Memaknai Sesuatu
Memberikan makna atau memaknai yaitu suatu hal yang penting di tengah banalitas (nakal) dunia informasi menyerupai ketika ini. Informasi atau insiden tiba dan berlalu dengan begitu cepat tanpa menunjukkan kesempatan kepada kita untuk memaknainya, balasannya di tengah periode teknologi informasi menyerupai ketika ini manusia-manusia hanya menjadi semacam kerumunan nomad yang demikian mudah atau mudah untuk dipengaruhi, digiring dan diarahkan oleh media informasi tertentu. Tidak sempat mengunyah, menggigit ataupun merasai banyak sekali macam tayangan media yang tiba sehingga tindakan memaknai menjadi acara yang mulai raib dan langka menyerupai halnya acara perenungan (teoretikal) yang mulai ditinggalkan dengan adanya dominasi rasionalitas instrumental (rasio praktis) insan atas rasionalitas yang lainnya.
Informasi yang tiba begitu cepat menyebabkan penumpukan informasi. Demikian, kecenderungan logika insan akan lebih menentukan informasi terkini untuk kemudian mengendapkan atau bahkan melupakan informasi yang telah berlalu. Hal ini intinya dijadikan semacam alat atau seni administrasi politik golongan tertentu yang mempunyai kepentingan dan memahami kemudian lintas media dan pengaruhnya bagi khalayak atau audien. Kita ambil teladan ketika media demikian santer memberitakan masalah korupsi pejabat A sehingga menyedot banyak perhatian publik, tak usang berselang muncul pula insiden krusial lainnya yang mempunyai dampak mengalihkan perhatian publik, dan banyak lagi teladan yang lainnya.
Atau mungkin logika pikiran kita yang sudah demikian terprogram untuk hanya sanggup mendengarkan informasi dari media tanpa sanggup mengalihkan perhatian ke isu-isu lainya? Misalnya ketika sedang ribut duduk masalah pemilihan presiden semua tertuju memperbincangan dengan emosional Jokowi Prabowo, padahal banyak hal yang lebih penting dari itu, kesejahteraan rakyat misalnya, angka ajal bayi alasannya yaitu buruknya pelayanan kesehatan dan asupan gizi akhir kemiskinan yang semakin meruyak contohnya atau yang lainnya. Ketika sedang booming piala dunia, semua orang membicarakan Jerman atau Brazil, semua menjadi gila bola, menjadi histeris dan luar biasa fanatik, pria wanita harus suka permainan bola jikalau tidak dianggap manusia.
Tanpa berpanjang-panjang mari kita analisis bagaimana sesungguhnya pola pemaknaan yang secara teoritis masuk ke dalam wilayah kajian culture studies atau kajian media atau banyak orang menyebutnya analisis perihal (discourse analisis).
Makna Pengucap dan Makna Ucapan
Konsep makna memungkinkan dua interpretasi yang merefleksikan dialektika pokok antara insiden dan makna. Memaknai sesuatu ucapan berarti apa yang dimaksudkan oleh sang pembicara, yaitu apa yang ingin dikatakan (maksud) pembicara tersebut, dan apa makna kalimat itu sendiri yakni apa korelasi antara fungsi identifikasi dan fungsi predikat. Dengan kata lain, makna yaitu baik bersifat noetik (referensial) dan noematik (semantik). Karena berbicara mempunyai pengertian waktu atau terikat waktu maka disebut insiden pembicaraan. Peristiwa pembicaraan yaitu seseorang yang berbicara. Dalam arti ini, sistem atau tanda bersifat anonim dalam wilayah yang semata bersifat virtual. Bahasa tidak berbicara, namun oranglah yang berbicara.
Tindakan Lokusioner dan Illokusioner
Konsep ini dikembangkan oleh J. L Austin* yang dikenal sebagai 'aksi pembicaraan'. Austin* menunjukkan perhatian pada hal-hal yang 'nampak' (performa) misalnya, janji-janji yang mengimplikasikan adanya suatu komitmen khusus dari pembicara yang akan melaksanakan apa yang ia katakan. Dengan menyampaikan "saya berjanji", ia betul-betul akan menepati janjinya yaitu dengan mengkondisikan dirinya di bawah suatu kewajiban untuk melaksanakan apa yang ia katakan. Hal performatif lainnya sanggup berupa perintah, keinginan, pertanyaan, peringatan atau pernyataan. Kesemuanya berlaku baik menyampaikan sesuatu itu sendiri (lokusioner), melaksanakan sesuatu yang dikatakan (ilokusioner) dan dampak perkataan itu sendiri (perlokusioner).
Tindakan Interlokusioner
Tindakan Interlokusioner atau alokusioner yaitu salah satu aspek penting dari insiden pembicaraan, ia dialamatkan atau diarahkan kepada seseorang atau sekumpulan orang. Atau dengan kata lain ada pembicara lain yang menjadi sasaran dari pembicaraan. Keberadaan berpasangan, pembicara dan pendengar, membentuk bahasa sebagai suatu komunikasi. Sebagaimana dikatakan oleh Plato*, obrolan merupakan struktur esensial wacana. Mempertanyakan dan menjawab melanggengkan pertumbuhan dan dinamika pembicaraan, dan dalam satu makna dua gerak ganda ini membentuk satu model wacana. Menyatakan sesuatu yaitu mengharapkan persetujuan terhadap pernyataan itu, sebagaimana menunjukkan perintah yaitu mengharapkan kepatuhan terhadap perintah tersebut. Bahkan percakapan seorang diri (wacana soliter) merupakan obrolan dengan diri seseorang, atau kata Plato*, dianoia merupakan obrolan jiwa dengan dirinya sendiri.
Komunikasi yaitu hal kunci dari keseluruhan fungsi bahasa. Roman Jakobson memulai dari adanya korelasi tiga arah antara pembicara, pendengar dan pesan yang disampaikan, dilanjutkan dengan menambahkan tiga faktor embel-embel lainnya yaitu kode, kontak dan konteks. Berdasarkan sketsa enam faktor ini, Roman Jakobson menetapkan suatu sketsa enam fungsi. Terhadap pembicara berkaitan dengan fungsi emosi, pendengar berkaitan dengan fungsi konatif, terhadap pesan dengan fungsi poetik. Kode atau tanda menunjuk kepada fungsi meta-linguistik, sementara kontak dan konteks berkenaan dengan fungsi patik dan referensial.
Bagi para jago bahasa, komunikasi yaitu sebuah fakta sosial. Namun lebih dari itu, komunikasi yaitu sebuah enigma, bahkan suatu keajaiban. Hal ini dikarenakan berkumpul dan menjadi bersama berkembang menjadi sebagai suatu cara masuk atau mengatasi kesendirian mendasar setiap manusia. Artinya kesendirian eksistensial yaitu sebuah kenyataan bahwa apa yang dialami oleh seseorang tidak sanggup ditransfer secara keseluruhan begitu saja pada orang lain. Pengalamanku tidak sanggup secara pribadi menjadi pengalamanmu. Suatu insiden seseorang yang bermuara pada kesadarannya tidak sanggup ditransfer seutuhnya ke dalam diri orang lain yang bermuara pada kesadaran orang lain tersebut. Namun, meskipun begitu, sesuatu sanggup dialihkan dari saya kepada kamu. Sesuatu sanggup ditransfer dari lingkungan hidup seseorang kepada yang lainnya. Sesuatu ini bukanlah pengalaman yang dialami seseorang itu, namun yaitu makna pengalaman yang dialami seseorang itu. Inilah keajaibannya. Pengalaman yang dialami dan dirasakan dalam hidup, tetap merupakan suatu privasi seseorang, namun makna dan artinya menjadi milik umum.
Download di Sini
Informasi yang tiba begitu cepat menyebabkan penumpukan informasi. Demikian, kecenderungan logika insan akan lebih menentukan informasi terkini untuk kemudian mengendapkan atau bahkan melupakan informasi yang telah berlalu. Hal ini intinya dijadikan semacam alat atau seni administrasi politik golongan tertentu yang mempunyai kepentingan dan memahami kemudian lintas media dan pengaruhnya bagi khalayak atau audien. Kita ambil teladan ketika media demikian santer memberitakan masalah korupsi pejabat A sehingga menyedot banyak perhatian publik, tak usang berselang muncul pula insiden krusial lainnya yang mempunyai dampak mengalihkan perhatian publik, dan banyak lagi teladan yang lainnya.
Tanpa berpanjang-panjang mari kita analisis bagaimana sesungguhnya pola pemaknaan yang secara teoritis masuk ke dalam wilayah kajian culture studies atau kajian media atau banyak orang menyebutnya analisis perihal (discourse analisis).
