Mortalitas
Konsep mortalitas merujuk pada rangkuman tingkat maut kotor rata-rata (crude death rate disingkat CDR) penduduk, yaitu jumlah maut per tahun per seribu penduduk (Ewbank, 2000: 684). Rangkuman yang sederhana tersebut mengukur imbas mortalitas pada laju pertumbuhan penduduk. Mortalitas atau CDR dipengaruhi oleh distribusi umum dari populasi. Oleh alasannya ialah itu, tidak akan banyak mempunyai kegunaan membandingkan mortalitas pada masyarakat yang mempunyai tingkat fertilitas yang berbeda atau pada masyarakat yang terpengaruh oleh migrasi.
Perhitungan yang lebih akurat ialah dengan memakai tingkat maut umur tertentu (angka maut tahunan dalam kelompok umur tertentu). Ukuran yang dipakai ialah angka maut bayi (IMR = infant mortality rate). IMR selama setahun ialah angka maut bayi (yaitu maut bayi yang terjadi sebelum bayi memasuki tahun pertama) selama satu tahun per seribu kelahiran dalam tahun yang sama. Bagi para pengikut kelahiran hidup (live births), IMR ialah proporsi bayi yang mati sebelum setahun. IMR yang bervariasi dari yang rendah, yaitu sekitar 5 hingga lebih dari 300 per seribu kelahiran. IMR sering dipakai sebagai indikator mortalitas dari keseluruhan masyarakat alasannya ialah asumsi maut bayi lebih sanggup mengemban amanah daripada asumsi maut dewasa.
Penurunan mortalitas mendorong terjadinya perubahan dalam struktur sosial. Sebagai contoh, masyarakat dengan tingkat mortalitas tinggi, mempunyai proporsi penduduk janda dan anak yatim piatu yang besar. Kemudian, pada masyarakat yang mortalitasnya rendah, prosedur ini tidak terlalu kuat, pertolongan dari orang renta selama periode sakit dan produktivitas ekonomi yang rendah pun menjadi permasalahan yang lebih penting. Meskipun distribusi umur dari suatu masyarakat ialah faktor penting yang membentuk struktur sosial, mortalitas tidak mempunyai peranan besar di dalamnya. Kemudian, distribusi umur dari orang-orang yang mati pun penting. Di negara-negara yang mortalitasnya tinggi, sekitar 15% dari populasi dan 40% dari yang mati berumur lebih dari 75 tahun. Distribusi ini memengaruhi sikap budaya terhadap kehidupan dan kematian. Sebagai contoh, di beberapa masyarakat yang mortalitasnya tinggi, bawah umur tidak diberi nama hingga ketika mereka berhasil mengatasi minggu-minggu pertama kehidupan mereka. Di kebanyakan masyarakat, tingkat mortalitasnya bervariasi dengan indikator status sosial, menyerupai pendidikan, penghasilan, dan jabatan. Perbedaan-perbedaan ini berkaitan dengan perbedaan nutrisi, perumahan, kesehatan, dan perbedaan perilaku, menyerupai pemberian makanan terhadap anak-anak, merokok, konsumsi alkohol (Ewbank, 2000: 686).
Download
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta
Perhitungan yang lebih akurat ialah dengan memakai tingkat maut umur tertentu (angka maut tahunan dalam kelompok umur tertentu). Ukuran yang dipakai ialah angka maut bayi (IMR = infant mortality rate). IMR selama setahun ialah angka maut bayi (yaitu maut bayi yang terjadi sebelum bayi memasuki tahun pertama) selama satu tahun per seribu kelahiran dalam tahun yang sama. Bagi para pengikut kelahiran hidup (live births), IMR ialah proporsi bayi yang mati sebelum setahun. IMR yang bervariasi dari yang rendah, yaitu sekitar 5 hingga lebih dari 300 per seribu kelahiran. IMR sering dipakai sebagai indikator mortalitas dari keseluruhan masyarakat alasannya ialah asumsi maut bayi lebih sanggup mengemban amanah daripada asumsi maut dewasa.
Penurunan mortalitas mendorong terjadinya perubahan dalam struktur sosial. Sebagai contoh, masyarakat dengan tingkat mortalitas tinggi, mempunyai proporsi penduduk janda dan anak yatim piatu yang besar. Kemudian, pada masyarakat yang mortalitasnya rendah, prosedur ini tidak terlalu kuat, pertolongan dari orang renta selama periode sakit dan produktivitas ekonomi yang rendah pun menjadi permasalahan yang lebih penting. Meskipun distribusi umur dari suatu masyarakat ialah faktor penting yang membentuk struktur sosial, mortalitas tidak mempunyai peranan besar di dalamnya. Kemudian, distribusi umur dari orang-orang yang mati pun penting. Di negara-negara yang mortalitasnya tinggi, sekitar 15% dari populasi dan 40% dari yang mati berumur lebih dari 75 tahun. Distribusi ini memengaruhi sikap budaya terhadap kehidupan dan kematian. Sebagai contoh, di beberapa masyarakat yang mortalitasnya tinggi, bawah umur tidak diberi nama hingga ketika mereka berhasil mengatasi minggu-minggu pertama kehidupan mereka. Di kebanyakan masyarakat, tingkat mortalitasnya bervariasi dengan indikator status sosial, menyerupai pendidikan, penghasilan, dan jabatan. Perbedaan-perbedaan ini berkaitan dengan perbedaan nutrisi, perumahan, kesehatan, dan perbedaan perilaku, menyerupai pemberian makanan terhadap anak-anak, merokok, konsumsi alkohol (Ewbank, 2000: 686).
Download
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta