Gerhard E. Lenski. Struktur Dan Konflik Dalam Perspektif Evolusioner

[Sintesa Teori Gerhard E. Lenski]
Gerhard E. Lenski membuatkan sebuah teori yang pada hakikatnya lebih merupakan sintesa daripada menyelaraskan secara sederhana teori konflik dengan analisa fungsional. Walaupun teorinya khusus berafiliasi dengan pelapisan sosial, akan tetapi bahu-membahu merupakan usaha untuk mengungkapkan sejarah umat insan selama sepuluh era ke dalam suatu model sosiologis. Perpaduan perkiraan konflik dan fungsionalis Lenski dibentuk dalam suatu kerangka evolusioner. Menurut Lenski hanya teori evolusioner yang sanggup menganalisa struktur maupun proses tanpa dibatasi oleh rangkaian perjalanan waktu yang pendek.

Teori stratifikasi Lenski, dengan demikian, mencoba menyatukan usaha-usaha kaum fungsionalis dan penganut teori konflik untuk menjelaskan eksistensi dan operasi kelas-kelas sosial. Davis* dan Moore (1954) menyatakan dalam perspektif fungsionalis bahwa pelapisan merupakan hal yang harus ada dalam suatu masyarakat. Penjenjangan pekerjaan yakni akhir perbedaan kepentingan fungsional dari kedudukan yang berbeda; dalam arti ganjaran yang diberikan untuk memenuhi posisi itu harus cukup untuk membuat orang mendapatkan pandangan bahwa “untuk menduduki pekerjaan yang penting itu sulit”.

Dengan demikian perbedaan sosial merupakan alat yang menjamin bahwa banyak sekali posisi yang paling penting  hanya pantas diduduki oleh orang yang paling mampu. Sejalan dengan determinan ini ialah kenyataan bahwa beberapa posisi membutuhkan banyak sekali keahlian, talenta dan pengalaman dengan akhir jumlah orang yang bisa diangkat menduduki posisi tersebut menjadi langka.

Walau argumen Davis* dan Moore merupakan usaha awal kaum fungsionalis yang dibentuk sebagai titik tolak bagi teori pelapisan selanjutnya, tetapi hal itu terperinci hanya menurut model integrasi dan konsensus. Di sini tercakup pengertian bahwa kelas-kelas sosial itu perlu ada semoga masyarakat berfungsi bahwa kelas tersebut bergerak bersama untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat, dan bahwa sistem yang ada, paling tidak secara rahasia memang telah disetujui oleh para anggota masyarakat. Sistem pelapisan dengan demikian yakni suatu ganjaran bagi pelayanan yang diberikan semoga mempelancar masyarakat berfungsi. Akan tetapi model yang demikian hanya mengatakan pandangan pelapisan yang parsial.

Model pelapisan kaum fungsionalis sering dipertentangkan dengan model konflik yang lebih menekankan paksaan dan kekerasan dibanding persetujuan bersama. Banyak sekali model dasar pelapisan dari andal teori konflik itu yang bisa ditemukan dalam karya Karl Marx*. Bagi Marx, dasar kelas sosial bukan konsensus tetapi penghisapan suatu kelas oleh kelas lain. Sehubungan dengan masyarakat kapitalis, Marx* beropini bahwa pemilik banyak sekali sarana produksi yakni wakil dari kelas atas yang melaksanakan tekanan serta sanggup memaksakan kontrol terhadap kelas buruh yang lebih rendah. Menurut Marx, model dua kelas ini tetap sanggup dilihat dalam sejarah, apakah dalam bentuk kekerabatan antara budak dan tuan, buruh dan majikan atau borjuis dan proletar. Bagi Marx* yang mendorong perubahan yakni konflik, dan hanya konflik yang sanggup menggerakan susunan sosial dari sistem kelas ke sistem tanpa kelas.

Kedua pendekatan terhadap pelapisan itu yaitu teori fungsionalisme dan konflik bertumpu pada dua tradisi yang didasari oleh perbedaan perkiraan ihwal hakikat insan dan hakikat masyarakat. Fungsionalisme bertumpu pada tradisi konservatif yang melihat stratifikasi penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Di pihak lain teori konflik mempertanyakan eksistensi “kebutuhan-kebutuhan sosial”. Ia lebih berkepentingan dengan banyak sekali kebutuhan, keinginan, dan kepentingan individu-individu serta sub-kelompok (dari pada dengan masyarakat yang lebih luas) dalam usaha mereka untuk memperoleh barang dan jasa yang bernilai dan langka. Perbedaan semacam itu mencerminkan pertentangan perkiraan ihwal hakikat manusia. Lenski menyatakan bahwa kaum fungsionalis menekankan hakikat sosial makhluk manusia; yaitu, insan tidak sanggup survive tanpa hidup berkelompok. Akan tetapi, disaat yang sama, mereka “mencurigai hakikat dasar insan dan menekankan perlunya kendali terhadap lembaga-lembaga sosial” (Lenski 1966:22).

Di pihak lain, penganut teori konflik lebih optimis ihwal sifat baik insan dan lebih mewaspadai lembaga-lembaga sosial yang merintangi hakikat ini. Bersumber pada pertentangan pandangan ihwal insan itu, para penganut teori fungsionalis dan konflik juga berbeda pendapat ihwal masyarakat. Para penganut teori fungsionalis lebih cenderung melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang lengkap dan sempurna, sementara penganut teori konflik melihat masyarakat sebagai medan pertempuran di mana terjadi banyak sekali pergulatan.

Lenski skpetis terhadap seluruh dikotomi kategoris yang melihat insan sebagai “baik” atau “buruk” dan masyarakat sebagai suatu “sistem” dan “non-sistem”. Daripada membuat konsep-konsep kategoris yang mencerminkan dikotomi ya atau tidak, para andal sosiologi seharusnya mencoba membentuk konsep-konsep variabel yang mencerminkan tingkat di mana suatu fenomena tertentu hadir. Yang jadi problem contohnya bukan apakah masyarakat itu merupakan suatu sistem yang tepat atau tidak, tetapi hingga di tingkat mana hal itu benar-benar ada. Untuk menghindari perbedaan konseptual yang bersifat kategoris, Lenski menyatakan bahwa teori-teori fungsional dan konflik menyediakan proposisi-proposisi lewat mana suatu teori pelapisan yang tunggal bisa diperoleh. Pada kiprah mensintesakan posisi radikal dan konservatif inilah Lenski mengarahkan segala usaha untuk mempelajari kekuasaan dan privilese dalam masyarakat.


Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret M. 1979. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.


Baca Juga
1. Gerhard E. Lenski. Struktur Dinamika Sistem Distribusi
2. Gerhard E. Lenski. Pembuktian Tesis Stratifikasi
3. Gerhard E. Lenski. Struktur Sistem Pelapisan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel