C. Wright Mills. Studi Perihal Kekuasaan
Selama tahun 1950-an, Mills* mengetengahkan apa yang dianggapnya sebagai serangkaian beban berat dan informasi zaman—mulai dari Kuba yang dipimpin Castro hingga pada kemungkinan perang dunia ketiga. Salah satu duduk masalah yang dibesar-besarkan Mills dalam membahas “beban” itu, dan untuk ketika ini muncul sebagai duduk masalah yang sangat relevan, ialah studi wacana kekuasaan. Kehidupan sosial dilihat Mills sebagai pertarungan kekuasaan yang tanpa akhir—kadang-kadang berupa konfrontasi fisik berupa perang, tetapi lebih sering ialah usaha politis dan simbolis. Kadang kala Mills lebih tertarik pada duduk masalah pengambilan keputusan dan struktur kekuasaan ketimbang pada duduk masalah kekuasaan memaksa (coercive power), yang merupakan “bentuk simpulan dari kekuasaan”. Dengan mengukuhkan studinya secara tegas pada perspektif historis, Mills* (1963:25) menulis: “Saya harus menyampaikan bahwa “manusia bebas menciptakan sejarahnya”, tetapi beberapa dari mereka ternyata jauh lebih bebas dibanding yang lain, alasannya ialah kebebasan yang demikian memerlukan jalur masuk biar hingga pada sarana-sarana keputusan dan kekuasaan dengan apa sejarah itu dibuat”.
Perlu diingat bahwa Mills (yang wafat tahun 1963) menulis persis di zaman keemasan kaum fungsionalis struktural. Di masa itu perspektif konflik, bahkan juga strukturalisme konflik, tidak begitu populer. Sebagai gantinya jatuh pada sosiologi non-evaluasi, sosiologi bebas-nilai, yang tetap jauh dari masalah-masalah yang ada ketika itu. Walaupun Mills* tertarik mempelajari masyarakat secara ilmiah, namun beliau menegaskan bahwa sarjana sosial harus selalu berkaitan dengan sosiologi dalam menangani masalah-masalah masyarakat yang mendesak. Dia percaya bahwa sebagai seorang sarjana sosial, sosiolog selayaknya prihatin atas terjadinya perbedaan kualitas kehidupan insan zaman itu. Horowitz (1965:17) meringkas keprihatinan sosiologis Mills* itu sebagai berikut: “Semangat untuk mengembalikan sosiologi kepada masyarakat dari mana beliau berasal, bergotong-royong merupakan tindakan deprofesionalisasi sosiologi. Berdasarkan atas pendapat Mills bahwa pada dasarnya, insan memang tidak rasional, makhluk yang hanya tanggap pada impuls, slogan politik, status, simbol dan sebagainya, untuk ini sosiologi menyediakan sarana sebagai pembuang sifat egois, picik, dan pujian (yang tak layak) pada dongeng; dan ketika insan tumbuh dewasa, sosiologi menolongnya untuk “mengetahui di mana beliau berada”, ke mana boleh pergi, dan apa—jika ada—yang sanggup dilakukan ketika ini sebagai sejarah dan di masa depan sebagai pertanggungjawaban”.
Tulisan Mills bertujuan untuk diterapkan pada dan untuk menjelmakan perubahan. Menurut Mills* insan sering tidak rasional, dan kiprah sosiologi ialah mengungkapkan hal yang tidak rasional ini. Melalui klarifikasi yang demikian, mungkin tanggapan insan yang tidak rasional pada aneka macam impuls, slogan politik dan simbol status tersebut akan berkurang. Dalam konteks inilah Mills menulis aneka macam karangan mengenai politik dan kekuasaan, melaksanakan studi mengenai White-Collar Workers, dan menulis risalah wacana para pemegang kekuasaan.
Download
Sumber
Poloma, Margaret. M. 2007. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta
Baca Juga
1. C. Wright Mills. Biografi
2. C. Wright Mills. Sosiologi Radikal di Amerika
3. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
4. Pokok Bahasan Sosiologi
5. C. Wright Mills. Imajinasi Sosiologis, Perpaduan Psikologi Sosial dengan Strukturalisme Konflik
6. C. Wright Mills. Dasar Psikologi Sosial
Perlu diingat bahwa Mills (yang wafat tahun 1963) menulis persis di zaman keemasan kaum fungsionalis struktural. Di masa itu perspektif konflik, bahkan juga strukturalisme konflik, tidak begitu populer. Sebagai gantinya jatuh pada sosiologi non-evaluasi, sosiologi bebas-nilai, yang tetap jauh dari masalah-masalah yang ada ketika itu. Walaupun Mills* tertarik mempelajari masyarakat secara ilmiah, namun beliau menegaskan bahwa sarjana sosial harus selalu berkaitan dengan sosiologi dalam menangani masalah-masalah masyarakat yang mendesak. Dia percaya bahwa sebagai seorang sarjana sosial, sosiolog selayaknya prihatin atas terjadinya perbedaan kualitas kehidupan insan zaman itu. Horowitz (1965:17) meringkas keprihatinan sosiologis Mills* itu sebagai berikut: “Semangat untuk mengembalikan sosiologi kepada masyarakat dari mana beliau berasal, bergotong-royong merupakan tindakan deprofesionalisasi sosiologi. Berdasarkan atas pendapat Mills bahwa pada dasarnya, insan memang tidak rasional, makhluk yang hanya tanggap pada impuls, slogan politik, status, simbol dan sebagainya, untuk ini sosiologi menyediakan sarana sebagai pembuang sifat egois, picik, dan pujian (yang tak layak) pada dongeng; dan ketika insan tumbuh dewasa, sosiologi menolongnya untuk “mengetahui di mana beliau berada”, ke mana boleh pergi, dan apa—jika ada—yang sanggup dilakukan ketika ini sebagai sejarah dan di masa depan sebagai pertanggungjawaban”.
Tulisan Mills bertujuan untuk diterapkan pada dan untuk menjelmakan perubahan. Menurut Mills* insan sering tidak rasional, dan kiprah sosiologi ialah mengungkapkan hal yang tidak rasional ini. Melalui klarifikasi yang demikian, mungkin tanggapan insan yang tidak rasional pada aneka macam impuls, slogan politik dan simbol status tersebut akan berkurang. Dalam konteks inilah Mills menulis aneka macam karangan mengenai politik dan kekuasaan, melaksanakan studi mengenai White-Collar Workers, dan menulis risalah wacana para pemegang kekuasaan.
Download
Sumber
Poloma, Margaret. M. 2007. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta
Baca Juga
1. C. Wright Mills. Biografi
2. C. Wright Mills. Sosiologi Radikal di Amerika
3. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
4. Pokok Bahasan Sosiologi
5. C. Wright Mills. Imajinasi Sosiologis, Perpaduan Psikologi Sosial dengan Strukturalisme Konflik
6. C. Wright Mills. Dasar Psikologi Sosial