Immanuel Kant (1724-1804 M)

Immanuel Kant lahir di Jerman, tepatnya di wilayah Konigsberg pada 22 April 1724-12 Februari 1804 M. Kant dikenal sebagai salah seorang filsuf eksistensialis Jerman yang besar lengan berkuasa dan produktif menulis banyak buku. Karyanya yang terpenting ialah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam buku ini ia “membatasi pengetahuan manusia” atau “apa yang sanggup diketahui manusia”. Di dalamnya ia memperlihatkan tiga pertanyaan: Apa yang sanggup kuketahui? Apa yang harus kulakukan? Apa yang sanggup kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut: Apa-apa yang sanggup diketahui insan hanyalah yang dipersepsi dengan pancaindra. Lain dari itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide. Semua yang harus dilakukan insan harus sanggup diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”.
Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, lantaran apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan. Yang sanggup diharapkan insan ditentukan oleh logika budinya. Inilah yang menetapkan pengharapan manusia. Ketiga pertanyaan di atas sanggup digabung dan ditambahkan menjadi pertanyaan keempat: “Apa itu manusia?”

Belakangan, Immanuel Kant lebih dikenal sebagai tokoh kritisisme. Filsafat kritis yang ditampilkannya bertujuan untuk menjembatani kontradiksi antara kaum rasionalisme dengan kaum empirisisme. Bagi Kant, baik rasionalisme maupun empirisisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum dan terbukti dengan jelas. Kedua pemikiran itu mempunyai kelemahan yang justru merupakan kebaikan bagi kelanjutan masing-masing.

Bagi Kant, pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum rasionalisme tercermin dalam putusan yang bersifat analistik-apriori yaitu suatu bentuk putusan di mana predikat sudah termasuk dengan sendirinya ke dalam subjek. Sedangkan pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum empirisisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat sintetik-aposteriori, yaitu suatu bentuk putusan di mana predikat belum termasuk ke dalam subjek.

Dengan melihat kebaikan sekaligus kelemahan yang terdapat di antara dua putusan tersebut, Kant memadukan keduanya dalam suatu bentuk putusan yang sintetik-apriori, yaitu suatu putusan yang bersifat umum universal dan pasti. Kant menunjuk pada tiga bidang sebagai tahapan yang harus dilalui yakni bidang indrawi, akal, dan rasio.

Memang, dinamika pemikiran Immanuel Kant tidak sanggup dilepaskan dengan masyarakat Jerman sebagai latar sosio-kultural yang memengaruhinya. Apalagi pada ketika itu banyak filsuf tersohor dari Jerman. Leibniz* dan Hegel* hanyalah referensi saja. Namun demikian, alasan tersebut bukan satu-satunya alasan, lantaran Immanuel Kant sendiri ialah pribadi yang cerdas dan kritis. Bahkan, ia hasilnya dinobatkan sebagai pembela filsuf pencerahan Jerman. Kecerdasan Kant banyak dicurahkan pada pertanyaan-pertanyaan yang jauh lebih luas pada ide-ide besar yang diringkasnya sebagai “Tuhan, Kebebasan, dan Kekekalan”.

Akal budi merupakan semboyan pencerahan yang menjadi landasan filsafat Kant yang sangat rasional. Dalam menjawab banyak sekali kritik atas pemikirannya itu, Kant mulai mencoba menentang Hume*, bahwa ilmu akan dibenarkan secara rasional. Moralitas akan diperlihatkan terdiri dari hukum-hukum moral yang wajib secara universal. Bahkan, kepercayaan yang sering dianggap lambang irasionalitas akan dibela sebagai kepercayaan yang sanggup dibenarkan secara rasional.

Pertama-tama, Kant membedakan bidang pengalaman dari bidang yang melampaui pengalaman yang biasa disebut sebagai metafisika. Tuhan, kebebasan, kekekalan misalnya, sanggup dijawab tetapi bukan sebagai masalah pengetahuan. Sebab, semua itu ialah masalah logika budi, khususnya logika budi praktis, dalil-dalil moralitas. Dalam moralitas Kant menetapkan kewajiban-kewajiban aturan moral yang bersifat universal atau apa yang disebutnya “imperatif kategoris”.

Persoalan-persoalan pengetahuan dan fondasi ilmu disajikan dalam bukunya The Critique of Pure Reason yang diterbitkan pada 1781. Jika ilmu pengetahuan terbatas pada dunia fenomena maka di luar dunia fenomena ada ruang bagi kebebasan dan kawasan yang tak terbatas bagi Tuhan. Topik tersebut belakangan dibukukan oleh Kant dalam The Critique of Practical Reason. Sedangkan karya yang menghubungkan karya pertamanya dengan karya kedua ialah bukunya yang ketiga yang berjudul The Critique of Judgment.

Adapun karya monumental filsafat kritis Immanuel Kant, menyerupai dijelaskan dalam The Critique of Pure Reason, dimaksudkan untuk menjawab dilema yang dikemukakan oleh Hume. Kant berupaya keras untuk memperlihatkan bagaimana seseorang sanggup memadukan pandangan yang terbaik dari pihak rasionalis dan empirisis. Namun, ia sendiri tidak menyetujui dua-duanya secara total. Solusi atas pertanyaan apa yang sanggup diketahui oleh logika dan apa yang tidak sanggup diketahuinya terletak pada pengakuannya bahwa ada perbedaan yang fundamental antara apa yang telah diterima (given) oleh logika pikiran dalam bentuk informasi yang berantakan dari pengalaman indrawi dan apa yang disumbangkan oleh logika pikiran sebagai hasil usahanya untuk menerapkan kerangka pemikiran a priori terhadap materi material yang berantakan tadi.

Konsepsi pemikiran filosofis Kant yang sebenarnya sangat terilhami oleh Revolusi Copernicus yang cenderung menjadi lawan realisme. Bagi penganut realisme, pengetahuan (knowledge) itu ialah hasil penampakan (disclosure) dari kerangka struktur paten yang telah ada sebelumnya. Bagi Kant, pengetahuan bukan menyerupai yang dipahami kaum realis, baginya pengetahuan tidak lain ialah produk dan konstruksi logika pikiran manusia, bukan hasil penampakan.

Hal lain yang ditolak Kant dalam kajian filsafatnya ialah mengenai pandangan kaum tradisionalis yang sanggup memandang isi dunia secara utuh (kowing the world as a whole), Tuhan (God), kebebasan (freedom), atau keabadian jiwa (immortality). Bagi Kant, hal-hal tersebut tidak sanggup diketahui dan ia masuk dalam wilayah transenden dan bersifat noumenal.

a) Kritik Akal Murni
Kant menyadari bahwa pengetahuan insan itu penuh dengan keterbatasan. Keterbatasan tersebut mengilhami Kant dalam melihat realitas. Realitas, kata Kant, selalu mempunyai hal yang empiris dan transendental. Keduanya bagai dua sisi mata uang, jikalau satu tidak ada yang lain niscaya musnah.
Sesuatu yang transendental ialah sesuatu yang niscaya benar. Yang transenden ini berada di luar tapal batas pengetahuan kita. Sesuatu yang transenden biasa juga disebut sebagai noumena atau das ding an sich. Akan tetapi, transenden ini mempunyai hal-hal yang terbuka untuk dipelajari melalui refleksi empiris, dengan melihat apa yang nampak atau yang sanggup diketahui.

b) Kritik Akal Praktis
Bagian ini berbicara mengenai moral. Filsafat moral ialah cabang filsafat yang melalui kegiatannya dengan pertanyaan-pertanyaan: apakah insan bebas? Bagaimana perbedaan baik dan buruk? Bagaimana adat sanggup nir-mustahil.
Tujuan hakiki filsafat moral ialah membantu kita menjadi orang yang baik. Dalam Critique of Practical Reason, Kant memperlihatkan bagaimana kebebasan insan dan aturan moral membentuk garis tapal batas yang diharapkan secara mutlak demi tindakan moral.


c) Kritik Penimbangan
Kritik ini lebih berkaitan dengan estetika. Pertanyaan-pertanyaan yang biasa muncul ialah adakah standar objektif bagi keindahan dan apa pedoman niscaya yang sanggup kita gunakan untuk menimbang sesuatu yang salah dan benar?

Secara umum, kita menganggap penimbangan seni didasarkan pada pendapat pribadi belaka. Dalam bukunya Critique of Judgment, kita akan menyaksikan penimbangan kehendak berdasarkan Kant. Kant menyatakan bahwa kritik ini merupakan jembatan antara dua kritik sebelumnya, teoretis dan praktis. Sudut pandang ketiga ini harus bebas (dengan penimbangan moral menyerupai kritik kedua) sekaligus juga harus berdasar pada sense indrawi (sebagaimana kritik pertama).

Sudut pandang ketiga lebih pada aspek pengalaman yang tidak sanggup kita tafsirkan secara pribadi dengan memakai pengetahuan ilmiah atau praktik moral. Mengenai keindahan, Kant memperlihatkan catatan bahwa rasa estetik yang dialami dari suatu objek yang dinilai indah harus tanpa kepentingan.


Download di Sini


Sumber.

Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat; dari Masa Klasik sampai Postmodern”. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Baca Juga
1. Immanuel Kant
2. Immanuel Kant. Pengandaian-pengandaian filosofis
3. Immanuel Kant. Apa itu Moralitas?
4. Immanuel Kant. Imperatif Kategoris
5. Immanuel Kant. Otonomi Kehendak
6. Immanuel Kant. Fakta Akal Budi
7. Immanuel Kant. Postulat-Postulat

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel