Amina Wadud. Biografi Dan Pemikiran
Amina Wadud dilahirkan di sebuah desa Bethesda, Maryland, Amerika Serikat pada tanggal 25 September tahun 1952 M dan diberi nama Mary Teasley. Ayahnya ialah seorang Methodits Menteri dan ibunya keturunan dari budak Arab, Berber dan Afrika. Pada tahun 1972 ia mengucapkan syahadat dan mendapatkan Islam dan pada tahun 1974 namanya di ubah resmi menjadi Amina Wadud untuk mencerminkan afiliasi agamanya.
Amina Wadud menjalani pendidikan di perguruan tinggi (S1) antara tahun 1970 hingga tahun 1975 di University of Pennsylvania. Kemudian dia melanjutkan pendidikan pascasarjana (S2) di The University of Michigan dengan mengambil konsentrasi Near Eastern Studies (Studi Timur Dekat) dan lulus pada tahun 1982. Masih pada universitas yang sama, dia melanjutkan pendidikannya pada tingkat doktor (S3) dengan konsentrasi Arabic and Islamic Studies (Bahasa Arab dan Studi Islam), dan simpulan pada tahun 1988 M. Di samping pendidikan formal di atas, dia juga pernah mengikuti advanced Arabic di Mesir pada The American University Cairo. Dia juga pernah menngikuti Qur’anic Studies and Tafsir di Cairo University, dan Course in Philosophy di Al-Azhar University.
Amina Wadud ialah seorang feminis Islam dengan fokus progresif pada tafsir al-Quran. Dia dikontrak menjadi Asisten Profesor di International Islamic University Malaysa di bidang Studi al-Quran di Malaysa untuk jangka waktu 3 tahun, antara 1989-1992. Amina Wadud merupakan tokoh feminisme muslim yang produktif, banyak karya tulis yang sudah diterbitkannya, ia juga mendirikan beberapa kursus singkat keislaman. Salah satu desertasi yang pernah ia terbitkan ialah Al-Qur’an Dan Perempuan: Membaca Ulang Teks Suci Dari Women Perspektif, sebuah buku yang dihentikan di UAE. Namun, buku tersebut terus dipakai oleh Sisters Islam di Malaysia sebagai teks dasar bagi aktifis dan akademisi.
Karya Amina Wadud sesungguhnya merupakan kegelisahan intelektual penulisnya mengenai ketidakadilan gender dalam masyarakat. Menurut Amina Wadud, salah satu penyebab terjadinya ketidakadilan gender dalam kehidupan sosial ialah alasannya ideologi kepercayaan penafsiran al-Qur’an yang dianggapnya bias patriarkhi*. Untuk memperoleh penafsiran yang relatif objektif, seorang mufassir harus kembali pada prinsip-prinsip dasar dalam al-Quran sebagai kerangka paradigmanya. Itulah mengapa Amina mensyaratkan seorang mufassir memahami word view.
Amina Wadud Muhsin juga salah satu tokoh feminis muslim kontroversial, dikarenakan telah mendobrak dinding paradigma konvensional yang dipertahankan selama empat belas kala sebelumnya. Pendobrakan ini dilakukan oleh Amina Wadud bukan hanya pada ranah konseptual, tetapi juga dibuktikan pada ranah praksis. Jum’at, 18 Maret 2005, di sebuah gereja katederal di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street, New York, untuk pertama kalinya selama kurun waktu 1400 sejarah Islam, Dr. Amina Wadud, Profesor Islamic Studies di Virginia Commonwealth University, menjadi perempuan pertama yang memimpin sholat Jum’at. Dalam sholat Jum’at yang dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaah pria dan perempuan tersebut, Dr. Aminah Wadud juga menjadi khatib jum’at dan sebelumnya adzan dikumandangkan juga oleh seorang wanita, tanpa epilog kepala. Dalam hal ini, Amina wadud ingin membangkitkan tugas perempuan dengan kesetaraan dalam korelasi gender, dengan berprinsip pada keadilan sosial dan kesetaraan gender.
Realitas dalam Islam mengambarkan kenapa tugas perempuan bodoh dari pada laki-laki. Dia juga ingin menyelamatkan perempuan dari konservatisme Islam. Menurutnya banyak hal yang menjadikan penafsiran miring wacana perempuan; kultur masyarakat, kesalahan paradigma, latar belakang para penafsir yang kebanyakan dari laki-laki. Oleh alasannya itu ayat wacana perempuan hendaklah ditafsirkan oleh perempuan sendiri berdasarkan persepsi, pengalaman dan fatwa mereka. Kegelisahan yang dirasakan Wadud ialah fenomena patriarkal* dalam masyarakat muslim. Ia melihat marjinalisasi tugas perempuan dalam tatanan sosial yang selama ini terus terjadi, bahkan hingga ketika ini. Alqur’an yang menurutnya membawa nilai keadilan, belum bisa terasimilasi dalam kehidupan masyarakat muslim. Maka ia tak ragu mempertanyakan bagaimana bahu-membahu perempuan di perlakukan di dalam Islam.
Sesaat sebelum melakukan shalat Jum’at yang penuh kontroversi itu, ia menyampaikan bahwa informasi kesetaraan gender ialah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, sayangnya kaum muslim telah dipengaruhi penafsiran yang sangat terbatas yang menyebabkannya mengalami kemunduran. Ia juga menambahkan bahwa apa yang dilakukannya (menjadi Imam dan khatib shalat Jum’at) hanya simbolisasi dari aneka macam kemungkinan yang bisa dilakukan dalam Islam.
Pendiri kelompok perempuan Muslim Women’s Tour, Asra Q Nomani, gebrakan yang dilakukan oleh Amina Wadud ini akan menyadarkan masyarakat terhadap kondisi ketidaksetaraan gender yang selama ini terjadi. Ketidasetaraan gender itu menurutnya tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari umat muslim, tapi hal itu juga terjadi pada aspek spiritual. Menurut Nomani, yang menjadi panitia penyelengara Shalat Jum’at yang diimami Amina Wadud ini, ia dan Wadud akan memperjuangkan hak mereka sebagai muslimah dalam Islam. “Suatu hari nanti, kami akan menjadi pemimpin dunia Islam,” tegasnya.
Sumber
• https://www.ruangmuslimah.co/3484-amina-wadud-imam-nyeleneh-dari-virginia
• Irsyadunnas. Tafsir Ayat-Ayat Gender ala Amina Wadud Perspektif hermeneutika gadamer. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
• Jouharullatif Al Ghoni. Feminisme Pemikiran Amina Wadud dalam Kesetaraan Gender dan Implementasinya Terhadap Pendidikan Berkesetaraan Gender. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto
Download
Amina Wadud menjalani pendidikan di perguruan tinggi (S1) antara tahun 1970 hingga tahun 1975 di University of Pennsylvania. Kemudian dia melanjutkan pendidikan pascasarjana (S2) di The University of Michigan dengan mengambil konsentrasi Near Eastern Studies (Studi Timur Dekat) dan lulus pada tahun 1982. Masih pada universitas yang sama, dia melanjutkan pendidikannya pada tingkat doktor (S3) dengan konsentrasi Arabic and Islamic Studies (Bahasa Arab dan Studi Islam), dan simpulan pada tahun 1988 M. Di samping pendidikan formal di atas, dia juga pernah mengikuti advanced Arabic di Mesir pada The American University Cairo. Dia juga pernah menngikuti Qur’anic Studies and Tafsir di Cairo University, dan Course in Philosophy di Al-Azhar University.
Amina Wadud ialah seorang feminis Islam dengan fokus progresif pada tafsir al-Quran. Dia dikontrak menjadi Asisten Profesor di International Islamic University Malaysa di bidang Studi al-Quran di Malaysa untuk jangka waktu 3 tahun, antara 1989-1992. Amina Wadud merupakan tokoh feminisme muslim yang produktif, banyak karya tulis yang sudah diterbitkannya, ia juga mendirikan beberapa kursus singkat keislaman. Salah satu desertasi yang pernah ia terbitkan ialah Al-Qur’an Dan Perempuan: Membaca Ulang Teks Suci Dari Women Perspektif, sebuah buku yang dihentikan di UAE. Namun, buku tersebut terus dipakai oleh Sisters Islam di Malaysia sebagai teks dasar bagi aktifis dan akademisi.
Karya Amina Wadud sesungguhnya merupakan kegelisahan intelektual penulisnya mengenai ketidakadilan gender dalam masyarakat. Menurut Amina Wadud, salah satu penyebab terjadinya ketidakadilan gender dalam kehidupan sosial ialah alasannya ideologi kepercayaan penafsiran al-Qur’an yang dianggapnya bias patriarkhi*. Untuk memperoleh penafsiran yang relatif objektif, seorang mufassir harus kembali pada prinsip-prinsip dasar dalam al-Quran sebagai kerangka paradigmanya. Itulah mengapa Amina mensyaratkan seorang mufassir memahami word view.
Amina Wadud Muhsin juga salah satu tokoh feminis muslim kontroversial, dikarenakan telah mendobrak dinding paradigma konvensional yang dipertahankan selama empat belas kala sebelumnya. Pendobrakan ini dilakukan oleh Amina Wadud bukan hanya pada ranah konseptual, tetapi juga dibuktikan pada ranah praksis. Jum’at, 18 Maret 2005, di sebuah gereja katederal di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street, New York, untuk pertama kalinya selama kurun waktu 1400 sejarah Islam, Dr. Amina Wadud, Profesor Islamic Studies di Virginia Commonwealth University, menjadi perempuan pertama yang memimpin sholat Jum’at. Dalam sholat Jum’at yang dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaah pria dan perempuan tersebut, Dr. Aminah Wadud juga menjadi khatib jum’at dan sebelumnya adzan dikumandangkan juga oleh seorang wanita, tanpa epilog kepala. Dalam hal ini, Amina wadud ingin membangkitkan tugas perempuan dengan kesetaraan dalam korelasi gender, dengan berprinsip pada keadilan sosial dan kesetaraan gender.
Realitas dalam Islam mengambarkan kenapa tugas perempuan bodoh dari pada laki-laki. Dia juga ingin menyelamatkan perempuan dari konservatisme Islam. Menurutnya banyak hal yang menjadikan penafsiran miring wacana perempuan; kultur masyarakat, kesalahan paradigma, latar belakang para penafsir yang kebanyakan dari laki-laki. Oleh alasannya itu ayat wacana perempuan hendaklah ditafsirkan oleh perempuan sendiri berdasarkan persepsi, pengalaman dan fatwa mereka. Kegelisahan yang dirasakan Wadud ialah fenomena patriarkal* dalam masyarakat muslim. Ia melihat marjinalisasi tugas perempuan dalam tatanan sosial yang selama ini terus terjadi, bahkan hingga ketika ini. Alqur’an yang menurutnya membawa nilai keadilan, belum bisa terasimilasi dalam kehidupan masyarakat muslim. Maka ia tak ragu mempertanyakan bagaimana bahu-membahu perempuan di perlakukan di dalam Islam.
Sesaat sebelum melakukan shalat Jum’at yang penuh kontroversi itu, ia menyampaikan bahwa informasi kesetaraan gender ialah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, sayangnya kaum muslim telah dipengaruhi penafsiran yang sangat terbatas yang menyebabkannya mengalami kemunduran. Ia juga menambahkan bahwa apa yang dilakukannya (menjadi Imam dan khatib shalat Jum’at) hanya simbolisasi dari aneka macam kemungkinan yang bisa dilakukan dalam Islam.
Pendiri kelompok perempuan Muslim Women’s Tour, Asra Q Nomani, gebrakan yang dilakukan oleh Amina Wadud ini akan menyadarkan masyarakat terhadap kondisi ketidaksetaraan gender yang selama ini terjadi. Ketidasetaraan gender itu menurutnya tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari umat muslim, tapi hal itu juga terjadi pada aspek spiritual. Menurut Nomani, yang menjadi panitia penyelengara Shalat Jum’at yang diimami Amina Wadud ini, ia dan Wadud akan memperjuangkan hak mereka sebagai muslimah dalam Islam. “Suatu hari nanti, kami akan menjadi pemimpin dunia Islam,” tegasnya.
Sumber
• https://www.ruangmuslimah.co/3484-amina-wadud-imam-nyeleneh-dari-virginia
• Irsyadunnas. Tafsir Ayat-Ayat Gender ala Amina Wadud Perspektif hermeneutika gadamer. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
• Jouharullatif Al Ghoni. Feminisme Pemikiran Amina Wadud dalam Kesetaraan Gender dan Implementasinya Terhadap Pendidikan Berkesetaraan Gender. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto
Download