Hasan Hanafi. Islam Sebagai Sebuah Agresi Yang Menyatu Bagi Kelangsungan Hidup Manusia
Perilaku baik tidak hanya merupakan perbuatan individu, yang berlandaskan pada niat baik, namun dia juga mengekspresikan agresi kolektif yang berlandaskan pada maksud universal (universal intention), dideklarasikan dalam wahyu Islam dan identik dengan fondasi yang positif dari kehidupan manusia. Perilaku baik menurut individual intention, sedangkan agresi kolektif menurut universal intention. Perilaku individu masuk ke dalam agresi kolektif untuk lebih menjamin objektivitas dan efisiensi. Niat individu juga disisipkan dalam universal intention untuk lebih menjamin universalisme dan globalisme. Oleh alasannya itu, kemungkinan hadirnya etika global dan solidaritas kemanusiaan sudah diletakan dalam basis universal intention dan agresi kolektif yang menyatu.
Dalam wahyu Islam, ada lima maksud universal yang berperan sebagai fondasi yang positif bagi aturan Islam. Mereka sanggup membentuk sebuah perangkat inti bagi etika global, sebuah agresi kolektif yang menyatu bagi solidaritas kemanusiaan. Pertama, pelestarian kehidupan insan merupakan nilai yang sewenang-wenang dan primer. Seseorang tidak sanggup dikorbankan dalam cara dan keadaan apa pun. Semua aturan harus mengalah kalau kehidupan insan ada dalam bahaya. Kehidupan tidak hanya bagi umat manusia, tapi juga bagi alam, alasannya alam berfungsi sebagai kebun dan penghijau. Bahkan orang dalam keadaan sakit parah sekalipun dengan ranting di tangannya, menanamkannya ke dalam tanah, harus melanjutkan aktivitasnya, meskipun dalam penderitaan yang parah. Semua larangan itu negatif hanya dalam penampakan lahirnya, namun positif dalam kenyataannya. Hukuman mati dimaksudkan untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Mengakhiri kehidupan individu ialah menyelamatkan kehidupan insan secara kolektif. Dalam kesyahidan, seorang individu mengorbankan kehidupannya untuk kelangsungan hidup komunitasnya. Oleh alasannya itu, kelangsungan hidup insan sanggup menjadi komponen utama dalam Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan, dengan usaha melawan kelaparan, kekeringan, kemiskinan, penyakit, senjata nuklir dan perang yang membinasakan.
Kedua, pinjaman nalar insan dari semua hal yang sanggup merusak, menyerupai alkohol, obat-obatan terlarang dan pengabaian merupakan tujuan universal bagi semua umat manusia. Kehidupan insan merupakan kehidupan kognitif dan kekuatan bagi pengetahuan. Memerangi obat-obatan terlarang dan alkohol merupakan suatu usaha melawan perusakan akal. Demikian halnya hak untuk mengetahui sebagai perlawanan terhadap isu yang disembunyikan, hak untuk pendidikan sebagai perlawanan terhadap pengabaian, hak untuk membuatkan pengetahuan sebagai perlawanan atas monopoli. Ini semua ialah hak asasi manusia. Akal merupakan suatu prasyarat bagi tanggung jawab manusia. Dalam kurun modern, perusakan nalar terjadi di mana-mana. Hal-hal yang tak masuk nalar dan tidak mungkin menyebar di dalam masyarakat super industrial dan di dalam masa pengabaian dan pembersihan otak. Oleh alasannya itu, di negara-negara berkembang, pinjaman nalar insan menjadi tujuan umum.
Ketiga, segera sehabis nalar insan ditegaskan sebagai kekayaan ilmu pengetahuan, usaha bagi sebuah pengetahuan sejati menjadi komponen ketiga bagi Etika Global. Kebenaran berbeda dari dongeng wacana kebenaran. Kebenaran itu objektif dan universal. Ia tidak parsial, mempunyai bentuk yang rusak ataupun tiru-tiru. Kebenaran sanggup berupa agama, etika atau ilmu pengetahuan. Kebenaran ialah objektif dari akal. Ia hadir, sanggup diketahui dan sanggup dikomunikasikan. Transendensi merupakan pola kebenaran agama. Kebaikan merupakan bentuk dasar dari kebenaran etika. Suatu aturan alam juga merupakan satu aspek dari kebenaran ilmu pengetahuan. Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan tidak sanggup ditegakkan di atas relativisme, skeptisisme, agnostitisme atau nihilisme yang merupakan abjad masa modern di masyarakat yang maju. Pun tidak sanggup ditegakkan di atas harapan yang sederhana dari pemimpin, otoritas tradisi atau prosedur kelangsungan hidup di negara-negara berkembang.
Keempat, penegasan wacana kehormatan dan harga diri insan ialah tujuan umum yang lain dan nilai yang pokok dalam etika global. Kehormatan tidak hanya bersifat individu sebagaimana diekspresikan dalam hak asasi insan tapi juga bersifat kolektif, kehormatan dan harga diri masyarakat, bangsa dan budaya. Kehormatan insan itu bukan merupakan persetubuhan, pornografi ketelanjangan, homoseksual atau seks bebas yang tidak bermoral, sebagaimana terjadi di negara-negara industri maju. Kehormatan dari sebuah bangsa bukanlah berada dalam ketergantungan pada negara lain dalam hal makanan, nutrisi, pertahanan, dan pengetahuan, sebagaimana kasus-kasus yang terjadi pada beberapa negara berkembang. Namun, harga diri merupakan kemandirian (self-reliance), swa-sembada (self-sufficiency), swa-pertahanan (self defense) dan kreativitas. Manusia tidak hanya hidup dari makanannya sendiri. Dikarenakan individu dan masyarakat, warga negara dan bangsa mengungkapkan dirinya sendiri, dan membaca diri mereka sendiri kembali kepada budaya, harga diri dari setiap budaya akan menolak semua gambaran yang menghina yang dibuat oleh orang lain, menyerupai mentalitas primitif dan fatwa yang biadab. Penegasan pluralistik dari kebhinekaan insan akan mempunyai sebuah pengaruh penyatuan. Ia akan mencegah perselisihan di antara bangsa, antagonisme di antara orang-orang, dan akan membantu untuk melampaui batas-batas budaya.
Kelima, pinjaman kekayaan individu dan bangsa merupakan komponen besar bagi Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan. Milik pribadi seseorang untuk dia gunakan sendiri merupakan bab dari hak asasi individu. Meski demikian, Islam membuat pembedaan antara milik unggul (Eminent Ownership) dan kekayaan pribadi. Yang pertama merupakan hak istimewa Tuhan. Tuhan membuat segalanya dan kesannya dia mempunyai semuanya. Manusia hanya dipercaya dengan apa yang Dia miliki sebagai simpanan. Manusia mempunyai hak untuk menggunakan, tidak untuk menguras, untuk menikmati tidak untuk memonopoli.
Pada masalah penggunaan tidak pada tempatnya, eksploitasi atau monopoli, otoritas resmi dalam komunitas tersebut mempunyai kewajiban untuk mengambil alih, mencabut hak kepemilikan dan menasionalisasinya. Kepentingan pribadi merupakan bab dari kesejahteraan bersama. Kedaulatan nasional atas sumber daya alam nasional merupakan salah satu hak atas semua orang. Nasionalisasi perusahaan gila yang menguras sumber daya, perlawanan terhadap korporasi multinasional, tidak mau membayar bunga utang luar negeri yang tinggi dan menentang semua bentuk ketergantungan ekonomi, semuanya merupakan kewajiban bagi pinjaman kekayaan nasional dan harga diri bangsa.
Sebagai kesimpulan, Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan ialah mungkin terwujud segera sehabis sistem kepercayaan agama dipersiapkan sebagai fondasi teoretis bagi sikap insan dan segera sehabis sistem nilai merupakan konsekuensi alami dari semua sistem kepercayaan. Dikarenakan transendensi merupakan landasan dari semua sistem kepercayaan, bahkan mereka yang mendasarkan keyakinannya pada satu bab dari alam (seperti matahari, batu, benda-benda keramat. Pent.), dikarenakan sikap baik yang didasarkan pada niat yang baik dimiliki oleh semua agama dan dikarenakan agresi kolektif yang menyatu bagi kelangsungan hidup insan dan pemeliharaan nalar manusia, keberlanjutan kebenaran yang sanggup diketahui dan pinjaman terhadap manusia, harga diri dan kekayaan nasional sanggup mendorong munculnya konsensus manusia. Oleh alasannya itu, Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan sangat mungkin terwujud.
Sumber
Hasan Hanafi. 2007. Islam dan Humanisme; Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Hasan Hanafi. Sekilas Biografi dan Karya
2. Hasan Hanafi. Pemikiran dan Karya
3. Hasan Hanafi. Esensi Islam
4. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Prinsip Universal: Transendensi
5. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Kode Etik Universal: Perilaku yang Baik
Dalam wahyu Islam, ada lima maksud universal yang berperan sebagai fondasi yang positif bagi aturan Islam. Mereka sanggup membentuk sebuah perangkat inti bagi etika global, sebuah agresi kolektif yang menyatu bagi solidaritas kemanusiaan. Pertama, pelestarian kehidupan insan merupakan nilai yang sewenang-wenang dan primer. Seseorang tidak sanggup dikorbankan dalam cara dan keadaan apa pun. Semua aturan harus mengalah kalau kehidupan insan ada dalam bahaya. Kehidupan tidak hanya bagi umat manusia, tapi juga bagi alam, alasannya alam berfungsi sebagai kebun dan penghijau. Bahkan orang dalam keadaan sakit parah sekalipun dengan ranting di tangannya, menanamkannya ke dalam tanah, harus melanjutkan aktivitasnya, meskipun dalam penderitaan yang parah. Semua larangan itu negatif hanya dalam penampakan lahirnya, namun positif dalam kenyataannya. Hukuman mati dimaksudkan untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Mengakhiri kehidupan individu ialah menyelamatkan kehidupan insan secara kolektif. Dalam kesyahidan, seorang individu mengorbankan kehidupannya untuk kelangsungan hidup komunitasnya. Oleh alasannya itu, kelangsungan hidup insan sanggup menjadi komponen utama dalam Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan, dengan usaha melawan kelaparan, kekeringan, kemiskinan, penyakit, senjata nuklir dan perang yang membinasakan.
Kedua, pinjaman nalar insan dari semua hal yang sanggup merusak, menyerupai alkohol, obat-obatan terlarang dan pengabaian merupakan tujuan universal bagi semua umat manusia. Kehidupan insan merupakan kehidupan kognitif dan kekuatan bagi pengetahuan. Memerangi obat-obatan terlarang dan alkohol merupakan suatu usaha melawan perusakan akal. Demikian halnya hak untuk mengetahui sebagai perlawanan terhadap isu yang disembunyikan, hak untuk pendidikan sebagai perlawanan terhadap pengabaian, hak untuk membuatkan pengetahuan sebagai perlawanan atas monopoli. Ini semua ialah hak asasi manusia. Akal merupakan suatu prasyarat bagi tanggung jawab manusia. Dalam kurun modern, perusakan nalar terjadi di mana-mana. Hal-hal yang tak masuk nalar dan tidak mungkin menyebar di dalam masyarakat super industrial dan di dalam masa pengabaian dan pembersihan otak. Oleh alasannya itu, di negara-negara berkembang, pinjaman nalar insan menjadi tujuan umum.
Ketiga, segera sehabis nalar insan ditegaskan sebagai kekayaan ilmu pengetahuan, usaha bagi sebuah pengetahuan sejati menjadi komponen ketiga bagi Etika Global. Kebenaran berbeda dari dongeng wacana kebenaran. Kebenaran itu objektif dan universal. Ia tidak parsial, mempunyai bentuk yang rusak ataupun tiru-tiru. Kebenaran sanggup berupa agama, etika atau ilmu pengetahuan. Kebenaran ialah objektif dari akal. Ia hadir, sanggup diketahui dan sanggup dikomunikasikan. Transendensi merupakan pola kebenaran agama. Kebaikan merupakan bentuk dasar dari kebenaran etika. Suatu aturan alam juga merupakan satu aspek dari kebenaran ilmu pengetahuan. Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan tidak sanggup ditegakkan di atas relativisme, skeptisisme, agnostitisme atau nihilisme yang merupakan abjad masa modern di masyarakat yang maju. Pun tidak sanggup ditegakkan di atas harapan yang sederhana dari pemimpin, otoritas tradisi atau prosedur kelangsungan hidup di negara-negara berkembang.
Keempat, penegasan wacana kehormatan dan harga diri insan ialah tujuan umum yang lain dan nilai yang pokok dalam etika global. Kehormatan tidak hanya bersifat individu sebagaimana diekspresikan dalam hak asasi insan tapi juga bersifat kolektif, kehormatan dan harga diri masyarakat, bangsa dan budaya. Kehormatan insan itu bukan merupakan persetubuhan, pornografi ketelanjangan, homoseksual atau seks bebas yang tidak bermoral, sebagaimana terjadi di negara-negara industri maju. Kehormatan dari sebuah bangsa bukanlah berada dalam ketergantungan pada negara lain dalam hal makanan, nutrisi, pertahanan, dan pengetahuan, sebagaimana kasus-kasus yang terjadi pada beberapa negara berkembang. Namun, harga diri merupakan kemandirian (self-reliance), swa-sembada (self-sufficiency), swa-pertahanan (self defense) dan kreativitas. Manusia tidak hanya hidup dari makanannya sendiri. Dikarenakan individu dan masyarakat, warga negara dan bangsa mengungkapkan dirinya sendiri, dan membaca diri mereka sendiri kembali kepada budaya, harga diri dari setiap budaya akan menolak semua gambaran yang menghina yang dibuat oleh orang lain, menyerupai mentalitas primitif dan fatwa yang biadab. Penegasan pluralistik dari kebhinekaan insan akan mempunyai sebuah pengaruh penyatuan. Ia akan mencegah perselisihan di antara bangsa, antagonisme di antara orang-orang, dan akan membantu untuk melampaui batas-batas budaya.
Kelima, pinjaman kekayaan individu dan bangsa merupakan komponen besar bagi Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan. Milik pribadi seseorang untuk dia gunakan sendiri merupakan bab dari hak asasi individu. Meski demikian, Islam membuat pembedaan antara milik unggul (Eminent Ownership) dan kekayaan pribadi. Yang pertama merupakan hak istimewa Tuhan. Tuhan membuat segalanya dan kesannya dia mempunyai semuanya. Manusia hanya dipercaya dengan apa yang Dia miliki sebagai simpanan. Manusia mempunyai hak untuk menggunakan, tidak untuk menguras, untuk menikmati tidak untuk memonopoli.
Sebagai kesimpulan, Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan ialah mungkin terwujud segera sehabis sistem kepercayaan agama dipersiapkan sebagai fondasi teoretis bagi sikap insan dan segera sehabis sistem nilai merupakan konsekuensi alami dari semua sistem kepercayaan. Dikarenakan transendensi merupakan landasan dari semua sistem kepercayaan, bahkan mereka yang mendasarkan keyakinannya pada satu bab dari alam (seperti matahari, batu, benda-benda keramat. Pent.), dikarenakan sikap baik yang didasarkan pada niat yang baik dimiliki oleh semua agama dan dikarenakan agresi kolektif yang menyatu bagi kelangsungan hidup insan dan pemeliharaan nalar manusia, keberlanjutan kebenaran yang sanggup diketahui dan pinjaman terhadap manusia, harga diri dan kekayaan nasional sanggup mendorong munculnya konsensus manusia. Oleh alasannya itu, Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan sangat mungkin terwujud.
Sumber
Hasan Hanafi. 2007. Islam dan Humanisme; Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Download
Baca Juga
Baca Juga
2. Hasan Hanafi. Pemikiran dan Karya
3. Hasan Hanafi. Esensi Islam
4. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Prinsip Universal: Transendensi
5. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Kode Etik Universal: Perilaku yang Baik