Teori Queer

Teori queer yaitu serangkaian gagasan yang berakar pada anggapan bahwa identitas bersifat tidak tetap dan stabil dan tidak memilih siapa diri kita. Lebih tepatnya, identitas merupakan proses yang dikonstruksikan secara sosial dan historis yang cair dan sanggup dibantah. Dengan demikian, berdasarkan teori queer membicarakan wacana “para pria homo”, “kaum wanita Yahudi”, “para transseksual kulit hitam”, atau kelompok lainnya merupakan perjuangan tanpa makna, alasannya yaitu setiap identitas tersebut akan mengabaikan sejumlah identitas lainnya. Oleh karenanya, tidaklah mungkin untuk memandang orang secara kolektif berdasarkan satu ciri-ciri bersama, alasannya yaitu ciri-ciri lainnya yang tidak terhitung jumlahnya membedakan orang satu dengan lainnya, tetapi diabaikan oleh perhatian yang terpusat pada sebuah ciri-ciri tunggal. Sebagai akibatnya, salah satu tujuan teori queer yaitu menantang anggapan wacana identitas yang tetap dan mendukung sebuah proyek identitas yang lebih terbuka dan inklusif.

Apakah Teori Queer Itu?
Istilah queer mempunyai sejumlah makna yang berbeda-beda. Bagi sebagian orang, terutama generasi lama, istilah itu yaitu sejumlah ungkapan menghina yang ditujukan pada para individu yang mempunyai hasrat seks terhadap sesama jenis. Bagi sebagian lainnya, queer menjadi istilah yang meliputi banyak sekali identitas, di antaranya identitas homo, lesbian, biseksual, transgender, transseksual yang mencurigakan, interseks yang dipertanyakan, dan yang serupa dengan yang telah disebutkan. Bagi sebagian lainnya lagi, termasuk teoritisi queer, istilah itu merujuk pada bermacam luas identitas yang menyiratkan semacam anti-identitas atau bahkan non-identitas. Piotek (2006:2) mengemukakan penggunaan istilah queer “untuk merujuk bukan pada sebuah identitas, melainkan suatu perilaku mempertanyakan sederetan mitologi yang memungkinkan kita untuk memeriksa sesuatu yang dipercaya dengan serta merta dan familier dari sejumlah sudut pandang baru”. Queer sanggup juga dipakai sebagai kata benda, untuk menggambarkan sebuah identitas atau non identitas; sebagai kata sifat, untuk memodifikasi kata benda, contohnya teori; atau sebagai kata kerja, mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain yang tidak normal. Dalam konteks teori queer, kata queer telah dipakai dalam tiga cara tersebut sebagai bab dari sebuah proyek intelektual dan politik yang luas.

Inti dari teori queer terletak dalam menantang pengetahuan dan identitas yang normatif maupun cara-cara untuk mengetahui secara lebih luas. Norma diselidiki, didekontruksi, dan dibongkar, dan tidak ada ketakutan terhadap indeterminasi. Pada kenyataannya, sebagian pihak beropini bahwa teori queer bukanlah sebentuk pengetahuan yang terlembaga, melainkan sebuah proses dekonstruksi yang lebih luas lagi.

Dari Mana Asalnya?
Asal teori queer sama ambigunya dan terus diperdebatkan sebagaimana terminologinya, prinsip dasarnya, kegunaannya, dan arahnya di masa depan. Sebagian pihak beropini bahwa permulaan formalnya di kalangan akademis yaitu penggunaannya oleh Teresa de Lauretis di sebuah konferensi di University of California di Santa Cruz pada 1989 atau dalam pengantarnya untuk “Teori Queer: Seksualitas Homo dan Lesbian". Sebagian lain menunjuk pada sejumlah terbitan oleh Eve Kosofdky Sedgwick sebagai asal mula teori queer dalam wacana akademis. Sebagian yang lain lagi mundur merujuk pada karya Michel Foucault*, khususnya The History of Sexuality, Jilid I (1978), sebagai awal permulaan yang bekerjsama teori Queer ini.

Teori queer mempunyai akar akademis di banyak sekali bidang, termasuk kajian feminis, kajian homo dan lesbian, konstruksionisme sosial, teori budaya, postrukturalisme, dan kritik sastra.

Dua dari bidang tersebut—konstruksionisme sosial dan postrukturalisme—memiliki arti yang sangat penting bagi teori queer. Konstruksionisme sosial, yang muncul dari karya Berger* dan Luckman (1967), berusaha untuk mengilustrasikan fenomena yang bersifat sosial dan melawan mitos “kealamiahan” atau inherensi. Anggapan dasar postrukturalis terletak pada kepercayaan bahwa tidak ada tanggapan tunggal pada semua pertanyaan, dan pementingan mereka pada tidak pentingnya perjuangan untuk mencari tanggapan semacam itu membantu melegitimasikan proyek teori queer dalam mengevaluasi kembali banyak sekali klaim pengetahuan.

Cara lain untuk mendapat pemahaman wacana teori queer yaitu dengan menilik karya dari beberapa pemikir yang mempelopori teori ini. Dua gagasan Foucault* yang besar lengan berkuasa dalam pembahasan mengenai teori queer ini yaitu arkeologi pengetahuan dan genealogi kekuasaan. Arkeologi pengetahuan (Foucault, 1966) mencerminkan sebuah perjuangan untuk menemukan kaidah universal yang akan memilih apa yang sanggup dikatakan dalam sebuah wacana tertentu pada sebuah momen historis tertentu. Genealogi kekuasaan merepresentasikan sebuah perhatian pada pertalian antara pengetahuan dan kekuasaan. Genealogi yaitu sebuah metode sejarah intelektual yang tidak berupaya mendeskripsikan berdasar pada proses sejarah yang menyerupai hukum, tetapi lebih tepatnya untuk sebuah lintasan yang terbuka, dan dengan demikian membolehkan adanya bermacam-macam jalan. 


Download di Sini


Sumber
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel