Alexis De Tocqueville. Sekilas Pemikiran

Perkembangan Sosiologi Prancis
Kita kembali kepada pendiri sebetulnya sosiologi sebagai suatu disiplin tersendiri. Khususnya, kepada karya empat pemikir Prancis: Alexis de Tocqueville*, Claude Saint Simon*, Auguste Comte*, dan Khususnya Emile Durkheim*.

Alexis de Tocqueville (1805-1899)
Kita bahas terlebih dahulu Alexis de Tocqueville* meskipun beliau lahir sesudah Saint-Simon* maupun Comte*. Kami melaksanakan itu alasannya ia dengan karyanya merupakan produk murni Pencerahan (dia dipengaruhi kuat dan secara eksklusif oleh Montesquieu* [B. Singer, 2005b], khususnya karyanya The Spirit of the Laws [1748]) dan alasannya karyanya bukan bab dari garis terang perkembangan di dalam teori sosial Prancis mulai dari Saint-Simon* dan Comte* hingga Durkheim* yang sangat penting. Tocqueville* telah usang dilihat sebagai ilmuwan politis, bukan sosiolog, lagi pula banyak orang yang tidak mencicipi hadirnya teori sosial di dalam karyanya (misal, Seidman, 1983:306). Akan tetapi, bukan saja bahwa memang ada teori sosial di dalam karyanya, tetapi teori itu patut menerima kawasan yang lebih signifikan di dalam sejarah teori sosial tidak hanya di Prancis tetapi di bab dunia lainnya.


Tocqueville* dikenal baik untuk karyanya Democracy in America (1835/1840/1969) yang legendaris dan sangat berpengaruh, khususnya volume pertama. Volume itu membahas, dengan cara yang sangat memuji, sistem demokratis Amerika mula-mula. Buku itu dianggap sebagai dukungan awal bagi perkembangan "ilmu politis". Akan tetapi, di dalam volume selanjutnya, dan juga di dalam karya-karyanya yang belakangan, Tocqueville* membuatkan dengan terang suatu teori sosial yang luas yang patut menerima kawasan di dalam kanon teori sosial.

Tiga gosip yang saling berkaitan terletak di jantung teori Tocqueville. Sebagai produk Pencerahan, beliau yaitu pendukung besar, dan penganjur, kebebasan (yang pertama dan yang terkemuka). Akan tetapi, beliau jauh lebih kritis terhadap kesetaraan, yang beliau lihat cenderung menghasilkan mediokritas dibandingkan dengan hasil yang berkualitas lebih tinggi yang dihubungkan dengan para bangsawan (dia sendiri yaitu seorang aristokrat) dari kurun sebelumnya, yang lebih tidak egaliter. Lebih penting lagi, kesetaraan dan mediokritas juga dihubungkan dengan hal yang paling diperhatikannya, yakni pertumbuhan sentralisasi, khususnya di dalam pemerintahan, dan bahaya yang dihadapkan pemerintahan yang tersentralisasi kepada kebebasan. Menurut pandangannya, ketidaksetaraan di masa lalu, yang merupakan kekuatan kaum aristokrat, justru itulah yang bertindak mengawasi sentralisasi pemerintahan. Akan tetapi, dengan maut kaum aristokrat, dan munculnya kesetaraan yang lebih besar, tidak ada lagi kelompok-kelompok yang bisa melawan kecenderungan menuju sentralisasi yang senantiasa hadir. Massa rakyat yang sebagian besar sama terlalu "membudak" sehingga tidak sanggup melawan kecenderungan tersebut. Selanjutnya, Tocqueville* menghubungkan kesetaraan dengan "individualisme" (suatu konsep penting yang beliau klaim beliau "ciptakan" dan untuk itu beliau dihargai), dan para individualis yang dihasilkan, yang kurang peduli akan kesejahteraan "komunitas" yang lebih besar, dibanding pendahulu mereka, kaum aristokrat.

Karena alasan itulah Tocqueville* bersikap kritis terhadap demokrasi, dan khususnya sosialisme. Komitmen demokrasi kepada kebebasan pada alhasil diancam oleh komitmennya yang setara kepada kesetaraan dan kecenderungannya kepada pemerintahan terpusat. Tentu saja, dari sudut pandang Tocqueville*, situasinya akan jauh lebih jelek dalam sosialisme. Komitmen sosialisme yang sangat besar kepada kesetaraan, dan kemungkinannya untuk sentralisasi pemerintahan yang jauh lebih besar, akan menghadirkan bahaya yang sangat besar kepada kebebasan. Pandangannya yang terakhir itu benar-benar terbukti berkat apa yang tersingkap di Uni Soviet dan masyarakat-masyarakat lain yang bekerja, setidaknya berdasarkan nama, di bawah panji sosialisme.


Oleh alasannya itu, kekuatan teori Tocqueville* terletak pada ide-ide yang saling berkaitan mengenai kebebasan, kesetaraan, dan khususnya sentralisasi. "Narasi besar"-nya mengenai kendali pemerintahan pusat yang terus meningkat mengantisipasi teori-teori lain termasuk karya Weber* mengenai birokrasi dan khususnya karya Michel Foucault* yang lebih kontemporer mengenai "mentalitas pemerintah" dan penyebarannya yang berangsur-angsur, kehalusan dan kecondongannya yang terus meningkat menyerbu bahkan "jiwa" orang yang dikendalikannya. Ada suatu teori sosial yang sangat mendalam di dalam karya Tocqueville*, tetapi tidak besar lengan berkuasa pada teori-teori dan para teoretisi yang didiskusikan di bab lain dari bab ini berkenaan dengan teori sosial Prancis. Pengaruh teori itu sebagian besar terbatas pada perkembangan ilmu politik dan kepada karya mengenai demokrasi Amerika dan Revolusi Prancis (Tocqueville, 1856/1983). Tentu saja ada para sosiolog (dan para ilmuwan sosial lainnya) yang mengakui arti penting Tocqueville*, khususnya orang-orang yang berminat pada hubungan antara individualisme dan komunitas (Bellah dkk, 1985; Nisbet, 1953; Putman, 2001; Riesman, 1950), tetapi hingga kini ini teori-teori Tocqueville belum diberi kawasan yang sepatutnya di dalam teori sosial pada umumnya, dan bahkan di dalam teori sosial Prancis (Gane, 2003)


Download di Sini


Sumber:
Ritzer, George. "Teori Sosiologi". 2012. Pustaka Pelajar. Yogyakarta


Baca Juga
Alexis de Tocqueville. Biografi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel