Peter L. Berger. The Sacred Canopy

Dalam buku The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion (1967). Berger* kembali mengetengahkan bagan dialektis teoritis mengenai eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Dia menegaskan kenyataan bahwa individu merupakan produk dan sekaligus pencipta pranata sosial. Agama sebagai pranata sosial, tunduk pada proses yang juga dialami oleh pranata lainnya. Dengan kata lain, agama diciptakan untuk manusia, agama menyebarkan realitas objektif, dan dalam dunia modern ini agama terus melanda dan dilanda manusia.

Menurut Berger*, membahas masyarakat sebagai usaha membangun dunia, ibarat yang dilakukannya itu, sama dengan menyampaikan bahwa acara ini yaitu kegiatan yang nomizing. Nomos yaitu lawan dari anomie, atau suatu keadaan tanpa-norma. Bilamana anomie merupakan ambruknya aturan-aturan sosial, nomos merupakan keteraturan dan ketentuan-ketentuan normatifnya. Terdapat nomos atau makna bersama bagi masyarakat yang lebih luas di mana individu berpartisipasi, tetapi sebagaimana kita lihat, di sepanjang itu terdapat pula makna-makna subjektif atau individual.

Berger menyatakan, "dunia sosial membuat nomos baik secara subjektif maupun secara objektif. Nomos objektif lahir dalam proses objektivikasi yang demikian". Oleh lantaran itu masyarakat nomos merupakan suatu keadaan khusus di mana Berger* mengarahkan pengertiannya.

Di samping nomos terdapat juga apa yang disebut Berger* sebagai kosmos. Kosmos mentransendentir realitas sehari-hari, bergerak dalam dunia di luar verifikasi objektif. Kosmos inilah yang menempatkan agama, yang berdasarkan Berger* merupakan "usaha insan dengan mana kosmos yang suci itu ditetapkan". Dalam dunia modern, kita melihat kosmization keagamaan berada di sepanjang kosmization sekular. Berger menyatakan bahwa ilmu berkembang melalui usaha yang sekular pada komization.

Dalam kaitannya dengan konstruksi realitas secara sosial, agama telah merupakan sumber legitimasi yang paling efektif dan paling meluas. Seperti ditegaskan oleh Berger* "secara historis arti penting agama dalam proses legitimasi bisa dijelaskan dalam hubungannya dengan kemampuan agama yang unik untuk menempatkan fenomena insan ke dalam kerangka anutan kosmis". Dengan demikian dalam konstruksi realitas secara sosial agama sanggup dikatakan melayani dua tujuan penting: (1) ia menyediakan nomos, atau makna dari realitas, dan (2) ia mengesahkan, atau memperlihatkan tanda terima realitas itu.

Yang merupakan kemuskilan dari teori agama Berger* itu ialah, ibarat yang diketahui, agama sedang dalam keadaan goyah. Sebagai penantang terbesar ialah perkembangan ilmu yang telah menggeser kedudukan agama sebagai sumber penjelasan. Walaupun ilmu sanggup menjelaskan fenomena alam lebih baik daripada yang sanggup dilakukan oleh agama, tetapi ilmu gagal menyediakan nomos. Otopsi dengan ilmu modern bisa memilih lantaran janjkematian mendadak seorang anak, tetapi tidak bisa menyediakan makna atau pelipur lara yang bisa diberikan oleh agama-agama tradisional dalam bencana yang demikian. Kepercayaan pada semua Tuhan yang berkuasa atau baik memberi makna yang dalam yang tidak sanggup diberikan oleh ilmu.

Dengan memakai teori dialektis, secara historis Berger* menjajaki lahirnya sekularisasi dan memperlihatkan efeknya terhadap agama. Walaupun menghindari ramalan mendetail perihal masa depan agama, Berger* tidak hanya menekankan agama yang telah menolong membentuk realitas insan sehari-hari tetapi kekuatan-kekuatan itu (dalam bentuk kemampuan insan untuk mengeksternalisir dan mengubah realitas hidup dan memodifikasi agama).

Keseluruhan dunia objektif yang diterima oleh insan meliputi aspek-aspek yang sakral--diungkapkan oleh kepercayaan keagamaan--dan sekuler yang diungkapkan oleh kepercayaan ilmiah. Sejak diinternalisir oleh insan modern, maka bentuk agama itu tidak sama lagi dengan yang diinternalisir oleh nenek moyang kita dulu. Perubahan dalam dunia modern yang disertai dengan perubahan dalam penerimaan realitas keagamaan secara subjektif segera melahirkan perubahan objektif dalam forum gereja. Manusia mengeksternalisir dan mewujudkan perubahan dalam objektivikasi realitas keagamaan, contohnya melalui penolakan terhadap gereja yang sudah mapan, umpamanya keterlibatan yang tidak utuh sekalipun mereka anggota gereja, atau penolakan terhadap kepercayaan-kepercayaan dari gereja-gereja tertentu.

Sebagai hebat teologi maupun sebagai sosiolog, Berger* merefleksikan perjuangannya dalam usaha yang sulit untuk menerapkan sosiolog ibarat yang dikutip dalam pembukaan postingan perihal Berger. Dalam karya berikutnya, lantaran dunia semakin sekuler, Berger* benar-benar berjuang di dalam perspektif keagamaannya. Dalam karya sosiologi agama itu ia memperlihatkan ketegangan yang pernah hadir dalam usaha memadukan antara nilai personal Berger dengan nilai kesarjanaan ilmiahnya.


Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret. M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada


Baca Juga
1. Peter L. Berger. Biografi
2. Peter L. Berger. Refleksi Atas Interaksi Kesadaran dan Struktur dalam Modernisasi
3. Peter L. Berger. Momen Eksternalisasi, Munculnya Kesadaran Modern dan Aspek-Aspeknya
4. Peter L. Berger. Momen Objektivasi, Pranata-Pranata Modern
5. Peter L. Berger. Pembentukan Realitas Secara Sosial 
6. Peter L. Berger. Konstruksi Realitas Secara Sosial
7. Peter L. Berger. Masyarakat Sebagai Realitas Subjektif
8. Peter L. Berger. Masyarakat Sebagai Realitas Objektif
9. Peter L. Berger. Modernisasi Sebagai Pembangunan Alam Artifisial
10. Peter L. Berger. Konstruksi Realitas Secara Sosial dan Legitimasinya
11. Peter L. Berger. Momen Internalisasi yang Susah Payah
12. Peter L. Berger. Perkawinan
13. Pokok Bahasan Sosiologi
14. Mirror On The Wall. Gambaran Realitas Sosial yang Terdistorsi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel