Taylor Dan Frazer. Teori Evolusi Animisme Dan Magic
Edward Burnett Taylor (1832-1917) dan Sir James George Frazer (1854-1941) ialah seorang perintis antropolog sosial budaya Inggris (Taylor) dan seorang lagi andal folklor Skotlandia yang banyak memakai materi etnografi yang sekaligus termasuk kelompok evolusionisme (Frazer). Jika Taylor populer seorang autodidak yang produktif dengan karyanya Research into the Early History of Mankind and the Development of Civilization (1865), kemudian Primitive Culture: Research into the Development of Mythology, Philosopy, Religion, Language, Art, and Custom (1871) yang menempatkannya sebagai andal teori evolusi budaya dan religi, sedangkan Frazer dengan dua karyanya yang populer adalah Totemism and Exogamy (1910) dan The Golden Bough (1911-1913). Karya yang kedua inilah yang banyak bekerjasama dengan teori agama, magis, dan sihir, yang secara garis besar inti teorinya sebagai berikut:
a. Animisme ialah dogma pada kekuatan eksklusif yang hidup di balik semua benda. Animisme merupakan anutan yang sangat renta dari seluruh agama (Pals, 2001:41).
b. Asal mula religi ialah kesadaran insan akan adanya jiwa, disebabkan dua hal, yaitu (1) perbedaan yang tampak pada insan antara hal-hal yang hidup dan mati. Di situlah insan menyadari pentingnya jiwa dari rasa takut atau hantu; (2) kejadian mimpi, di mana ia melihat dirinya di daerah yang lain (bukan daerah ia tidur atau mimpi) yang menimbulkan insan membedakan antara badan jasmani dan rohani atau jiwa (Taylor, 1871/1903;429).
c. Manusia memecahkan beberapa problem hidupnya selalu dengan nalar dan sistem pengetahuannya. Akan tetapi, kemampuan nalar dan sistem pengetahuan insan terbatas maka ia pun memakai magis atau ilmu gaib. Dalam pandangan Frazer semua tindakan insan untuk mencapai maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada di alam, serta seluruh kompleks yang ada di belakangnya.
d. Ilmu mistik mulanya hanya untuk mengatasi pemecahan kasus hidup insan yang berada di luar kemampuan nalar dan sistem pengetahuannya, dikala itu agama (religi) belum ada.
e. Karena penggunaan magic tidak selalu berhasil (bahkan kebanyakan gagal) maka mulailah ia yakin bahwa alam semesta dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia. Dari anggapan ini, kemudian insan berusaha menjalin kekerabatan dengan makhluk halus itu dan timbullah agama (Koentjaraningrat, 1987:54).
f. Antara agama dan magic itu berbeda. Agama sebagai cara mengambil hati untuk menenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia, yang berdasarkan dogma membimbing dan mengendalikan nasib kehidupan insan (Frazer,1932:693). Sedangkan magic dilihatnya sebagai perjuangan untuk memanipulasikan hukum-hukum alam tertentu yang dipahami. Jadi, magic semacam ilmu pengetahuan semu (pseudoscience), berbeda dengan ilmu pengetahuan modern lantaran konsepsinya yang salah ihwal sifat dasar aturan tertentu yang mengatur urutan terjadinya peristiwa.
g. Magic mempunyai dua prinsip utama. Pertama, like produce like (persamaan menjadikan persamaan) disebutnya magic simpatetis. Misalnya, di Burma cowok yang ditolak cintanya ia akan memesan boneka yang seolah-olah dengan rupa pacarnya kepada tukang sihir. Jika boneka itu dilempar ke dalam air yang disertai dengan guna-guna tertentu, si gadis penolak akan gila. Dengan demikian, nasib si gadis akan serupa atau sama dengan nasib si boneka sebagai tiruannya. Kedua, prinsip magic senggol (contagious magic), yaitu benda atau insan yang pernah saling berhubungan, gotong royong sanggup saling memengaruhi, kendatipun hanya seutas rambut, kuku, gigi, dan sebagainya. Sebagai contoh, suku Basuto di Afrika Selatan akan hati-hati mencabut giginya jangan hingga kesenggol oleh orang lain yang sanggup menyalahgunakan maksudnya.
