Talcott Parsons. Teori Sistem Yang Umum

Teori Talcott Parsons* sanggup dianggap sebagai perpindahan dari teori fungsionalisme tradisional ke suatu model sistem yang umum. Sebelum pembahasan dilanjutkan pada teori Parsonian ini, ada baiknya kita memperhatikan teori umum yang interdisipliner atau teori sistem modern di mana teori Parsonian itu merupakan pola sosiologis yang terbaik.

Karya Parsons* memperlihatkan perjuangan pembentukan  teori yang gigih selama kurang lebih empat puluh tahun. Yang sebaiknya kita lakukan ialah menggarisbawahi teori Parsons* dan mengetengahkan suatu kerangka yang memungkinkan mereka yang berminat untuk lebih jauh melanjutkan sendiri pemahamannya. Kita akan memperhatikan tiga informasi berikut: Pertama, konsepsi Parsons wacana teori induk (grand theory), sebagaimana yang dijabarkan oleh teori bertindak (action theory). Kedua, kedudukan masyarakat dalam teori bertindak (action theory) itu. Ketiga, pemasukan unsur perubahan pada model.


Konsepsi Parson Mengenai Teori-Induk (Grand Theory)
Dalam perburuan intelektualnya Parson* memasukkan studi biologi, ekonomi, dan sosiologi serta psikologi Freudian*. Perhatian yang berasal dari aneka macam sumber itu terlihat terang dalam teori sosiologisnya yang kompleks. Bagi Parson teori, sosiologi tidak bangun sendiri tetapi sangat bersahabat berkaitan dengan ilmu-ilmu sikap (behavioral), termasuk ilmu ekonomi dan politik serta beberapa aspek dari biologi, antropologi serta psikologi.

Parsons baiklah kesatuan ilmu-ilmu perilaku, yang keseluruhannya merupakan suatu studi wacana sistem yang hidup (living system). Meskipun ia mengakui pula sistem yang tidak hidup (non-living system), contohnya kimia-fisika yang juga mempunyai beberapa ketersediaan identitas (property) dari sistem yang hidup itu, tetapi Parsons* menentukan untuk tidak berbagi perbedaan dan kesamaannya. Dia bergerak terus dengan analisa sistem yang hidup dan menyatakan bahwa "konsep fungsi merupakan inti untuk memahami semua sistem yang hidup". Konsepsi sistem yang hidup itu sendiri berasal dari konsepsi biologi, dan menyerupai halnya dengan Durkheim*, Parsons* juga melihat persamaan antara masyarakat dengan organisma-hidup. Parsons berusaha untuk menunjukkan, Pertama, bahwa sistem itu hidup dalam dan juga bereaksi terhadap lingkungan. Kedua, sistem itu mempertahankan kelangsungan pola organisasi serta fungsi-fungsi yang keduanya berbeda dari lingkungan, dan dalam beberapa hal lebih stabil ketimbang lingkungannya. Dia menekankan bahwa sistem yang hidup itu yaitu sistem terbuka, yaitu mengalami saling-pertukaran dengan lingkungannya.

Untuk meringkas apa yang telah dikemukakan Parsons* mengenai teori induk itu, sanggup dilihat butir-butir berikut ini: Pertama, Parsons yaitu seorang penganut teori sistem. Kedua, yang mencoba mengumpulkan semua bahan-bahan dari seluruh disiplin yang mempelajari sistem hidup, termasuk biologi, psikologi, antropologi dan ekonomi. Ketiga, masyarakat sebagai subject matter sosiologi, merupakan salah satu dari sistem yang hidup itu. Keempat, walaupun masyarakat punya batas-batasnya sendiri, tetapi tetap saling tergantung dengan sistem hidup lainnya. Di mana yang disebut terakhir ini, terdapat batas-batas konseptual suatu sistem (menjangkau suatu kebutuhan "mediasi kombinasi-kombinasi internal" atau saling keterkaitan bagian-bagian yang ada), tetapi, alasannya yaitu sistem itu yaitu sistem terbuka, dirasa perlu juga untuk mengadakan "hubungan-hubungan internal dengan lingkungannya". Dengan kata lain ada dua dimensi dalam analisa sistem yang hidup itu: pertama adanya saling kaitan bagian-bagian yang merupakan sistem, dan kedua meliputi pertukaran antara sistem dengan lingkungannya. Misalnya, kita sanggup mengkonseptualisasikan keluarga sebagai sistem dalam hubungannya dengan status suami, istri dan anak, tetapi pembahasan kita harus juga meliputi bagaimana keluarga itu saling bekerjasama dengan sistem sosial parsial lainnya. Kita sanggup juga berbicara wacana sistem sosial yang lebih besar, yang terdiri dari aneka macam penggalan institusionalnya, tetapi sistem itu juga yaitu sistem terbuka dengan imbas timbal balik dari sistem lain, termasuk sistem biologi dan psikologi.

Functional imperatives atau prasyarat. Ciri-ciri umum yang ada dalam seluruh sistem yang hidup ialah prasyarat atau functional imperative. Menurut Parsons* terdapat fungsi-fungsi atau kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup demi kelestariannya. Dua pokok penting yang termasuk dalam kebutuhan fungsional ini ialah, Pertama, yang bekerjasama dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem ketika bekerjasama dengan lingkungannya (sumbu internal-eksternal). Kedua, yang bekerjasama dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan itu (sumbu instrumental-consummatory). Berdasarkan premis itu secara deduktif Parsons* membuat empat kebutuhan fungsional. Keempat fungsi primer itu, yang sanggup dirangkaikan dengan seluruh sistem yang hidup, yaitu latent pattern-maintenance (L), integration (I), Goal attainment (G) dan adaptation (A). Pattern maintenance menunjuk pada masalah bagaimana menjamin kesinambungan tindakan dalam sistem sesuai dengan beberapa aturan atau norma-norma. Integration sesuai dengan informasi Durkheimian yaitu koordinasi serta kesesuian bagian-bagian dari sistem sehingga seluruhnya fungsional. Masalah pemenuhan tujuan sistem dan penetapan prioritas di antara tujuan-tujuan itu tergantung pada prasyarat goal attainment. Adaptation menunjuk pada kemampuan sistem menjamin apa yang dibutuhkannya dari lingkungan serta mendistribusikan sumber-sumber tersebut ke dalam seluruh sistem. Keempat kesamaan tersebut ditemukan di dalam seluruh sistem, apakah itu sistem biologis sosial, psikologis. Parsons* menegaskan bahwa denah empat fungsi itu tertanam kukuh di dalam setiap dasar sistem yang hidup pada seluruh tingkat organisasi serta tingkat perkembangan evolusioner, mulai dari organisme bersel-satu hingga ke peradaban insan yang tertinggi.

Kedua sumbu yang merupakan dasar prasyarat-fungsional itu sanggup dilihat pada Gambar 1. Melalui proses sibernetika kita bisa melihat saling kekerabatan kebutuhan fungsional (yang ditunjukkan oleh anak panah) dari model sistem terbuka Parsons. Skema empat kebutuhan fungsional ini dipakai dalam seluruh teori Parsonian dan akan diilustrasikan di dikala kita melangkah ke deskripsi saling kekerabatan struktur yang terdapat dalam sistem.
 

Dalam perumusan teori dasar Parsons, sistem yang hidup merupakan sistem tingkat-pertama. Sistem bertindak (action theory) yang akan mengambarkan seluruh pengertian sikap insan yaitu merupakan sub-kelas dari sistem yang hidup. Dengan demikian keempat prasyarat fungsional itu berkaitan dengan kekerabatan sistem dan lingkungannya serta sarana-sarana melalui mana penyelesaian ini harus dipenuhi.

Berdasarkan inspirasi yang diketengahkannya dalam the social system, yaitu tiga sistem yang saling tergantung satu sama lain (sistem kebudayaan, sosial dan kepribadian) Parsons* menambahkan sistem yang keempat yaitu sistem organisma perilaku. Dengan cara itu Parsons bisa memperlakukan masing-masing sistem itu sebagai sistem yang memenuhi prasyarat fungsional sistem bertindak (action system), yang menyerupai sudah diketengahkan di atas, tidak lain merupakan sub-kelas dari sistem yang hidup. Sistem sosial yaitu sumber integrasi, sistem kepribadian memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan atau goal attainment, sistem kultural mempertahankan pola-pola yang ada dalam sistem, sistem organisma behavioral memenuhi kebutuhan yang bersifat penyesuaian (adaptive). Jackson Toby membahas prasyarat fungsional Parsons* itu dalam hubungannya dengan sistem bertindak sebagaimana terlihat di bawah ini:

"apa yang disebut Parsons* dengan tingkat "teori bertindak yang umum", ialah bahwa sikap cenderung mempunyai empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis: (1) pencarian pemuasan psikis, (2) kepentingan dalam menguraikan pengertian-pengertian simbolis, (3) kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan organis-fisis, dan (4) perjuangan untuk bekerjasama dengan anggota-anggota makhluk insan lainnya".

Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu harus mempunyai empat prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga bisa diklasifikasikan sebagai suatu sistem. Parsons* menekankan saling ketergantungan masing-masing sistem tersebut ketika beliau menyatakan: "secara konkrit, setiap sistem empiris meliputi keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu konkrit yang tidak merupakan sebuah organisma, kepribadian, anggota dari sistem sosial, dan akseptor dalam sistem kultural". Disiplin-disiplin yang berbeda mempunyai sistem tertentu sebagai pokok persoalannya. Antropologi dengan studi kebudayaan banyak membantu pemahaman bagi kebutuhan pattern-maintenance. Psikologi mempelajari kepribadian dan berkait dengan kebutuhan akan goal atainment. Organisma-perilaku dan proses adaptasinya dibutuhkan oleh cabang-cabang ilmu biologi. Sedang kiprah sosiologi yaitu mempelajari sistem sosial serta integrasi sebagai prasyarat fungsional.

Kedudukan Masyarakat dalam The General System of Action
Sebagaimana yang sudah diketengahkan, Parsons* melihat sistem sosial sebagai komponen dari sistem-bertindak yang lebih umum. Masing-masing dari keempat sub-sistem bertindak itu memenuhi salah satu dari kebutuhan fungsional. Sistem-kultural bertanggungjawab pada latent pattern maintenance (L) maupun goal attainment (G) dalam arti melaksanakan prinsip-prinsip kultural dengan memperlihatkan ganjaran atau eksekusi bagi yang menerapkan sikap yang diinginkan.

Organisme sikap dianggap sebagai sub-sistem yang adaptif, sebagai daerah bagi fasilitas-fasilitas insan yang mendasari sistem-sistem lainnya. Dia melingkupi seperangkat kondisi ke mana tindakan harus diubahsuaikan dan terdiri dari prosedur antar kekerabatan yang utama dengan lingkungan fisik, teristimewa melalui masukan serta pemerosesan informasi dalam sentra sistem saraf dan melalui aktivitas motorik dalam mengatasi keadaan darurat yang terjadi di dalam fisik.

Sistem sosial bertanggungjawab bagi integrasi sub-sub sistem ke dalam suatu kesatuan sistem bertindak.
 

Sebagaimana yang diilustrasikan dalam Gambar 2, jalan pikiran Parsons menyatakan bahwa pada masing-masing sub-sistem bertindak tersebut (sistem kultural, sosial, kepribadian dan organisma-perilaku imperative fungsional LIGA (Laten pattern maintenance, Integration, Goal attainment dan Adaptation) harus dipenuhi. Hal ini berlaku bagi sistem sosial sebagaimana juga halnya dengan sistem-sistem lain. Dalam sistem sosial, laten pattern maintenance diselesaikan melalui fiduciary sub-sistem (menunjuk pada peranan-peranan sebagai wali yang dilakukan oleh para pengemban tradisi kultural maupun mereka yang memindahkan tradisi tersebut pada anggota masyarakat) suatu sistem yang bersahabat sekali berkaitan dengan sistem kultural. Kebutuhan integrasi dipenuhi melalui komunitas sosial, pembiasaan melalui sistem ekonomi, dan goal attainment melalui sistem politik.

Sebagai masalah pokok sosiologi makro, masyarakat hanya merupakan pola dari sistem sosial, tetapi merupakan substansi yang paling penting untuk dianalisa, "kita membatasi masyarakat sebagai suatu tipe sistem sosial yang ditandai oleh tingkat swadaya (self-sfficiency) tertinggi dalam konteks lingkungannya, termasuk sistem sosial lain".

Sebagian besar sistem sosial, sekolah, masjid, keluarga, perusahaan yaitu sub-sistem masyarakat. Sub-sub sistem itu saling bekerjasama sehingga merupakan suatu sistem sosial yang paling berswadaya (dan merupakan suatu sistem yang bisa mengontrol lingkungannya) yaitu masyarakat.

