Fordisme Dan Pos-Fordisme

Salah satu dari perhatian-perhatian terkini para Marxis yang berorientasi ekonomi ialah gosip apakah kita telah menyaksikan, atau sedang menyaksikan, suatu peralihan dari “Fordisme” ke “pos-Fordisme”. Perhatian itu dihubungkan dengan gosip yang lebih luas mengenai apakah kita telah mengalami peralihan dari suatu masyarakat modern ke masyarakat pos-modern (Gartman, 1998). Secara umum, Fordisme diasosiasikan dengan era modern, sementara pos-Fordisme dihubungkan dengan epos posmodern yang lebih mutakhir.

Fordisme tentu saja mengacu kepada ide-ide, prinsip dan sistem-sistem yang dibiakkan oleh Henry Ford. Ford pada umumnya dipuji lantaran pengembangan sistem produksi massal modern, terutama melalui penciptaan lini perakitan mobil. Ciri-ciri berikut ini sanggup dihubungkan dengan Fordisme:
 Produksi massal produk-produk homogen

 Penggunaan teknologi-teknologi yang tidak luwes menyerupai lini perakitan

 Penggunaan rutinitas kerja yang distandarkan (Taylorisme)

 Peningkatan dalam produktivitas berasal dari “ekonomi skala dan juga penghilangan keahlian, intensifikasi, dan homogenisasi tenaga kerja” (Clarke, 1990:73)

 Munculnya tenaga pekerja massal dan serikat-serikat buruh yang dibirokratisasikan

 Negoisasi oleh serikat-serikat buruh untuk upah yang seragam terkait bersahabat dengan peningkatan di dalam laba dan produktivitas

 Pertumbuhan suatu pasar untuk produk-produk yang dihomogenkan dari industri-industri produksi massal dan homogenisasi pola-pola konsumsi yang dihasilkan

 Peningkatan upah, yang disebabkan oleh unionisasi, menghasilkan ajakan yang semakin banyak akan penambahan persediaan produk-produk yang diproduksi massal

 Suatu pasar untuk produk-produk yang diatur oleh kebijakan-kebijakan makroekonomi Keynesian dan suatu pasar untuk tenaga kerja yang ditangani oleh penawaran kolektif yang diawasi oleh negara

 Lembaga-lembaga pendidikan massal yang menyediakan massa pekerja yang dibutuhkan oleh industri (Clarke, 1990:73)

Sementara Fordisme bertumbuh di sepanjang kurun kedua puluh khususnya di Amerika Serikat, Fordisme mencapai puncaknya dan mulai mengalami kemunduran pada 1970-an, khususnya sehabis krisis minyak 1973 dan kemunduran berikutnya industri kendaraan beroda empat dan munculnya orang Jepang sebagai saingannya. Hasilnya, diargumenkan bahwa kita sedang menyaksikan kemunduran Fordisme dan munculnya pos-Fordisme, yang dicirikan oleh hal berikut ini:
 Kemunduran minat pada produk-produk massal disertai dengan pertumbuhan minat pada produk-produk yang lebih terspesialisasi, khususnya yang memiliki gaya dan kualitas tinggi

 Produk-produk yang terspesialisasi memerlukan pelaksanaan produksi yang lebih singkat, yang menghasilkan sistem-sistem yang lebih kecil dan lebih produktif

 Produksi-produksi yang lebih luwes diuntungkan dengan datangnya teknologi-teknologi baru, training yang lebih baik, tanggung jawab yang lebih banyak dan otonomi yang lebih besar

 Produksi harus dikendalikan melalui sistem-sistem yang lebih luwes

 Birokrasi-birokrasi raksasa, yang tidak luwes perlu diganti secara dramatis semoga sanggup beroperasi dengan lebih luwes

 Serikat-serikat buruh yang dibirokratisasi (dan partai-partai politis) tidak lagi mewakili secara memadai kepentingan-kepentingan tenaga kerja gres yang sangat terdiferensiasi

 Penawaran kolektif yang didesentralisasi menggantikan negoisasi-negoisasi yang tersentralisasi

 Para pekerja menjadi semakin terdiferensiasi menyerupai halnya rakyat dan memerlukan komoditas, gaya hidup, dan penyaluran budaya yang lebih terdiferensiasi

 Negara kesejahteraan yang tersentralisasi tidak lagi memenuhi kebutuhan (misalnya, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan) populasi yang beragam, dan terdiferensiasi, dibutuhkan lembaga-lembaga yang lebih fleksibel (Clarke, 1990:73-74)

Jika orang butuh merangkum perubahan dari Fordisme ke pos-Fordisme, hal itu akan dilukiskan sebagai peralihan dari homogenitas ke heterogenitas.

Ada dua gosip umum yang termuat di sini. Pertama, apakah transisi dari Fordisme menuju pos-Fordisme benar-benar terjadi? Kedua, apakah pos-Fordisme memberi impian pemecahan masalah-masalah yang terkait dengan Fordisme?

Pertama, tentu saja tidak ada pemutusan historis antara Fordisme dan pos-Fordisme (S. Hall, 1988). Meskipun kita bersedia mengakui bahwa unsur-unsur pos-Fordisme telah muncul di dunia modern, sama jelasnya bahwa unsur-unsur Fordisme masih bertahan dan tidak memperlihatkan gejala sedang lenyap. Contohnya, sesuatu sanggup kita sebut “McDonaldisme”, suatu fenomena yang dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan Fordisme, sedang tumbuh dalam kecepatan yang sangat mengejutkan di dalam masyarakat kontemporer. Berbasis model restoran cepat saji, semakin banyak sektor-sektor masyarakat sedang memanfaatkan prinsip-prinsip McDonaldisme (Ritzer, 2008b). McDonaldisme memiliki banyak karakteristik yang sama dengan Fordisme—produk-produk yang homogen, teknologi-teknologi yang kaku, rutinitas kerja yang distandarkan, penghancuran keahlian, homogenisasi tenaga kerja (dan pelanggan), pekerja massa, homogenisasi konsumsi, dan seterusnya. Oleh lantaran itu, Fordisme masih hidup dan sehat di dunia modern, meskipun ia berubah fantastis menjadi McDonaldisme. Selanjutnya, Fordisme klasik—contohnya, di dalam bentuk lini perakitan—mempertahankan kehadiran yang signifikan dalam masyarakat Amerika.

Kedua, sekalipun kita mendapatkan inspirasi bahwa pos-Fordisme menyertai kita, apakah ia menyajikan solusi bagi masalah-masalah masyarakat kapitalis modern? Beberapa neo-Marxis (dan banyak pendukung sistem kapitalis ) menaruh impian besar kepadanya: “Pos-Fordisme terutama yakni ungkapan impian bahwa perkembangan kapitalis masa depan akan menjadi keselamatan demokrasi sosial” (Clarke, 1990:75). Akan tetapi, itu hanyalah suatu impian dan dalam banyak kasus, selalu ada bukti bahwa pos-Fordisme mungkin bukanlah surga yang dibutuhkan beberapa pengamat.

Model Jepang (yang dipudarkan oleh keruntuhan yang tajam industri Jepang pada 1990-an) secara luas dipercaya sebagai teladan bagi pos-Fordisme. Akan tetapi, riset pada industri Jepang (Satoshi, 1982) dan pada industri-industri Amerika yang memanfaatkan teknik-teknik administrasi Jepang memperlihatkan bahwa ada masalah-masalah besar dengan sistem itu dan bahkan sanggup membantu meningkatkan level eksploitasi pekerja. Parker dan Slaughter menyebut sistem Jepang sebagaimana yang di gunakan di Amerika Serikat (dan mungkin lebih jelek lagi di Jepang) “manajemen dengan tekanan”:”Tujuannya ialah merentangkan sistem menyerupai sebuah pita karet hingga ke batas elastisitasnya” (1990:33). Di antara hal lain, kerja dipercepat hingga melebihi lini perakitan Amerika tradisional, memperlihatkan tegangan yang sangat besar kepada para pekerja, yang harus bekerja secara heroik hanya untuk menuntaskan lini tersebut. Secara lebih umum, Levidow melukiskan para pekerja pos-Fordis gres “tidak henti-hentinya ditekan untuk meningkatkan produktivitas mereka, sering demi upah konkret yang lebih rendah—entah mereka pekerja pabrik, pekerja rumah di dalam industri garmen, pekerja jasa yang diprivatkan atau bahkan pengajar politeknik” (1990:59). Oleh lantaran itu, mungkin daripada menggambarkan suatu solusi bagi masalah-masalah kapitalisme, pos-Fordisme mungkin sekadar menjadi fase gres yang lebih membahayakan dalam meningkatkan eksploitasi pekerja oleh para kapitalis.


Download di Sini


Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel