Muhammad Iqbal. Filsafat Ketuhanan
Tuhan sebagai objek kajian metafisika mempunyai kekhususan dibandingkan kedua objek metafisika lainnya. Apabila manifestasi lahiriah dari semesta ataupun jiwa sanggup ditangkap indra, hal yang sama tidak berlaku bagi realitas ketuhanan. Tuhan ialah suatu yang mutlak dan tidak ditangkap indra.
Metafisika yang mengkaji ihwal Tuhan disebut filsafat ketuhanan (teologi naturalis) untuk membedakannya dengan teologi adikodrati atau teologi wahyu. Apabila filsafat ketuhanan mengambil Tuhan sebagai titik final atau kesimpulan seluruh pengkajian, teologi wahyu sebagai titik awal pembahasannya.
Filsafat ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya Tuhan yang didasarkan pada kebijaksanaan sehat manusia. Filsafat ketuhanan tidak mempersoalkan eksistensi Tuhan, tetapi hanya ingin menggarisbawahi bahwa apabila tidak ada penyebab pertama yang tanpa sebab, kedudukan benda-benda yang relatif-kontingen tidak sanggup dipahami.
Ada tiga argumen besar dalam filsafat ketuhanan: argumen kosmologis, argumen teologis, argumen ontologis. Argumen kosmologis mengemukakan bahwa Tuhan harus ada. Jika tidak, akan ada rangkaian kausalitas yang tak terhingga untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa. Argumen teologis mengemukakan bahwa dari struktur finalitas realitas sanggup ditarik kesimpulan adanya Sang Pencipta yang tetapkan struktur tersebut, sedangkan argumen ontologis mengemukakan bahwa Tuhan ada lantaran kita memikirkannya dan memprediksikan eksistensi terhadap Dirinya.
Filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan kontemplatif lantaran Iqbal berawal dari filsafat insan yang menekankan pengetahuan pribadi ihwal eksistensi ego atau diri yang bebas-kreatif.
Menurut Iqbal, agama bukan sekedar sekumpulan pedoman untuk menekan kegiatan nafsu instingtif insan (agama sebagai instrumen moral) menyerupai yang diklaim para psikoanalisis (Freud*, Jung). Bagi Iqbal, agama lebih dari sekedar adat yang berfungsi menciptakan orang terkendali secara moral. Fungsinya ialah mendorong proses evolusi ego manusia. Etika dan pengendalian diri berdasarkan Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego insan yang selalu mendambakan kesempurnaan. Dengan kata lain, agama justru mengintegrasikan kembali kekuatan-kekuatan pribadi seseorang.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Muhammad Iqbal. Riwayat Hidup
2. Muhammad Iqbal. Karya Filsafat
3. Muhammad Iqbal. Pemikiran Filsafat
4. Muhammad Iqbal. Teori Gerak
5. Muhammad Iqbal. Teori Kedinamisan Islam
6. Muhammad Iqbal. Filsafat Khudi
Metafisika yang mengkaji ihwal Tuhan disebut filsafat ketuhanan (teologi naturalis) untuk membedakannya dengan teologi adikodrati atau teologi wahyu. Apabila filsafat ketuhanan mengambil Tuhan sebagai titik final atau kesimpulan seluruh pengkajian, teologi wahyu sebagai titik awal pembahasannya.
Filsafat ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya Tuhan yang didasarkan pada kebijaksanaan sehat manusia. Filsafat ketuhanan tidak mempersoalkan eksistensi Tuhan, tetapi hanya ingin menggarisbawahi bahwa apabila tidak ada penyebab pertama yang tanpa sebab, kedudukan benda-benda yang relatif-kontingen tidak sanggup dipahami.
Ada tiga argumen besar dalam filsafat ketuhanan: argumen kosmologis, argumen teologis, argumen ontologis. Argumen kosmologis mengemukakan bahwa Tuhan harus ada. Jika tidak, akan ada rangkaian kausalitas yang tak terhingga untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa. Argumen teologis mengemukakan bahwa dari struktur finalitas realitas sanggup ditarik kesimpulan adanya Sang Pencipta yang tetapkan struktur tersebut, sedangkan argumen ontologis mengemukakan bahwa Tuhan ada lantaran kita memikirkannya dan memprediksikan eksistensi terhadap Dirinya.
Filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan kontemplatif lantaran Iqbal berawal dari filsafat insan yang menekankan pengetahuan pribadi ihwal eksistensi ego atau diri yang bebas-kreatif.
Menurut Iqbal, agama bukan sekedar sekumpulan pedoman untuk menekan kegiatan nafsu instingtif insan (agama sebagai instrumen moral) menyerupai yang diklaim para psikoanalisis (Freud*, Jung). Bagi Iqbal, agama lebih dari sekedar adat yang berfungsi menciptakan orang terkendali secara moral. Fungsinya ialah mendorong proses evolusi ego manusia. Etika dan pengendalian diri berdasarkan Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego insan yang selalu mendambakan kesempurnaan. Dengan kata lain, agama justru mengintegrasikan kembali kekuatan-kekuatan pribadi seseorang.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Baca Juga
1. Muhammad Iqbal. Riwayat Hidup
2. Muhammad Iqbal. Karya Filsafat
3. Muhammad Iqbal. Pemikiran Filsafat
4. Muhammad Iqbal. Teori Gerak
5. Muhammad Iqbal. Teori Kedinamisan Islam