Tampak terang bahwa denah teori induk Parsons* dalam beberapa hal telah melampaui teori-teori sosiologi kontemporer yang lebih parsial. Pertama, alasannya yaitu ia bersifat interdisiplin; membutuhkan paling tidak pengetahuan biologi, ekonomi dan ilmu politik untuk memahami bagaimana masyarakat bekerja sebagai suatu sistem terbuka. Kedua, dalam rancangan makro sosiologisnya terkandung penyatuan teori bertindak psikologi sosial yang lebih terbatas (teori mikro). Parsons* menyebut teorinya sebagai "teori bertindak", yang menganalisa "struktur dan proses dengan mana insan membentuk maksud-maksud yang penuh arti dan melaksanakannya dalam situasi konkrit". Ketiga, setiap masalah teori sosiologis yang lebih terbatas; pelapisan, pertukaran sosial, kekuasaan politik dan sebagainya, sanggup dan menemukan daerah dalam teori struktural Parsons yang kompleks, dengan sistem-sistem yang saling berkaitan dengan sistem-sistem lain melalui pertemuan dari prasyarat atau kebutuhan fungsional itu (functional imperatives).

Masuknya Unsur Perubahan ke Dalam Model Fungsionalisme Tradisional
Walaupun awal dari teori Parsons* merupakan perjuangan untuk membuat teori masyarakat berskala makro, namun meninggalkan sedikit teka-teki yang mengakibatkan teori itu kurang terintegrasi dibanding dengan cita-cita si pencipta sendiri. Selama bertahun-tahun Parsons* menemukan hubungan-hubungan serta unsur-unsur baru, menyerupai penambahan sub-sistem yang keempat, yaitu organisma sikap ke dalam sistem bertindak sebagaimana yang sudah diketengahkan.

Modifikasi lainnya ialah perpindahan dari pengembangan keseimbangan (yang menekankan stabilitas sistem) ke konsep homeostatis atau keseimbangan yang dinamis dan hasilnya kepada model sibernetika teori sistem yang umum. Parsons menyatakan: (1) bahwa sibernetika lebih menjelaskan masalah kontrol dalam masyarakat; (2) melampaui argumen "apa yang menentukan apa" dengan mengakui bahwa kombinasi dari aneka macam faktor sama-sama terjadi melalui suatu proses umpan-balik, dan (3) menolong membuka kemungkinan-kemungkinan gres sehubungan dengan masalah-masalah yang mengganggu stabilitas dan perubahan sistem. Parsons* mendapatkan sibernetika dan evolusi sebagai sarana aktif untuk masuknya perubahan ke dalam model strukturalnya.

Dalam model sibernetika itu Parsons* memajukan teori evolusioner, yang menjelaskan gerakan masyarakat dari primitif ke modern melalui empat proses perubahan struktural yang utama, yaitu: diferensiasi, pembaharuan bersifat penyesuaian (adaptive upgrading), pemasukan dan generalisasi nilai.

DIFERENSIASI 

(yang mengandung banyak kesamaan dengan peningkatan pembagian kerja dalam masyarakat modern dari Durkheim*) dibatasi sebagai "proses di mana satu unit atau sub-sistem yang mempunyai daerah tertentu dalam masyarakat terbagi ke dalam unit-unit yang berbeda dalam struktur dan fungsi dalam sistem yang lebih luas". Proses ini saling bertautan dengan proses pembaharuan bersifat penyesuaian dalam proses evolusioner: "bilamana diferensiasi mengakibatkan sistem yang lebih berkembang, berarti setiap sub-struktur yang gres mengalami diferensiasi itu harus mempertinggi kemampuan penyesuaian demi terlaksananya fungsi primer dibanding dengan performance yang sebelumnya dari fungsi tersebut, yaitu sebagai struktur yang kurang berdiferensiasi". Dengan kata lain struktur yang gres mengalami perkembangan diferensiasi itu harus bisa melaksanakan aktivitas yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan sistem daripada yang dilakukan sub-sistem yang belum mengalami diferensiasi.

PEMBAHARUAN BERSIFAT PENYESUAIAN 

dibatasi sebagai "proses di mana sejumlah besar sumber-sumber disediakan untuk unit-unit sosial sehingga fungsi mereka bebas dari beberapa batasan-batasan askriptif yang dibebankan pada unit-unit yang kurang berkembang". Contoh yang diberikan Parsons* ialah kemampuan pabrik-pabrik modern menghasilkan aneka macam barang yang lebih hemat ketimbang yang dilakukan oleh rumah tangga petani. Proses diferensiasi itu terlihat dari perkembangan struktur-struktur pabrik tersebut. Pembaharuan bersifat penyesuaian terlihat dari kenyataan bahwa pabrik tersebut tidak bergantung pada anggota-anggota suatu keluarga (keanggotaan dalam keluarga sebagai suatu status askrib) tetapi berasal dari pekerja-pekerja potensial yang jumlahnya lebih besar (berdasarkan atas siapa yang sanggup melaksanakan kiprah atau achived status)

Baik diferensiasi maupun pembaharuan yang bersifat penyesuaian itu membuat masalah integrasi bagian-bagian yang ada dalam sistem. Pembaharuan tersebut memperlihatkan lebih besar kebebasan dari semua yang meliputi pembatasan-pembatasan pada anggota-anggota sistem (orang mempunyai beberapa pilihan atas pekerjaan yang diambilnya) dan membutuhkan jauh lebih banyak akad yang digeneralisir dari seseorang pekerja ketimbang yang dilakukan oleh keluarga petani. Keluarga petani membutuhkan akad yang lebih besar pada keluarga, yang juga berfungsi sebagai dasar bagi aktivitas ekonomi. Masalah pengintegrasian sistem keluarga dari pabrik yang terdiferensiasi itu diselesaikan melalui pemasukan, yaitu proses ketiga dari perubahan struktural, dan generalisasi nilai, sebagai proses keempat, yang memberi legitimasi bagi perkembangan-perkembangan baru. Dengan kata lain, norma-norma serta aturan-aturan gres harus dikembangkan guna mengatur keluarga maupun pabrik sehingga menjamin integrasi dari dua struktur yang terdiferensiasi tadi. Salah satu dari norma yang demikian mungkin berupa hak seorang cowok untuk menentukan jodoh dan daerah tinggal yang terpisah dari keluarganya. Norma-norma yang mengizinkan anak, bukan orang tua, untuk menentukan lapangan pekerjaan dan di mana pekerjaan itu akan diperoleh. Norma-norma itu beserta aneka macam norma lain yang mengatur aktivitas dalam keluarga maupun dalam dunia pekerjaan harus memperoleh legitimasi atau memperoleh tanda terima dari masyarakat. Hal ini sebagian terjadi melalui generalisasi nilai, atau "penetapan suatu pola nilai ditingkat generalitas yang lebih tinggi dibanding dengan yang terdapat dalam situasi yang kurang berkembang, sehingga ia relevan bagi darjah keadaan darurat yang lebih luas". Dalam masyarakat modern salah satu generalisasi nilai yang demikian itu ialah lahirnya filsafat-filsafat individualistis yang terutama berkaitan dengan hak-hak individual (dibedakan dengan hak-hak kolektif). Makara individu lebih berhak menentukan jodoh, lapangan pekerjaan, tingkat pendidikan dan sebagainya ketimbang hak keluarga untuk membatasi kebebasan dan kehendak-kehendak individual. Arah teori evolusioner Parsons* itu ialah peningkatan kemampuan sistem untuk mengendalikan lingkungan.

Melalui analisa teoritis kebutuhan-fungsional dan pembahasan arkeologis, antropologis serta pembuktian sejarah, Parsons* mengetengahkan beberapa penyerapan dasar dalam perkembangan evolusionis yang memungkinkan pengendalian ini. Satu di antaranya ialah lahirnya sistem pelapisan yang mengakui perbedaan yang membiarkan para pemimpin yang bermutu meraih posisi terbaik untuk mengendalikan lingkungannya. Yang lainnya ialah sistem aturan yang digeneralisir yang diatur oleh norma-norma universal, yaitu norma-norma yang sanggup diterapkan pada masyarakat secara keseluruhan. Kemudian ialah penyerapan "legitimasi kultural yang eksplisit", yang memperbolehkan sistem kultural memperlihatkan aneka macam legitimasi kekuasaan dan prestise. Arah dari proses evolusiner itu bergerak dari askripsi dan particularism ke achievement dan universalisme.

Walaupun pilihan Parsons* diakui sebagai suatu studi struktur sistem-bertindak, tetapi dalam karyanya yang terakhir terdapat lebih banyak bukti akan minatnya terhadap proses. Hal ini terlihat dalam teori evolusioner serta penggunaan model sibernetika. Dalam karya hasilnya kita melihat tak hanya perjuangan untuk membuat suatu kesatuan teori bertindak yang sanggup diterapkan di kurun ke duapuluh tetapi juga perjuangan untuk membahas kecenderungan-kecenderungan jangka panjang guna berbagi sistem melalui penggunaan data-data arkeologis dan historis.



Download di Sini


Sumber.
Poloma, Margaret M. 1979. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.


Baca Juga
1. Talcott Parsons. Biografi
2. Talcott Parsons. Sekilas Pemikiran
3. Talcott Parsons. Skema AGIL
4. Talcott Parsons. The Structure of Social Action
5. Fungsionalisme Struktural
6. Talcott Parsons. Makro Fungsionalisme

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel