Ibnu Bajjah. Fatwa Filsafat
Dalam goresan pena Ahmad Hanafi, Ibnu Bajjah menunjukkan corak gres terhadap filsafat Islam di negeri Islam Barat dalam teori ma’rifat (epistemologi) yang berbeda dengan corak yang telah diberikan oleh Al-Ghazali* di dunia Timur Islam. Ibnu Bajjah menolak teori ide Al-Ghazali* tersebut dan menetapkan bahwa seseorang sanggup mencapai puncak makrifat dan meleburkan diri pada Akal-Faal bila dia telah terlepas dari keburukan masyarakat, menyendiri, dan sanggup menggunakan kekuatan pikirannya untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu sebesar mungkin, juga sanggup memenangkan segi-pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya.
Lebih lanjut, Ibnu Bajjah menjelaskan bahwa masyarakat insan itulah yang mengalahkan perseorangan dan melumpuhkan kemampuan berpikirnya, serta menghalanginya dari kesempurnaan, melalui keburukan yang membanjir dan keinginannya yang deras. Dengan demikian, seseorang sanggup mencapai tingkat kemuliaan setinggi-tingginya melalui pemikiran dan menghasilkan makrifat yang tidak akan terlambat, apabila kecerdikan pikirannya menguasai perbuatannya dan mengabdikan diri untuk memperolehnya.
Pikiran Ibnu Bajjah tersebut berlawanan dengan pikiran Al-Ghazali* yang menetapkan bahwa akal-pikiran itu lemah dan tidak sanggup dipercaya, serta semua pengetahuan insan sia-sia belaka, lantaran tidak bisa memberikan pada kebenaran, dan cara yang paling baik untuk mencapai makrifat yang benar yakni beribadah (tasawuf).
Dalam risalah Al-Wada’, Ibnu Bajjah menyampaikan bahwa Al-Ghazali* dalam bukunya Al-Munqidz min Ad-Dlalal telah menempuh jalan khayali yang remeh sehingga dia telah sesat dan menyesatkan orang-orang yang memasuki fatamorgana dan yang mengira bahwa pintu tasawuf telah membuka dunia pikiran dan selanjutnya menunjukkan kebahagiaan saat melihat alam langit. Sebagaimana yang telah lazim di dunia sufi, untuk mencapai derajat kesufian, seseorang diharuskan uzlah (menjauhi masyarakat). ‘Uzlah yang dikemukakan oleh Ibnu Bajjah bukanlah menjauhi manusia, melainkan tetap bekerjasama dengan masyarakat. Hanya, dia harus bisa menguasai dirinya serta hawa nafsunya dan tidak terbawa oleh arus keburukan kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, dia harus berpusat pada dirinya dan merasa bahwa dia menjadi fatwa dan pembuat hukum bagi masyarakat, bukan karam di dalamnya.
Filsafat Ibnu Bajjah yang fundamental pada realitas yakni masuk akal lantaran dia merupakan penganut filsafat dan logikanya karya Al-Farabi* meskipun dia pun menunjukkan sejumlah besar embel-embel dalam karya-karya itu. selain itu, dasar filsafat Ibnu Bajjah yakni filsafat Aristoteles*, terutama metafisika dan psikologi yang disandarkan pada fisika. Oleh alasannya yakni itu, tulisan-tulisan Ibnu Bajjah penuh dengan wacana ihwal fisika.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Ibnu Bajjah. Riwayat Hidup
2. Ibnu Bajjah. Karya Filsafat
3. Ibnu Bajjah. Tentang Materi dan Bentuk
4. Ibnu Bajjah. Tentang Akal dan Pengetahuan
5. Ibnu Bajjah. Teori Ittishal
Pikiran Ibnu Bajjah tersebut berlawanan dengan pikiran Al-Ghazali* yang menetapkan bahwa akal-pikiran itu lemah dan tidak sanggup dipercaya, serta semua pengetahuan insan sia-sia belaka, lantaran tidak bisa memberikan pada kebenaran, dan cara yang paling baik untuk mencapai makrifat yang benar yakni beribadah (tasawuf).
Dalam risalah Al-Wada’, Ibnu Bajjah menyampaikan bahwa Al-Ghazali* dalam bukunya Al-Munqidz min Ad-Dlalal telah menempuh jalan khayali yang remeh sehingga dia telah sesat dan menyesatkan orang-orang yang memasuki fatamorgana dan yang mengira bahwa pintu tasawuf telah membuka dunia pikiran dan selanjutnya menunjukkan kebahagiaan saat melihat alam langit. Sebagaimana yang telah lazim di dunia sufi, untuk mencapai derajat kesufian, seseorang diharuskan uzlah (menjauhi masyarakat). ‘Uzlah yang dikemukakan oleh Ibnu Bajjah bukanlah menjauhi manusia, melainkan tetap bekerjasama dengan masyarakat. Hanya, dia harus bisa menguasai dirinya serta hawa nafsunya dan tidak terbawa oleh arus keburukan kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, dia harus berpusat pada dirinya dan merasa bahwa dia menjadi fatwa dan pembuat hukum bagi masyarakat, bukan karam di dalamnya.
Filsafat Ibnu Bajjah yang fundamental pada realitas yakni masuk akal lantaran dia merupakan penganut filsafat dan logikanya karya Al-Farabi* meskipun dia pun menunjukkan sejumlah besar embel-embel dalam karya-karya itu. selain itu, dasar filsafat Ibnu Bajjah yakni filsafat Aristoteles*, terutama metafisika dan psikologi yang disandarkan pada fisika. Oleh alasannya yakni itu, tulisan-tulisan Ibnu Bajjah penuh dengan wacana ihwal fisika.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Baca Juga
1. Ibnu Bajjah. Riwayat Hidup
2. Ibnu Bajjah. Karya Filsafat
3. Ibnu Bajjah. Tentang Materi dan Bentuk
4. Ibnu Bajjah. Tentang Akal dan Pengetahuan
5. Ibnu Bajjah. Teori Ittishal