Makna Pengucap dan Makna Ucapan
Konsep makna memungkinkan dua interpretasi yang merefleksikan dialektika pokok antara insiden dan makna. Memaknai sesuatu ucapan berarti apa yang dimaksudkan oleh sang pembicara, yaitu apa yang ingin dikatakan (maksud) pembicara tersebut, dan apa makna kalimat itu sendiri yakni apa korelasi antara fungsi identifikasi dan fungsi predikat. Dengan kata lain, makna yaitu baik bersifat noetik (referensial) dan noematik (semantik). Karena berbicara mempunyai pengertian waktu atau terikat waktu maka disebut insiden pembicaraan. Peristiwa pembicaraan yaitu seseorang yang berbicara. Dalam arti ini, sistem atau tanda bersifat anonim dalam wilayah yang semata bersifat virtual. Bahasa tidak berbicara, namun oranglah yang berbicara.
Tindakan Lokusioner dan Illokusioner
Konsep ini dikembangkan oleh J. L Austin* yang dikenal sebagai 'aksi pembicaraan'. Austin* menunjukkan perhatian pada hal-hal yang 'nampak' (performa) misalnya, janji-janji yang mengimplikasikan adanya suatu komitmen khusus dari pembicara yang akan melaksanakan apa yang ia katakan. Dengan menyampaikan "saya berjanji", ia betul-betul akan menepati janjinya yaitu dengan mengkondisikan dirinya di bawah suatu kewajiban untuk melaksanakan apa yang ia katakan. Hal performatif lainnya sanggup berupa perintah, keinginan, pertanyaan, peringatan atau pernyataan. Kesemuanya berlaku baik menyampaikan sesuatu itu sendiri (lokusioner), melaksanakan sesuatu yang dikatakan (ilokusioner) dan dampak perkataan itu sendiri (perlokusioner).
Tindakan Interlokusioner
Tindakan Interlokusioner atau alokusioner yaitu salah satu aspek penting dari insiden pembicaraan, ia dialamatkan atau diarahkan kepada seseorang atau sekumpulan orang. Atau dengan kata lain ada pembicara lain yang menjadi sasaran dari pembicaraan. Keberadaan berpasangan, pembicara dan pendengar, membentuk bahasa sebagai suatu komunikasi. Sebagaimana dikatakan oleh Plato*, obrolan merupakan struktur esensial wacana. Mempertanyakan dan menjawab melanggengkan pertumbuhan dan dinamika pembicaraan, dan dalam satu makna dua gerak ganda ini membentuk satu model wacana. Menyatakan sesuatu yaitu mengharapkan persetujuan terhadap pernyataan itu, sebagaimana menunjukkan perintah yaitu mengharapkan kepatuhan terhadap perintah tersebut. Bahkan percakapan seorang diri (wacana soliter) merupakan obrolan dengan diri seseorang, atau kata Plato*, dianoia merupakan obrolan jiwa dengan dirinya sendiri.
Komunikasi yaitu hal kunci dari keseluruhan fungsi bahasa. Roman Jakobson memulai dari adanya korelasi tiga arah antara pembicara, pendengar dan pesan yang disampaikan, dilanjutkan dengan menambahkan tiga faktor embel-embel lainnya yaitu kode, kontak dan konteks. Berdasarkan sketsa enam faktor ini, Roman Jakobson menetapkan suatu sketsa enam fungsi. Terhadap pembicara berkaitan dengan fungsi emosi, pendengar berkaitan dengan fungsi konatif, terhadap pesan dengan fungsi poetik. Kode atau tanda menunjuk kepada fungsi meta-linguistik, sementara kontak dan konteks berkenaan dengan fungsi patik dan referensial.
Bagi para jago bahasa, komunikasi yaitu sebuah fakta sosial. Namun lebih dari itu, komunikasi yaitu sebuah enigma, bahkan suatu keajaiban. Hal ini dikarenakan berkumpul dan menjadi bersama berkembang menjadi sebagai suatu cara masuk atau mengatasi kesendirian mendasar setiap manusia. Artinya kesendirian eksistensial yaitu sebuah kenyataan bahwa apa yang dialami oleh seseorang tidak sanggup ditransfer secara keseluruhan begitu saja pada orang lain. Pengalamanku tidak sanggup secara pribadi menjadi pengalamanmu. Suatu insiden seseorang yang bermuara pada kesadarannya tidak sanggup ditransfer seutuhnya ke dalam diri orang lain yang bermuara pada kesadaran orang lain tersebut. Namun, meskipun begitu, sesuatu sanggup dialihkan dari saya kepada kamu. Sesuatu sanggup ditransfer dari lingkungan hidup seseorang kepada yang lainnya. Sesuatu ini bukanlah pengalaman yang dialami seseorang itu, namun yaitu makna pengalaman yang dialami seseorang itu. Inilah keajaibannya. Pengalaman yang dialami dan dirasakan dalam hidup, tetap merupakan suatu privasi seseorang, namun makna dan artinya menjadi milik umum.
Download di Sini