Hasan Hanafi. Ajaran Dan Karya
Jurnal al-Yasar al-Islami oleh banyak pengamat dinilai sebagai kelanjutan al-Urwah al-Wusqa (Ikatan yang Kokoh) yang diterbitkan Jamaludin al-Afgani* dan Muhammad Abduh* pada tahun 1884 di Paris, dilihat dari segi keterkaitannya dengan gagasan melawan kolonialisme dan mengatasi keterbelakangan umat. Gagasan Kiri Islam ini tidak lain merupakan respons Hasan Hanafi atas tantangan Barat yang muncul dalam bentuk imperialisme, zionisme, dan kapitalisme. Menurutnya, dunia Islam berada di bawah dominasi imperialisme kultural Barat. Karena itu, kiprah umat Islam ialah berjuang melawan dominasi itu. Meskipun ia menyerap ilmu-ilmu, metodologi, dan pemikiran Barat, konsep Kiri Islam yang dibawanya tidak terpengaruh oleh Barat. Bahkan, tujuan Kiri Islam berdasarkan Hasan Hanafi ialah untuk mengembalikan Barat pada batas-batas alamiahnya dan mengakhiri mitos yang meyakini Barat sebagai sentra peradaban dunia.
Bagi Hasan Hanafi, penggunaan nama “kiri” sangat penting alasannya dalam gambaran akademik, “kiri” mempunyai konotasi perlawanan dan kritisisme. Hasan Hanafi dengan tegas menyatakan bahwa Kiri Islam ialah hasil positif dari Revolusi Islam Iran yang merupakan salah satu respons Islam terhadap Barat. Kiri Islam juga merupakan resultan dari gerakan-gerakan kaum muslimin di Afganistan, Melayu, Filipina, Pakistan, dan revolusi Aljazair untuk memunculkan Islam sebagai khazanah nasional, yang memelihara otensitas dan kreativitas kaum muslimin, memperjuangkan kepentingan mereka, dan mendinamisasi rakyat muslim di setiap tempat. Karena itu, esensi Islam Kiri ialah pencurahan segala potensi untuk menghadapi puncak problematika zaman ini: berupa imperialisme, zionisme, dan kapitalisme yang merupakan bahaya eksternal, serta kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan yang merupakan bahaya internal.
Gagasan Kiri Islam telah mencuatkan nama Hasan Hanafi ke dunia intelektual Islam kontemporer. Ia lalu banyak diundang di forum-forum internasional untuk memberikan pikiran-pikirannya mengenai kebangkitan Islam. Antara lain ia memberikan makalah “Min al-Aqidah ila as-Saurah (Dari Akidah ke Revolusi) pada seminar ihwal Islam di Cordoba, Spanyol, 1985; “Ideologi Pembangunan” pada konvensi tahunan ke-23 Internasional Studies Association, Cincinnati, Ohio, USA, 1982; “Tasawuf dan Pembangunan” pada seminar UNESCO, 1985; dan “Revolusi Transendensi” pada seminar di Tokyo, Jepang, 1987.
Kontribusi Hasan Hanafi dalam dunia pendidikan terbukti dari sejumlah karya yang dihasilkannya, seperti: (1) Qadaya Mu’asirah (Problem Kehidupan Modern), Beirut, 1982; (2) The Education of Human Race, Translation and Introduction (Pendidikan Manusia, Suatu Pengantar), Cairo, 1977; (3) Religious Challenge and Culture Domination (Tantangan Keagamaan dan Dominasi Kebudayaan), Cairo, 1977; (4) Tradition and Modernism (Tradisi dan Modernisme), Cairo 1980; (5) al-Juzur at-Tarikhiyyah li Azma hal-Hurriyyah wa ad-Dimuqratiyyah fi Wijdanina al-Mu’asir (Pulau-pulau yang Bersejarah bagi Krisis Kebebasan dan Demokrasi dalam Suka Cita Masa Kini), Cairo, 1979; (6) Mysticism and Development (Mistisisme dan Pembangunan), Cairo, 1986; (7) Limaza Gaba Mabhas al-Insan fi Turas al-Qadim (Mengapa Tidak Tampak Pembahasan Mengenai Manusia pada Kitab-Kitab Klasik), Cairo, 1986; (8) The Relevance of the Islamic Alternative in Egypt (Relevansi Alternatif Islam di Mesir), Cairo, 1982; (9) Hal Yajuz Sar’an as-Sulh ma’a Bani Isra’il (Bolehkah Kita Segera Mengadakan Perjanjian Damai dengan Bani Israil), Cairo, 1981; (10) al-Muslimin fi Asiya (muslimin di Asia), Cairo, 1981; (11) al-Aql wa an-Naql (Akal dan Wahyu), Cairo, 1981; dan (12) Min al-Aqidah ila as-Sunnah; Muhawalah li I’adah Bina Ilm Usul ad-Din (Dari Aqidah Sampai Revolusi, Suatu Upaya Membangun Kembali Ilmu Usuluddin), Beirut, 1985.
Isi tulisan-tulisan Hasan Hanafi membawa kita pada suatu gambaran ihwal kerangka metodologi dan postmodernisme Islam. Pemikirannya beranjak dari aliran yang paling fundamental dalam Islam, yaitu tauhid. Menurutnya, hal pertama dan utama yang harus dilakukan untuk membangun kembali peradaban Islam ialah pembangunan kembali semangat tauhid alasannya tauhid merupakan asal seluruh pengetahuan. Menurutnya, Islam bukan berarti tunduk atau menghamba, melainkan lebih merupakan revolusi transendental terhadap struktur kesadaran individu, tatanan sosial, dan sejarah yang dinamis.
Dari pemikiran Hasan Hanafi di atas tergambar peranannya sebagai pemikir revolusioner, sekaligus seorang reformis tradisi intelektual Islam klasik.
Download
Baca Juga
1. Hasan Hanafi. Sekilas Biografi dan Karya
2. Hasan Hanafi. Esensi Islam
3. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Prinsip Universal: Transendensi
4. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Kode Etik Universal: Perilaku yang Baik
5. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Aksi yang Menyatu bagi Kelangsungan Hidup Manusia
Sumber
Suplemen Ensiklopedi Islam Diterbitkan Oleh PT. Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta Tahun 1996
Bagi Hasan Hanafi, penggunaan nama “kiri” sangat penting alasannya dalam gambaran akademik, “kiri” mempunyai konotasi perlawanan dan kritisisme. Hasan Hanafi dengan tegas menyatakan bahwa Kiri Islam ialah hasil positif dari Revolusi Islam Iran yang merupakan salah satu respons Islam terhadap Barat. Kiri Islam juga merupakan resultan dari gerakan-gerakan kaum muslimin di Afganistan, Melayu, Filipina, Pakistan, dan revolusi Aljazair untuk memunculkan Islam sebagai khazanah nasional, yang memelihara otensitas dan kreativitas kaum muslimin, memperjuangkan kepentingan mereka, dan mendinamisasi rakyat muslim di setiap tempat. Karena itu, esensi Islam Kiri ialah pencurahan segala potensi untuk menghadapi puncak problematika zaman ini: berupa imperialisme, zionisme, dan kapitalisme yang merupakan bahaya eksternal, serta kemiskinan, ketertindasan dan keterbelakangan yang merupakan bahaya internal.
Gagasan Kiri Islam telah mencuatkan nama Hasan Hanafi ke dunia intelektual Islam kontemporer. Ia lalu banyak diundang di forum-forum internasional untuk memberikan pikiran-pikirannya mengenai kebangkitan Islam. Antara lain ia memberikan makalah “Min al-Aqidah ila as-Saurah (Dari Akidah ke Revolusi) pada seminar ihwal Islam di Cordoba, Spanyol, 1985; “Ideologi Pembangunan” pada konvensi tahunan ke-23 Internasional Studies Association, Cincinnati, Ohio, USA, 1982; “Tasawuf dan Pembangunan” pada seminar UNESCO, 1985; dan “Revolusi Transendensi” pada seminar di Tokyo, Jepang, 1987.
Kontribusi Hasan Hanafi dalam dunia pendidikan terbukti dari sejumlah karya yang dihasilkannya, seperti: (1) Qadaya Mu’asirah (Problem Kehidupan Modern), Beirut, 1982; (2) The Education of Human Race, Translation and Introduction (Pendidikan Manusia, Suatu Pengantar), Cairo, 1977; (3) Religious Challenge and Culture Domination (Tantangan Keagamaan dan Dominasi Kebudayaan), Cairo, 1977; (4) Tradition and Modernism (Tradisi dan Modernisme), Cairo 1980; (5) al-Juzur at-Tarikhiyyah li Azma hal-Hurriyyah wa ad-Dimuqratiyyah fi Wijdanina al-Mu’asir (Pulau-pulau yang Bersejarah bagi Krisis Kebebasan dan Demokrasi dalam Suka Cita Masa Kini), Cairo, 1979; (6) Mysticism and Development (Mistisisme dan Pembangunan), Cairo, 1986; (7) Limaza Gaba Mabhas al-Insan fi Turas al-Qadim (Mengapa Tidak Tampak Pembahasan Mengenai Manusia pada Kitab-Kitab Klasik), Cairo, 1986; (8) The Relevance of the Islamic Alternative in Egypt (Relevansi Alternatif Islam di Mesir), Cairo, 1982; (9) Hal Yajuz Sar’an as-Sulh ma’a Bani Isra’il (Bolehkah Kita Segera Mengadakan Perjanjian Damai dengan Bani Israil), Cairo, 1981; (10) al-Muslimin fi Asiya (muslimin di Asia), Cairo, 1981; (11) al-Aql wa an-Naql (Akal dan Wahyu), Cairo, 1981; dan (12) Min al-Aqidah ila as-Sunnah; Muhawalah li I’adah Bina Ilm Usul ad-Din (Dari Aqidah Sampai Revolusi, Suatu Upaya Membangun Kembali Ilmu Usuluddin), Beirut, 1985.
Isi tulisan-tulisan Hasan Hanafi membawa kita pada suatu gambaran ihwal kerangka metodologi dan postmodernisme Islam. Pemikirannya beranjak dari aliran yang paling fundamental dalam Islam, yaitu tauhid. Menurutnya, hal pertama dan utama yang harus dilakukan untuk membangun kembali peradaban Islam ialah pembangunan kembali semangat tauhid alasannya tauhid merupakan asal seluruh pengetahuan. Menurutnya, Islam bukan berarti tunduk atau menghamba, melainkan lebih merupakan revolusi transendental terhadap struktur kesadaran individu, tatanan sosial, dan sejarah yang dinamis.
Dari pemikiran Hasan Hanafi di atas tergambar peranannya sebagai pemikir revolusioner, sekaligus seorang reformis tradisi intelektual Islam klasik.
Download
Baca Juga
1. Hasan Hanafi. Sekilas Biografi dan Karya
2. Hasan Hanafi. Esensi Islam
3. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Prinsip Universal: Transendensi
4. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Kode Etik Universal: Perilaku yang Baik
5. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Aksi yang Menyatu bagi Kelangsungan Hidup Manusia
Sumber
Suplemen Ensiklopedi Islam Diterbitkan Oleh PT. Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta Tahun 1996