Kota
Konsep kota bahwasanya merujuk pada fenomena yang sangat bervariasi sesuai dengan perbedaan sejarah dan wilayahnya. Namun, secara umum istilah kota yakni tempat di wilayah tertentu yang dihuni oleh cukup banyak orang dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Studi ihwal masyarakat kota tidak hanya terbatas menelaah masyarakat secara luas, namun juga karakteristik tertentu dari kehidupan internalnya (Hannerz, 2000:110).
Dilihat dari sejarahnya, budaya perkotaan bermula di enam tempat pusat peradaban kuno yang terpisah, yakni Mesopotamia, Lembah Sungai Nil, Lembah Sungai Indus, Cina Utara, Meso-Amerika, Pegunungan Andes, dan Yorubaland di Afrika Barat (Wheatley, 1971). Di pusat-pusat pemukiman itulah sentral monarki dan forum keagamaan yang masing-masing mempunyai sifat manajemen dan pengawal resmi berkuasa mengendalikan dan memanfaatkan para petani dan penduduk di tempat-tempat sekitarnya. Selain itu, bangunan-bangunan pusat budaya berubah menjadi serangkaian kompleks arsitektur monumental yang mencakup candi, istana, gedung peradilan, pasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, kota-kota di zaman Graeco-Roman dipenuhi oleh kaum elite pemilik tanah dan panglima perang yang segala aktivitasnya ditunjang oleh ribuan budak (Hannerz, 2000: 111).
Seorang sejarawan Belgia yang memusatkan perhatiannya pada kota-kota renta yakni Henri Pirenne yang banyak meneliti kota-kota renta di Eropa pada Abad Pertengahan. Kemudian tokoh lainnya yakni Max Weber*, seorang sosiolog yang dipengaruhi oleh pedoman filsafat historisme menyebarkan suatu tipe kota ideal dalam karyanya yang berjudul The City (1958 [1921). Pengertian ideal di sini yakni suatu komunitas perkotaan dengan pasar sebagai institusi sentralnya yang ditunjang oleh sistem manajemen dan aturan yang otonom. Weber* pun membandingkan antara kota-kota di Eropa dengan kota-kota Timur. Menurutnya, kota-kota Timur lebih terfragmentasi secara internal dan lebih terkait secara integratif dengan manajemen kerajaan.
Namun, perubahan-perubahan urbanisme kini dan mungkin juga masa yang akan datang, secara kompleks akan dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi, ekonomi, dan teknologi. Buktinya, pada masa dua puluh kita telah menyaksikan suatu perkembangan perkotaan yang amat cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya. Konsep-konsep Megapolis dan Canurbation merupakan konsep gres yang merebak pada fenomena perkotaan di Dunia Barat dan non-Barat. Begitu pun model-model transportasi serta komunikasi dalam masa globalisasi ini menjadi trend gres dalam tata kota modern yang menarik perhatian (Hannerz, 2000:113).
Download
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta
Dilihat dari sejarahnya, budaya perkotaan bermula di enam tempat pusat peradaban kuno yang terpisah, yakni Mesopotamia, Lembah Sungai Nil, Lembah Sungai Indus, Cina Utara, Meso-Amerika, Pegunungan Andes, dan Yorubaland di Afrika Barat (Wheatley, 1971). Di pusat-pusat pemukiman itulah sentral monarki dan forum keagamaan yang masing-masing mempunyai sifat manajemen dan pengawal resmi berkuasa mengendalikan dan memanfaatkan para petani dan penduduk di tempat-tempat sekitarnya. Selain itu, bangunan-bangunan pusat budaya berubah menjadi serangkaian kompleks arsitektur monumental yang mencakup candi, istana, gedung peradilan, pasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, kota-kota di zaman Graeco-Roman dipenuhi oleh kaum elite pemilik tanah dan panglima perang yang segala aktivitasnya ditunjang oleh ribuan budak (Hannerz, 2000: 111).
Seorang sejarawan Belgia yang memusatkan perhatiannya pada kota-kota renta yakni Henri Pirenne yang banyak meneliti kota-kota renta di Eropa pada Abad Pertengahan. Kemudian tokoh lainnya yakni Max Weber*, seorang sosiolog yang dipengaruhi oleh pedoman filsafat historisme menyebarkan suatu tipe kota ideal dalam karyanya yang berjudul The City (1958 [1921). Pengertian ideal di sini yakni suatu komunitas perkotaan dengan pasar sebagai institusi sentralnya yang ditunjang oleh sistem manajemen dan aturan yang otonom. Weber* pun membandingkan antara kota-kota di Eropa dengan kota-kota Timur. Menurutnya, kota-kota Timur lebih terfragmentasi secara internal dan lebih terkait secara integratif dengan manajemen kerajaan.
Namun, perubahan-perubahan urbanisme kini dan mungkin juga masa yang akan datang, secara kompleks akan dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi, ekonomi, dan teknologi. Buktinya, pada masa dua puluh kita telah menyaksikan suatu perkembangan perkotaan yang amat cepat dan belum pernah terjadi sebelumnya. Konsep-konsep Megapolis dan Canurbation merupakan konsep gres yang merebak pada fenomena perkotaan di Dunia Barat dan non-Barat. Begitu pun model-model transportasi serta komunikasi dalam masa globalisasi ini menjadi trend gres dalam tata kota modern yang menarik perhatian (Hannerz, 2000:113).
Download
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta