Pengaruh Ibnu Sina Di Timur Dan Barat
Pemikiran Ibnu Sina dalam bidang sains, sastra, dan filsafat kuat nyata dan kuat, baik di Timur maupun di Barat. Pengaruh aliran filsafatnya tampak dalam sejumlah besar komentar atas karya-karyanya dan dalam bentuk karya lain wacana aneka macam gagasannya, baik yang merefleksikan roh pemikirannya maupun yang menolaknya. Di antara komentar yang paling populer yakni komentar Ibn Kammunah, Fakhr Ad-Din Ar-Razi dan Nashir Ad-Din At-Thusi atas Al-Isyarat, dan Shadr Ad-Din As-Syirazi atas bagian-bagian dari Asy-Syifa’.
Di antara pemikir Timur terkemuka yang mencerminkan aliran Ibnu Sina yakni At-Thusi*, Suhrawardi*, Quthb Ad-Din Al-Syirazi, Mir Damad, Shadr Ad-Din Al-Syirazi (Mulla Shadra)*, dan seorang Nasrani Suryani Ibn Al-‘Ibri. Teori-teori iluminasi Suhrawardi dan Al-Syirazi, misalnya, berasal dari “filsafat Timur” Ibnu Sina. Demikian pula, uraian wacana wujud dan esensi diilhami oleh pandangan Ibnu Sina wacana subjek ini. Ibn Al’Ibri sangat setia dengan analisis Ibnu Sina mengenai korelasi Tuhan dengan dunia, keberadaan keburukan (evil), dan hakikat kesatuan jiwa manusia, dan kemustahilan pra-eksistensi dan perpindahan jiwa (reinkarnasi).
Akan tetapi, tidak semua orang yang mencicipi dampak aliran Ibnu Sina menanggapinya secara positif. Ibnu Sina juga menerima kritik keras dari Al-Ghazali* dan Asy-Syahrastani di Timur serta William dari Auvergne dan Thomas Aquinas* di Barat. Kritik ini terutama menolak gagasannya wacana sifat dasar Tuhan, pengetahuan-Nya wacana hal-hal partikular dan hubungan-Nya dengan dunia dan kekekalan jiwa. Bahkan, Mulla Shadra*, pengikut Ibnu Sina, juga menolak keras pandangan kekekalan alam semesta dan ketidakmungkinan kebangkitan jasmani. Ibnu Rusyd*, dalam karya terkenalnya, Tahafut At-Tahafut, yang mencoba membela filsafat sebagaimana yang terkandung khususnya dalam karya-karya Ibnu Sina, menuduh bahwa Ibnu Sina menyalahpahami dan mendistorsi Aristoteles*.
Dalam “filsafat Timur” Ibnu Sina, tidak banyak kosmos Aristoteles* yang ditanggalkan daripada yang ditransformasikan. Skema dan kandungan alam itu tetap sama, tetapi terdapat pula suatu transformasi yang mendasar. Akal dipadukan dengan intelek, kosmos lahiriah dibatiniahkan, fakta menjadi simbol, dan filsafat menjadi sophia hakiki yang tidak sanggup dipisahkan dari gnosis yang dibela dengan penuh semangat oleh Ibnu Sina pada pecahan kesembilan dari karyanya, Al-Isyarat, yang berjudul Fi Maqamat Al-‘Arifin. Tujuan filsafat tidak sekedar pengetahuan teoretis wacana substansi dan aksiden kosmos, tetapi juga pemahaman akan kehadiran dan aktualisasi mereka sedemikian rupa sehingga memungkinkan jiwa membebaskan diri dari batasan kosmos yang dianggap sebagai tempurung.
Pengaruh Ibnu Sina merambah juga kepada Aquinas* dan kepada teolog Barat resmi. Penerjemah karyanya De Anima, Gundisalvus, menulis De Anima yang sebagian besar merupakan pengambilan besar-besaran dari kepercayaan Ibnu Sina. Demikian pula dengan para filsuf dan ilmuwan kurun pertengahan, Robert Grosseteste dan Roger Bacon. Duns Scotus dan Count, pengulas Aristoteles* paling jempolan pada kurun pertengahan, juga menawarkan kesaksian wacana efek Ibnu Sina yang abadi. S. van Bergh dalam karyanya Averroes’ Thahafut Al-Tahafut, London, 1954 melacak efek ide-ide tertentu dari Syekh Al-Rais sampai zaman modern. Bahkan, tahun 1951, Pemerintah Mesir dan Liga Arab membentuk panitia di Kairo untuk menyunting ensiklopedi, Kitab Asy-Syifa dan sebagian ensiklopedi telah diterbitkan.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Ibnu Sina. Riwayat Hidup
2. Ibnu Sina. Karya Filsafat
3. Ibnu Sina. Pembagian Ilmu dan Filsafat
4. Ibnu Sina. Metafisika
5. Ibnu Sina. Tentang Wujud
6. Ibnu Sina. Hubungan Jiwa-Raga
7. Ibnu Sina. Filsafat Tentang Kenabian
Di antara pemikir Timur terkemuka yang mencerminkan aliran Ibnu Sina yakni At-Thusi*, Suhrawardi*, Quthb Ad-Din Al-Syirazi, Mir Damad, Shadr Ad-Din Al-Syirazi (Mulla Shadra)*, dan seorang Nasrani Suryani Ibn Al-‘Ibri. Teori-teori iluminasi Suhrawardi dan Al-Syirazi, misalnya, berasal dari “filsafat Timur” Ibnu Sina. Demikian pula, uraian wacana wujud dan esensi diilhami oleh pandangan Ibnu Sina wacana subjek ini. Ibn Al’Ibri sangat setia dengan analisis Ibnu Sina mengenai korelasi Tuhan dengan dunia, keberadaan keburukan (evil), dan hakikat kesatuan jiwa manusia, dan kemustahilan pra-eksistensi dan perpindahan jiwa (reinkarnasi).
Akan tetapi, tidak semua orang yang mencicipi dampak aliran Ibnu Sina menanggapinya secara positif. Ibnu Sina juga menerima kritik keras dari Al-Ghazali* dan Asy-Syahrastani di Timur serta William dari Auvergne dan Thomas Aquinas* di Barat. Kritik ini terutama menolak gagasannya wacana sifat dasar Tuhan, pengetahuan-Nya wacana hal-hal partikular dan hubungan-Nya dengan dunia dan kekekalan jiwa. Bahkan, Mulla Shadra*, pengikut Ibnu Sina, juga menolak keras pandangan kekekalan alam semesta dan ketidakmungkinan kebangkitan jasmani. Ibnu Rusyd*, dalam karya terkenalnya, Tahafut At-Tahafut, yang mencoba membela filsafat sebagaimana yang terkandung khususnya dalam karya-karya Ibnu Sina, menuduh bahwa Ibnu Sina menyalahpahami dan mendistorsi Aristoteles*.
Dalam “filsafat Timur” Ibnu Sina, tidak banyak kosmos Aristoteles* yang ditanggalkan daripada yang ditransformasikan. Skema dan kandungan alam itu tetap sama, tetapi terdapat pula suatu transformasi yang mendasar. Akal dipadukan dengan intelek, kosmos lahiriah dibatiniahkan, fakta menjadi simbol, dan filsafat menjadi sophia hakiki yang tidak sanggup dipisahkan dari gnosis yang dibela dengan penuh semangat oleh Ibnu Sina pada pecahan kesembilan dari karyanya, Al-Isyarat, yang berjudul Fi Maqamat Al-‘Arifin. Tujuan filsafat tidak sekedar pengetahuan teoretis wacana substansi dan aksiden kosmos, tetapi juga pemahaman akan kehadiran dan aktualisasi mereka sedemikian rupa sehingga memungkinkan jiwa membebaskan diri dari batasan kosmos yang dianggap sebagai tempurung.
Pengaruh Ibnu Sina merambah juga kepada Aquinas* dan kepada teolog Barat resmi. Penerjemah karyanya De Anima, Gundisalvus, menulis De Anima yang sebagian besar merupakan pengambilan besar-besaran dari kepercayaan Ibnu Sina. Demikian pula dengan para filsuf dan ilmuwan kurun pertengahan, Robert Grosseteste dan Roger Bacon. Duns Scotus dan Count, pengulas Aristoteles* paling jempolan pada kurun pertengahan, juga menawarkan kesaksian wacana efek Ibnu Sina yang abadi. S. van Bergh dalam karyanya Averroes’ Thahafut Al-Tahafut, London, 1954 melacak efek ide-ide tertentu dari Syekh Al-Rais sampai zaman modern. Bahkan, tahun 1951, Pemerintah Mesir dan Liga Arab membentuk panitia di Kairo untuk menyunting ensiklopedi, Kitab Asy-Syifa dan sebagian ensiklopedi telah diterbitkan.
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Baca Juga
1. Ibnu Sina. Riwayat Hidup
2. Ibnu Sina. Karya Filsafat
3. Ibnu Sina. Pembagian Ilmu dan Filsafat
4. Ibnu Sina. Metafisika
5. Ibnu Sina. Tentang Wujud
7. Ibnu Sina. Filsafat Tentang Kenabian