Mimpi

Mimpi secara psikologis merujuk pada suatu kegiatan sederetan tamsil simbolik, ide, gagasan, hasrat terpendam, kebutuhan, dan konflik yang saling bertalian dan berlangsung selama tidur, selama dikuasai obat bius maupun selama dalam kondisi terhipnotis (Chaplin, 1999:147). Sampai kini ini, relatif sedikit dipahami bahkan sering diabaikan dalam aneka macam kajian kognisi. Terutama sesudah metode introspeksi tergusur oleh metode-metode objektif-positivistik ihwal kesadaran pada periode perkembangan ilmu-ilmu sosial di tahun 1930-an dan 1940-an, studi ihwal mimpi terpental dan mandek dari kepustakaan dunia ilmu-ilmu sosial (Cartwright, 2000: 240). Padahal mimpi mempunyai tugas penting yang lebih besar yang tidak disadari orang-orang pada umumnya (Freud, 1962: 83-98).
Terungkapnya latar belakang mimpi, yaitu pada kondisi elektrofisiologis tertentu di dikala kita tidur yang ditandai oleh gerakan mata secara liar di bawah kelopak (disebut REM=rapid eye movement), mulai dikala itu ada kriteria objektif yang diketahui ihwal munculnya mimpi. Ketika periode REM berlangsung, mimpi mulai terjadi pada orang yang bersangkutan. Eratnya kekerabatan antara periode REM dengan munculnya pengalaman mimpi merupakan inovasi penting pertama dalam serangkaian penelitian ihwal mimpi (Cartwright, 2000: 241). Dari riset tersebut, sanggup diketahui bahwa durasi mimpi biasanya berlangsung 60-90 menit. Selain itu, periode REM terjadi dalam beberapa tahapan atau episode berurutan, di mana episode pertama berlangsung sekitar 10-12 menit, sedangkan yang kedua dan ketiga berlangsung 15-20 menit. Namun, REM di penghujung malam biasanya lebih lama, yaitu sekitar 45 menit.

Kita patut merasa berutang akal kepada Sigmund Freud* yang semenjak tahun 1900 telah begitu besar menaruh perhatian dan telah melaksanakan riset ihwal mimpi yang dituangkan dalam bukunya The Interpretation of Dream. Walaupun sebagian penulis, menyerupai Hugh Jackson (1932) menyatakan bahwa tidur sanggup melenyapkan ingatan yang tidak diharapkan atau tidak diinginkan dari pengalaman yang dialami oleh orang yang bersangkutan selama satu hari penuh sebelum tidur. Ternyata pendapat ini telah disempurnakan oleh Crick dan Mitchison (1983) yang menyatakan bahwa mimpi sanggup pula berfungsi sebagai proses mencar ilmu atau pengingatan atas hal-hal penting yang dialami pada masa sebelumnya. Begitu pun Hennevin dan Laconte (1971) beropini bahwa mimpi berfungsi menghimpun informasi.


Download


Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel