Lingkungan
Lingkungan dalam ensiklopedi Indonesia (1984: 2021) didefinisikan sebagai segala sesuatu yang ada di luar suatu organisme, mencakup lingkungan benda mati (abiotik) dan lingkungan hidup (biotik). Lingkungan benda mati atau fisik yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, ibarat materi kimia, suhu, cahaya, gravitasi, atmosfer, dan lain-lain. Lingkungan hidup (biotik) yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas organisme hidup, ibarat tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.
Kekuatan-kekuatan lingkungan dalam hubungannya dengan kehidupan manusia, berdasarkan Pearce (2000: 298) merupakan metafora yang melanggengkan pertentangan dasar manusia. Ia mempunyai kekuatan untuk menaklukkan, namun ia pun diliputi banyak sekali kelemahan yang selalu membuatnya terancam. Satu sisi insan menciptakan banyak sekali perbaikan, namun di sisi lain insan menciptakan kerusakan. Konflik antara individualisme, konsumerisme, maupun idealisme dan solidaritas, tidak pernah lepas dari masyarakat manusia.
Sudah menjadi adikodrati bahwa sebagai insan menyadari betapa uniknya kehidupan di bumi ini. Kosmos di mana kita hidup tidak tergantikan yang terbentuk dari jutaan proses kimiawi, biologis, dan fisik secara terus-menerus (Pearce, 2000: 300). Pengagungan alam ibarat ini sanggup kita temui dalam banyak sekali goresan pena ilmiah, termasuk karya cemerlang Lovelock dalam karya besarnya Gaia The Practical Science of Planetary Medicine (1992). Biosfer yang menyangga kehidupan insan dilukiskan sebagai suatu zona yang disebut Gaia, yang mempunyai prosedur pengaturan tersendiri, tetapi sering terusik oleh ulah manusia. Jika insan tidak mau memahami dan menyesuaikan dirinya maka alam akan memaksanya.
Inilah suatu pandangan evirontalisme yang di dalamnya terdapat tiga komponen, yakni (a) teknosentrik, (b) ekosentrik, dan (c) deep green. Hakikat pandangan teknosentrik menekankan bahwa insan sebagai manipulator alam. Meskipun pandangan ini lugas dan maskulin, justru pandangan ini aktif mendorong dilakukannya konservasi secara nyata. Sebab eksploitasi dan teknologi dipandang positif, sejauh itu tidak merusak alam fisik dan sosial secara berlebihan. Kemudian pandangan ekosentrik, bersifat optimis, namun lebih jauh lagi untuk melestarikan lingkungan. Semua tindakan insan harus didasarkan pada perjuangan pelestarian lingkungan. Sedangkan yang terakhir pandangan deep green atau istilah lainnya deep ecology maupun steady state economic, bertumpu pada struktur sopan santun dan sosial yang radikal. Pandangan ini menuntut ditingkatkannya pola-pola hidup massal yang dianggapnya harus melestarikan lingkungan yang bersahabat dengan alam. Bahkan secara ekstrem, pandangan ini menolak globalisme ekonomi dan ketergantungan politik. Selain itu, mereka pun mempromosikan pasifisme untuk hidup tenang dan bersahaja, ekofeminisme penegakan hak-hak konsumen demi mengontrol produsen, serta ratifikasi atas hak hidup makhluk lain di luar insan (O’Riordan, 2000: 300).
Download
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta
Kekuatan-kekuatan lingkungan dalam hubungannya dengan kehidupan manusia, berdasarkan Pearce (2000: 298) merupakan metafora yang melanggengkan pertentangan dasar manusia. Ia mempunyai kekuatan untuk menaklukkan, namun ia pun diliputi banyak sekali kelemahan yang selalu membuatnya terancam. Satu sisi insan menciptakan banyak sekali perbaikan, namun di sisi lain insan menciptakan kerusakan. Konflik antara individualisme, konsumerisme, maupun idealisme dan solidaritas, tidak pernah lepas dari masyarakat manusia.
Sudah menjadi adikodrati bahwa sebagai insan menyadari betapa uniknya kehidupan di bumi ini. Kosmos di mana kita hidup tidak tergantikan yang terbentuk dari jutaan proses kimiawi, biologis, dan fisik secara terus-menerus (Pearce, 2000: 300). Pengagungan alam ibarat ini sanggup kita temui dalam banyak sekali goresan pena ilmiah, termasuk karya cemerlang Lovelock dalam karya besarnya Gaia The Practical Science of Planetary Medicine (1992). Biosfer yang menyangga kehidupan insan dilukiskan sebagai suatu zona yang disebut Gaia, yang mempunyai prosedur pengaturan tersendiri, tetapi sering terusik oleh ulah manusia. Jika insan tidak mau memahami dan menyesuaikan dirinya maka alam akan memaksanya.
Inilah suatu pandangan evirontalisme yang di dalamnya terdapat tiga komponen, yakni (a) teknosentrik, (b) ekosentrik, dan (c) deep green. Hakikat pandangan teknosentrik menekankan bahwa insan sebagai manipulator alam. Meskipun pandangan ini lugas dan maskulin, justru pandangan ini aktif mendorong dilakukannya konservasi secara nyata. Sebab eksploitasi dan teknologi dipandang positif, sejauh itu tidak merusak alam fisik dan sosial secara berlebihan. Kemudian pandangan ekosentrik, bersifat optimis, namun lebih jauh lagi untuk melestarikan lingkungan. Semua tindakan insan harus didasarkan pada perjuangan pelestarian lingkungan. Sedangkan yang terakhir pandangan deep green atau istilah lainnya deep ecology maupun steady state economic, bertumpu pada struktur sopan santun dan sosial yang radikal. Pandangan ini menuntut ditingkatkannya pola-pola hidup massal yang dianggapnya harus melestarikan lingkungan yang bersahabat dengan alam. Bahkan secara ekstrem, pandangan ini menolak globalisme ekonomi dan ketergantungan politik. Selain itu, mereka pun mempromosikan pasifisme untuk hidup tenang dan bersahaja, ekofeminisme penegakan hak-hak konsumen demi mengontrol produsen, serta ratifikasi atas hak hidup makhluk lain di luar insan (O’Riordan, 2000: 300).
Download
Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta