama zamannya. Yang paling penting dalam perdebatan itu ialah informasi kekerabatan antara sejarah dan ilmu. Terdapat kutub-kutub di dalam perdebatan tersebut. Ada orang-orang (yakni kaum positivis) yang menganggap bahwa sejarah terdiri dari hukum-hukum umum (nomotetik) dan orang-orang (kaum subjektivis) yang mereduksi sejarah menjadi tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa idiosinkratik (idiografik). Weber* menolak kedua ekstrim tersebut, dan dalam proses tersebut ia menyebarkan suatu cara yang khas dalam menangani sosiologi historis. Menurut pandangan Weber*, sejarah terdiri dari peristiwa-peristiwa empiris yang unik; dihentikan ada generalisasi-generalisasi pada level empiris. Oleh lantaran itu, para sosiolog harus memisahkan dunia empiris dari semesta konseptual yang mereka bangun. Konsep-konsep tidak sanggup menangkap sepenuhnya dunia empiris, tetapi sanggup dipakai sebagai piranti heuristik untuk memperoleh pengertian yang lebih baik atas realitas. Dengan konsep-konsep itu, para sosiolog sanggup menyebarkan generalisasi-generalisasi, tetapi generalisasi-generalisasi itu bukan sejarah dan dihentikan dirancukan dengan hal yang empiris.
Meskipun Weber* terang menuju penggeneralisasian, beliau juga menolak para sejarawan yang berusaha mereduksi sejarah menjadi kumpulan aturan yang sederhana: “Karena pengetahuan atas fenomena historis ada di dalam kekonkretannya, maka hukum-hukum yang paling umum ialah yang paling sedikit nilainya lantaran ia tidak mempunyai isi” (1903-1917/1949:80). Sebagai contoh, Weber* menolak seorang sejarawan (Wilhelm Roscher). Roscher beranggapan bahwa sebagai sejarawan, beliau bertugas mencari hukum-hukum evolusi historis suatu bangsa dan percaya bahwa semua bangsa melalui rangkaian tahap-tahap yang khas (1903-1906/1975). Seperti dinyatakan Weber, “Reduksi realitas empiris... menjadi ‘hukum-hukum’ tidak ada artinya” (1903-19171949:80). Dengan perkataan lain: “Suatu ilmu kebudayaan yang sistematik... dengan sendirinya tidak berguna” (Weber, 1903-1917/1949:84). Pandangan itu tercermin di dalam aneka macam studi historis yang spesifik. Contohnya, dalam studinya mengenai peradaban-peradaban kuno, Weber* mengakui bahwa meskipun dalam beberapa hal zaman-zaman yang lebih awal ialah pendahuluan dari hal-hal yang akan datang, “sejarah peradaban Mediteranian/Eropa yang panjang dan berkesinambungan tidak menawarkan siklus-siklus tertutup dan kemajuan linier. Kadang-kadang fenomena peradaban-peradaban kuno telah lenyap sama sekali dan kemudian bersinar kembali dalam konteks yang seluruhnya baru” (1896-1906/1976:366).
Dalam menolak pandangan-pandangan kesarjanaan historis Jerman yang bertentangan itu, Weber* membentuk perspektifnya sendiri yang merupakan penggabungan kedua orientasi itu. Weber* merasa bahwa sejarah (yakni sosiologi historis) sewajarnya memperhatikan baik individualitas maupun generalitas. Penyatuan itu dicapai melalui pengembangan dan pemanfaatan konse-konsep umum (yang kemudian disebut “tipe-tipe ideal”) di dalam studi individu-individu, kejadian-kejadian, atau masyarakat-masyarakat khusus. Konsep-konsep umum itu dipakai “untuk mengenali dan mendefinisikan individualitas tiap perkembangan, sifat-sifat yang membuat perkembangan yang satu disimpulkan dengan cara yang begitu berbeda dari perkembangan yang lain, dengan berbuat demikian, orang sanggup memilih sebab-sebab yang sanggup menimbulkan perbedaan-perbedaan itu” (Weber, 1896-1906/1976:385). Dalam melaksanakan jenis analisis kausal itu, setidaknya pada level sadar, Weber* menolak ilham mencari suatu biro penyebab tunggal di sepanjang sejarah. Sebagai gantinya, beliau memakai perangkat konseptualnya untuk menggolongkan aneka macam faktor yang terlibat di dalam suatu masalah historis terkait dengan signifikansi kausalnya (G. Roth, 1971).
Pandangan Weber* melalui sosiologi historis sebagian dibuat oleh ketersediaan, dan komitmennya pada studi, data historis empiris. Ia ialah generasi sarjana pertama yang mempunyai data yang sudah tersedia yang sanggup dipercaya mengenai fenomena historis di banyak belahan dunia (Mac Rae,1974). Weber* lebih condong menenggelamkan diri di dalam data historis daripada memimpikan generalisasi-generalisasi aneh wacana daya tolak fundamental sejarah. Meskipun hal itu menghasilkan beberapa wawasan penting bagi Weber*, juga membuat masalah-masalah serius dalam memahami karya-karyanya; beliau terlalu sering asyik dengan rincian-rincian historis sehingga tidak lagi melihat alasan-alasan dasar dilakukannya studi historis. Selain itu, cakupan studi-studi historisnya mencakup begitu banyak zaman dan begitu banyak masyarakat sehingga beliau hanya bisa membuat generalisasi-generalisasi yang bernafsu (G.Roth, 1971). Kendati demikian, komitmen Weber* pada studi ilmiah atas fenomena empiris membuat beliau menarik bagi disiplin sosiologi yang sedang berkembang di Amerika Serikat.
Singkatnya, Weber* percaya bahwa sejarah terdiri dari susunan fenomena spesifik yang tidak ada habisnya. Untuk mempelajari fenomena-fenomena itu, perlu dikembangkan suatu varietas konsep yang dirancang bermanfaat bagi riset pada dunia nyata. Sebagaimana berdasarkan aturan umumnya, kiprah sosiologi ialah menyebarkan konsep-konsep tersebut, yang dipergunakan sejarah dalam analisa kausal atas fenomena historis yang spesifik, namun Weber* dan sebagian besar sosiolog dan sejarawan, tidak menaatinya secara ketat. Weber mencoba menggabungkan hal yang spesifik dan umum dalam perjuangan menyebarkan ilmu yang bersikap jujur kepada sifat dasar kehidupan sosial yang rumit.
Download di Sini
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosial; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Baca Juga
1. Max Weber. Biografi
2. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
3. Teori-Teori Sosiologi Sesudah Comte: Mazhab Ekonomi
4. Max Weber. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
5. Max Weber. Sosiologi Substantif
6. Max Weber. Verstehen dan Kausalitas
7. Max Weber. Tindakan Sosial
8. Max Weber. Rasionalisasi
9. Paradigma Sosiologi. Definisi Sosial
10. Max Weber. Struktur-Struktur Otoritas
11. Weber dan Teori Tindakan
12. Max Weber. Tipe-Tipe Ideal
13. Pokok Bahasan Sosiologi
14. Weber dan Teori Tindakan
Pemikiran Weber* mengenai sosiologi dibuat secara mendalam oleh serangkaian perdebatan intelektual (Methodenstreit) yang berkecamuk di Jerman selama zamannya. Yang paling penting dalam perdebatan itu ialah informasi kekerabatan antara sejarah dan ilmu. Terdapat kutub-kutub di dalam perdebatan tersebut. Ada orang-orang (yakni kaum positivis) yang menganggap bahwa sejarah terdiri dari hukum-hukum umum (nomotetik) dan orang-orang (kaum subjektivis) yang mereduksi sejarah menjadi tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa idiosinkratik (idiografik). Weber* menolak kedua ekstrim tersebut, dan dalam proses tersebut ia menyebarkan suatu cara yang khas dalam menangani sosiologi historis. Menurut pandangan Weber*, sejarah terdiri dari peristiwa-peristiwa empiris yang unik; dihentikan ada generalisasi-generalisasi pada level empiris. Oleh lantaran itu, para sosiolog harus memisahkan dunia empiris dari semesta konseptual yang mereka bangun. Konsep-konsep tidak sanggup menangkap sepenuhnya dunia empiris, tetapi sanggup dipakai sebagai piranti heuristik untuk memperoleh pengertian yang lebih baik atas realitas. Dengan konsep-konsep itu, para sosiolog sanggup menyebarkan generalisasi-generalisasi, tetapi generalisasi-generalisasi itu bukan sejarah dan dihentikan dirancukan dengan hal yang empiris.
Meskipun Weber* terang menuju penggeneralisasian, beliau juga menolak para sejarawan yang berusaha mereduksi sejarah menjadi kumpulan aturan yang sederhana: “Karena pengetahuan atas fenomena historis ada di dalam kekonkretannya, maka hukum-hukum yang paling umum ialah yang paling sedikit nilainya lantaran ia tidak mempunyai isi” (1903-1917/1949:80). Sebagai contoh, Weber* menolak seorang sejarawan (Wilhelm Roscher). Roscher beranggapan bahwa sebagai sejarawan, beliau bertugas mencari hukum-hukum evolusi historis suatu bangsa dan percaya bahwa semua bangsa melalui rangkaian tahap-tahap yang khas (1903-1906/1975). Seperti dinyatakan Weber, “Reduksi realitas empiris... menjadi ‘hukum-hukum’ tidak ada artinya” (1903-19171949:80). Dengan perkataan lain: “Suatu ilmu kebudayaan yang sistematik... dengan sendirinya tidak berguna” (Weber, 1903-1917/1949:84). Pandangan itu tercermin di dalam aneka macam studi historis yang spesifik. Contohnya, dalam studinya mengenai peradaban-peradaban kuno, Weber* mengakui bahwa meskipun dalam beberapa hal zaman-zaman yang lebih awal ialah pendahuluan dari hal-hal yang akan datang, “sejarah peradaban Mediteranian/Eropa yang panjang dan berkesinambungan tidak menawarkan siklus-siklus tertutup dan kemajuan linier. Kadang-kadang fenomena peradaban-peradaban kuno telah lenyap sama sekali dan kemudian bersinar kembali dalam konteks yang seluruhnya baru” (1896-1906/1976:366).
Dalam menolak pandangan-pandangan kesarjanaan historis Jerman yang bertentangan itu, Weber* membentuk perspektifnya sendiri yang merupakan penggabungan kedua orientasi itu. Weber* merasa bahwa sejarah (yakni sosiologi historis) sewajarnya memperhatikan baik individualitas maupun generalitas. Penyatuan itu dicapai melalui pengembangan dan pemanfaatan konse-konsep umum (yang kemudian disebut “tipe-tipe ideal”) di dalam studi individu-individu, kejadian-kejadian, atau masyarakat-masyarakat khusus. Konsep-konsep umum itu dipakai “untuk mengenali dan mendefinisikan individualitas tiap perkembangan, sifat-sifat yang membuat perkembangan yang satu disimpulkan dengan cara yang begitu berbeda dari perkembangan yang lain, dengan berbuat demikian, orang sanggup memilih sebab-sebab yang sanggup menimbulkan perbedaan-perbedaan itu” (Weber, 1896-1906/1976:385). Dalam melaksanakan jenis analisis kausal itu, setidaknya pada level sadar, Weber* menolak ilham mencari suatu biro penyebab tunggal di sepanjang sejarah. Sebagai gantinya, beliau memakai perangkat konseptualnya untuk menggolongkan aneka macam faktor yang terlibat di dalam suatu masalah historis terkait dengan signifikansi kausalnya (G. Roth, 1971).
Pandangan Weber* melalui sosiologi historis sebagian dibuat oleh ketersediaan, dan komitmennya pada studi, data historis empiris. Ia ialah generasi sarjana pertama yang mempunyai data yang sudah tersedia yang sanggup dipercaya mengenai fenomena historis di banyak belahan dunia (Mac Rae,1974). Weber* lebih condong menenggelamkan diri di dalam data historis daripada memimpikan generalisasi-generalisasi aneh wacana daya tolak fundamental sejarah. Meskipun hal itu menghasilkan beberapa wawasan penting bagi Weber*, juga membuat masalah-masalah serius dalam memahami karya-karyanya; beliau terlalu sering asyik dengan rincian-rincian historis sehingga tidak lagi melihat alasan-alasan dasar dilakukannya studi historis. Selain itu, cakupan studi-studi historisnya mencakup begitu banyak zaman dan begitu banyak masyarakat sehingga beliau hanya bisa membuat generalisasi-generalisasi yang bernafsu (G.Roth, 1971). Kendati demikian, komitmen Weber* pada studi ilmiah atas fenomena empiris membuat beliau menarik bagi disiplin sosiologi yang sedang berkembang di Amerika Serikat.
Singkatnya, Weber* percaya bahwa sejarah terdiri dari susunan fenomena spesifik yang tidak ada habisnya. Untuk mempelajari fenomena-fenomena itu, perlu dikembangkan suatu varietas konsep yang dirancang bermanfaat bagi riset pada dunia nyata. Sebagaimana berdasarkan aturan umumnya, kiprah sosiologi ialah menyebarkan konsep-konsep tersebut, yang dipergunakan sejarah dalam analisa kausal atas fenomena historis yang spesifik, namun Weber* dan sebagian besar sosiolog dan sejarawan, tidak menaatinya secara ketat. Weber mencoba menggabungkan hal yang spesifik dan umum dalam perjuangan menyebarkan ilmu yang bersikap jujur kepada sifat dasar kehidupan sosial yang rumit.
Download di Sini
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosial; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Baca Juga
1. Max Weber. Biografi
2. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
3. Teori-Teori Sosiologi Sesudah Comte: Mazhab Ekonomi
4. Max Weber. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
5. Max Weber. Sosiologi Substantif
6. Max Weber. Verstehen dan Kausalitas
7. Max Weber. Tindakan Sosial
8. Max Weber. Rasionalisasi
9. Paradigma Sosiologi. Definisi Sosial
10. Max Weber. Struktur-Struktur Otoritas
11. Weber dan Teori Tindakan
12. Max Weber. Tipe-Tipe Ideal
13. Pokok Bahasan Sosiologi
14. Weber dan Teori Tindakan