Download di Sini
Sumber.
Supardan, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta.
Baca Juga
1. Mengenang Evolusi Kreatif Charles Darwin
2. J.J. Bachoven. Teori Evolusi Keluarga
3. Lewis H. Morgan. Teori Evolusi Kebudayaan
a. Animisme ialah dogma pada kekuatan eksklusif yang hidup di balik semua benda. Animisme merupakan anutan yang sangat renta dari seluruh agama (Pals, 2001:41).
b. Asal mula religi ialah kesadaran insan akan adanya jiwa, disebabkan dua hal, yaitu (1) perbedaan yang tampak pada insan antara hal-hal yang hidup dan mati. Di situlah insan menyadari pentingnya jiwa dari rasa takut atau hantu; (2) kejadian mimpi, di mana ia melihat dirinya di daerah yang lain (bukan daerah ia tidur atau mimpi) yang menimbulkan insan membedakan antara badan jasmani dan rohani atau jiwa (Taylor, 1871/1903;429).
c. Manusia memecahkan beberapa problem hidupnya selalu dengan nalar dan sistem pengetahuannya. Akan tetapi, kemampuan nalar dan sistem pengetahuan insan terbatas maka ia pun memakai magis atau ilmu gaib. Dalam pandangan Frazer semua tindakan insan untuk mencapai maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada di alam, serta seluruh kompleks yang ada di belakangnya.
d. Ilmu mistik mulanya hanya untuk mengatasi pemecahan kasus hidup insan yang berada di luar kemampuan nalar dan sistem pengetahuannya, dikala itu agama (religi) belum ada.
e. Karena penggunaan magic tidak selalu berhasil (bahkan kebanyakan gagal) maka mulailah ia yakin bahwa alam semesta dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia. Dari anggapan ini, kemudian insan berusaha menjalin kekerabatan dengan makhluk halus itu dan timbullah agama (Koentjaraningrat, 1987:54).
f. Antara agama dan magic itu berbeda. Agama sebagai cara mengambil hati untuk menenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia, yang berdasarkan dogma membimbing dan mengendalikan nasib kehidupan insan (Frazer,1932:693). Sedangkan magic dilihatnya sebagai perjuangan untuk memanipulasikan hukum-hukum alam tertentu yang dipahami. Jadi, magic semacam ilmu pengetahuan semu (pseudoscience), berbeda dengan ilmu pengetahuan modern lantaran konsepsinya yang salah ihwal sifat dasar aturan tertentu yang mengatur urutan terjadinya peristiwa.
g. Magic mempunyai dua prinsip utama. Pertama, like produce like (persamaan menjadikan persamaan) disebutnya magic simpatetis. Misalnya, di Burma cowok yang ditolak cintanya ia akan memesan boneka yang seolah-olah dengan rupa pacarnya kepada tukang sihir. Jika boneka itu dilempar ke dalam air yang disertai dengan guna-guna tertentu, si gadis penolak akan gila. Dengan demikian, nasib si gadis akan serupa atau sama dengan nasib si boneka sebagai tiruannya. Kedua, prinsip magic senggol (contagious magic), yaitu benda atau insan yang pernah saling berhubungan, gotong royong sanggup saling memengaruhi, kendatipun hanya seutas rambut, kuku, gigi, dan sebagainya. Sebagai contoh, suku Basuto di Afrika Selatan akan hati-hati mencabut giginya jangan hingga kesenggol oleh orang lain yang sanggup menyalahgunakan maksudnya.
Download di Sini
Sumber.
Supardan, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta.
Baca Juga
1. Mengenang Evolusi Kreatif Charles Darwin
2. J.J. Bachoven. Teori Evolusi Keluarga
3. Lewis H. Morgan. Teori Evolusi Kebudayaan