Empirisme, Rasionalisme, Dan Teori Jean Piaget

Pada jago filsafat berabad-abad berdebat perihal bagaimana insan memperoleh kebenaran atau pengetahuan. Dua aliran filsafat, yaitu empirisme dan rasionalisme, berkembang untuk menjawab pertanyaan ini
Empirisme dan rasionalisme


Para penganut empirisme* (Locke*, Berkeley, Horne) beropini bahwa gotong royong pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan itu diinternalisasi oleh indra-indra. Menurut mereka, seseorang merupakan watu tulis yang higienis dan selama pertumbuhan, “ditulis” di atasnya.

Para rasionalis* menyerupai Descartes*, Spinoza*, dan Kant* tidak menolak pentingnya pengalaman-pengalaman indra, tetapi mereka mempertahankan bahwa daypikir lebih penting daripada pengalaman indra alasannya yaitu daypikir menciptakan kita tahu dengan penuh keyakinan akan banyak kebenaran yang tidak sanggup dicapai oleh pengalaman-pengalaman indra. Misalnya kita tahu bahwa setiap insiden mempunyai sebab, walaupun kita dengan kasatmata tidak sanggup meneliti setiap insiden di masa kemudian dan masa yang akan datang. Para rasionalis* juga menyatakan lantaran indra kita kerap kali menipu kita dalam ilusi-ilusi perseptual, pengalaman-pengalaman sensor tidak sanggup diterima untuk memberi kita pengetahuan yang sanggup dipercaya. Kekakuan, ketelitian, dan kepastian matematis, suatu sistem yang murni deduktif, bagi para rasionalis tetap merupakan pola yang menunjang kekuatan penalaran. Bila mereka harus menunjukan asal kekuatan penalaran, para rasionalis kesannya menyatakan bahwa dengan mengetahui dan menyatakan pengetahuan atau konsep merupakan bawaan, hal tersebut akan berkembang sebagai suatu fungsi kedewasaan.

Munculnya Teori Jean Piaget
Teori Piaget muncul lantaran keberatannya terhadap baik empirisme* maupun rasionalisme*, dan menurutnya, teorinya merupakan suatu sintesis keduanya (gambar di bawah). Salah satu cara menjelaskan sintesis ini ialah dengan membandingkan “bagian lonjong” dengan impitan antara kedua bundar yang terdapat di dalamnya, yang menggambarkan empirisme* dan rasionalisme*. Impitan itu menunjukkan fakta bahwa para empiris mengakui pentingnya daypikir dan para rasionalis mengakui pentingnya input indra. Ketidaksetujuan muncul kalau orang harus memutuskan secara relatif pentingnya pengamatan dan daypikir untuk mencapai kebenaran. Teori Piaget berbeda dengan impitan ini dalam hal Piaget beropini bahwa observasi dan daypikir tidak hanya penting lantaran duduk kasus berimpitannya, tetapi keduanya saling bergantung lantaran yang satu tidak terjadi tanpa yang lain.

Bahkan untuk mengenal suatu benda dari kayu berwarna kuning misalnya, kita harus mempunyai sketsa pembagian terstruktur mengenai yang memungkinkan kita untuk berpikir bahwa benda dari kayu yang berwarna kuning itu berbeda dengan hal-hal tertentu dari benda-benda yang kita kenal. (Pernyataan ini berbeda dengan pernyataan bahwa untuk mengenal suatu pensil sebagai suatu pensil, kita harus mempunyai “konsep” suatu pensil. Pernyataan yang terakhir ini mengemukakan bahwa pensil dalam realita eksternal harus sama dengan suatu “konsep” dalam kepala kita. Piaget menyatakan bahwa “konsep” positif hanya sanggup berada dalam kekerabatan dengan pada unsur-unsur negatif, yaitu hal-hal lain). Jika pensil itu tidak kita tempatkan dalam kekerabatan dengan pengetahuan kita sebelumnya, pensil itu akan tetap terisolasi dalam pikiran kita dan tidak ada kekerabatan dengan hal-hal lain.

Untuk mengenal kekuningan pensil itu pun kita harus mempunyai suatu kerangka pembagian terstruktur mengenai yang memungkinkan kita membedakan “kuning” dari warna-warna yang lain. Jadi, hanya dengan menempatkan benda-benda yang saling berhubunganlah kita sanggup “membaca” fakta-fakta empiris realitas. Sebaliknya daypikir juga tidak sanggup berkembang tanpa info sensor alasannya yaitu tanpa objek-objek untuk ditempatkan dalam hubungan-hubungan, kerangka logika matematika tidak sanggup berkembang.

Jadi, Piaget merasa bahwa pandangan empiris perihal sifat sensor pengetahuan tidak tepat. Ia juga tidak sanggup oke dengan gagasan rasionalis bahwa daypikir itu bersifat bawaan.


Hasil pekerjaan Jean Piaget
Originalitas pekerjaan Piaget meliputi hal-hal berikut.
a. Ia beropini bahwa pertanyaan-pertanyaan epistemologis harus dijawab secara ilmiah daripada secara spekulasi filosofi.
b. Ia yakin bahwa metode ilmiah yang paling baik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini yaitu dengan mempelajari perkembangan pengetahuan dalam anak.
c. Ia merumuskan konstruktivisme sebagai suatu hipotesis
d. Ia menemukan metode-metode yang luar biasa (indigenius) perihal pengumpulan data. Semua ini merupakan pola yang kreatif dalam sains.

Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta

Baca Juga


Download

Baca Juga
1. Jean Piaget. Biografi Psikolog
2. Jean Piaget. Teori Perkembangan Kognitif
3. Jean Piaget. Perkembangan Kognitif
4. Jean Piaget. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif
5. Jean Piaget. Tahap Pemikiran Pra-Operasional
6. Jean Piaget. Tahap Operasi Berpikir Konkret
7. Jean Piaget. Tahap Operasi Berpikir Formal
8. Jean Piaget. Perkembangan Intelektual 
9. Jean Piaget. Tingkat Perkembangan Intelektual
10. Jean Piaget. Faktor-faktor yang Menunjang Perkembangan Intelektual
11. Jean Piaget. Pengetahuan Fisik, Logika-Matematika, dan Sosial

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel