Alexandre Koyre
Alexandre Koyre (1892-1964) dilahirkan di Taganrog, Rusia. Ia berguru matematika dan filsafat di Gottingen (Jerman)—antara lain pada Husserl*—dan di Paris. Waktu Perang Dunia I ia masuk tentara Prancis sebagai sukarelawan. Ia menjadi docteur es letters pada tahun 1929 dan setelah beberapa tahun mengajar di Universitas Montpellier diangkat sebagai administrator di Ecole pratique des hautes etudes di Paris.
Selama Perang Dunia II ia pindah ke Amerika Serikat dan mengajar di New School for social research di New York. Seusai perang ia kembali ke Paris tetapi di samping itu ia tetap mengajar di Amerika, yaitu di Princenton University. Koyre menulis banyak ihwal sejarah filsafat dan sejarah ilmu pengetahuan.
Sebagaimana Bachelard*, Koyre menekankan diskontinuitas dalam sejarah ilmu pengetahuan. Tetapi dalam hal ini ia membatasi diri pada revolusi-revolusi ilmiah pada masa ke-17 dan ke-18 dan mengemukakan pandangannya terutama sebagai kritik terhadap Pierre Duhem (1861-1916), seorang sejarawan ilmu pengetahuan yang justru menekankan kontinuitas dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Misalnya, Koyre menawarkan diskontinuitas antara teori-teori Galilei dan teori-teori yang sudah terdapat sebelumnya. Perubahan yang dilakukan oleh Galilei tidak sanggup ditafsirkan sebagai peralihan dari pandangan nalar sehat ke teori ilmiah sungguh-sungguh dan juga tidak sanggup ditafsirkan seakan-akan ia untuk pertama kali menghadapi fakta-fakta. Alasannya yakni alasannya Abad Pertengahan betul-betul mempunyai suatu teori ilmiah (yaitu Aristotelisme) dan peralihan dari pengalaman biasa ke teori sudah dilakukan di Yunani. Terlahirlah suatu teori yang benar, kalau orang bertolak belakang dengan suatu teori usang yang ternyata salah.
Apa lagi, teori yang benar tidak mendapat fakta-fakta, tetapi mengkonstitusikan fakta-fakta, menyerupai diperbuat Galilei dengan mematematisasikan alam. Sejak ilmu pengetahuan didirikan berdasarkan sifat teoretisnya dan semenjak ilmu pengetahuan mengkonstitusikan dunianya sendiri, ia mempunyai sejarahnya sendiri. Tetapi kata “sejarah” di sini tidak menawarkan suatu evolusi yang logis dari suatu titik tolak tertentu, melainkan serangkaian insiden yang tidak kontinu. Koyre berbicara ihwal revolusi-revolusi dalam sejarah ilmu pengetahuan. Pemikiran dasar Koyre dikembangkan lebih lanjut dalam banyak sekali karya. Boleh ditambah lagi bahwa ia secara mendalam telah menghipnotis sejumlah sejarawan ilmu pengetahuan di Amerika Serikat, antara lain Thomas Kuhn.
Sumber
Bertens. K. 2001. Filsafat Barat Kontemporer; Prancis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Download
Sebagaimana Bachelard*, Koyre menekankan diskontinuitas dalam sejarah ilmu pengetahuan. Tetapi dalam hal ini ia membatasi diri pada revolusi-revolusi ilmiah pada masa ke-17 dan ke-18 dan mengemukakan pandangannya terutama sebagai kritik terhadap Pierre Duhem (1861-1916), seorang sejarawan ilmu pengetahuan yang justru menekankan kontinuitas dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Misalnya, Koyre menawarkan diskontinuitas antara teori-teori Galilei dan teori-teori yang sudah terdapat sebelumnya. Perubahan yang dilakukan oleh Galilei tidak sanggup ditafsirkan sebagai peralihan dari pandangan nalar sehat ke teori ilmiah sungguh-sungguh dan juga tidak sanggup ditafsirkan seakan-akan ia untuk pertama kali menghadapi fakta-fakta. Alasannya yakni alasannya Abad Pertengahan betul-betul mempunyai suatu teori ilmiah (yaitu Aristotelisme) dan peralihan dari pengalaman biasa ke teori sudah dilakukan di Yunani. Terlahirlah suatu teori yang benar, kalau orang bertolak belakang dengan suatu teori usang yang ternyata salah.
Sumber
Bertens. K. 2001. Filsafat Barat Kontemporer; Prancis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Download