Teori-Teori Globalisasi
(Teori-teori posmodern dan pos-posmodern)
Meskipun ada perkembangan-perkembangan penting lain di bidang teori pada awal era kedua puluh, sepertinya terperinci bahwa perkembangan-perkembangan yang paling penting yaitu di bidang teori-teori mengenai globalisasi (W. Robinson, 2007). Penteorian globalisasi bukan hal yang baru. Nyatanya, sanggup dinyatakan bahwa meskipun teoretisi-teoretisi klasik menyerupai Marx* dan Weber* tidak memakai istilah itu, mereka banyak mencurahkan perhatian pada penteorian globalisasi. Demikian pula, banyak teori (misal, modernisasi, dependensi, dan teori sistem dunia) dan para teoretisi (misal, Alex Inkeles, Ander Gunder Frank, dan Immanuel Wallerstein*) sedang berteori perihal globalisasi dalam istilah-istilah yang berbeda di bawah rubrik-rubrik teoretis lainnya.
Para pendahulu penteorian perihal globalisasi sanggup dirunut kembali ke 1980-an (dan bahkan sebelumnya; lihat Moore, 1966; Nettl dan Robertson, 1968) dan mulai menerima momentum pada 1990-an (Albrow dan King, 1990; Albrow, 1996; Appadurai, 1996; Bauman, 1998; Garcia Canclini, 1995; Meyer, Boli, dan Ramirez, 1997; Robertson, 1992). Penteorian tersebut benar-benar dibuka pada era kedua puluh satu (Beck, 2000, 2005b; Giddens, 2000; Hardt dan Negri, 2000, 2004; Ritzer, 2004, 2007c; Rosenau, 2003).
Teori-teori globalisasi sanggup dikategorikan di bawah tiga judul utama—teori-teori ekonomi, politik, dan budaya. Teori-teori ekonomi, tidak diragukan lagi yaitu yang paling dikenal, sanggup dibagi secara luas ke dalam dua kategori: teori-teori yang merayakan pasar ekonomi global neoliberal (Misal, T.Friedman, 2000, 2005; lihat Antonio, 2007a, untuk kritik terhadap perayaan Friedman atas pasar neoliberal) dan teori-teori yang kritis terhadapnya, sering dari suatu perspektif Marxian (Hardt dan Negri, 2000, 2004; W. Robinson, 2004; Sklair, 1992).
Di dalam teori politis, satu pendirian yang diwakili oleh pendekatan liberal (berasal dari karya klasik John Locke*, Adam Smith*, dan yang lainnya) (MacPherson, 1962), khususnya dalam bentuk anutan neoliberal (J. Campbell dan Pederson, 2001) (sering disebut “konsensus Washington” [Williamson, 1990, 1997]), lebih menyukai sistem-sistem politis yang mendukung dan membela pasar bebas. Di sisi lain ada para pemikir yang lebih kiri (misalnya, Hardt dan Negri, 2000, 2004; D. Harvey, 2005) yang kritis terhadap pandangan tersebut.
Isu sentral di dalam teori politis yaitu kelangsungan hidup berkelanjutan negara-bangsa. Di sisi yang satu ada orang-orang yang melihat negara-bangsa sudah mati atau sedang sekarat di era globalisasi. Di sisi yang lain ada para pembela pentingnya keberlangsungan negara-bangsa. Setidaknya salah satu dari mereka (J. Rosenberg, 2005) telah melangkah sedemikian jauh dengan menyatakan bahwa teori globalisasi telah tiba dan pergi sebagai hasil dari eksistensi berlanjut, bahkan penegasan kembali, negara-bangsa (misalnya, Prancis dan Belanda yang memveto konstitusi EU pada 2005).
Meskipun isu-isu ekonomi dan politis sangat penting, yang paling banyak menarik perhatian di dalam sosiologi yaitu isu-isu dan teori-teori budaya.
Kita sanggup membagi teori-teori budaya ke dalam tiga pendekatan luas (Pieterse, 2004). Yang pertama ialah diferensialisme kultural, yaitu ketika argumen yang diajukan ialah bahwa ada perbedaan-perbedaan yang mendalam dan sebagian besar tidak tertembus di kalangan kebudayaan yang tidak dipengaruhi, atau hanya dipengaruhi secara dangkal, oleh globalisasi (Hutington, 1996). Kedua, para pendukung konvergensi budaya berargumen bahwa meskipun perbedaan-perbedaan penting tetap ada di kalangan kebudayaan, ada juga konvergensi, homogenitas yang meningkat, lintas budaya (Boli dan Lechner, 2005; DiMaggio dan Powell, 1983, Meyer dkk., 1997; Ritzer, 2004, 2007b, 2008b). Ketiga, ada hibridasi budaya, yaitu dikala yang global dan yang lokal saling menerobos untuk membuat realitas-realitas pribumi yang unik yang sanggup dilihat sebagai “glokalisasi” (Robertson, 1992, 2001), “hibridasi” (Canclini, 1995), dan “Creolisasi” (Hannerz, 1987). Banyak anutan sosiologis mengenai globalisasi memperhatikan isu, yang tersirat di atas, sejauh mana globalisasi sedang menghasilkan homogenisasi atau heterogenisasi.
Tampak terperinci bahwa aneka macam teori globalisasi, dan juga varian-variannya yang belakangan akan mengemuka pada tahun-tahun yang akan datang, akan terus mendominasi perkembangan-perkembangan gres di bidang teori sosiologis. Akan tetapi, perkembangan-perkembangan lain juga patut diperhatikan.
Download di Sini
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Baca Juga
1. Kapitalisme Transnasional
2. Globalisasi, Partikularisasi, dan Pengalaman Kolonialisme
3. Konvergensi Kultural
4. Hibridisasi Kultural
5. Anthony Giddens. Globalisasi sebagai "Dunia tidak Terkendali"
6. Ulrich Beck. Politik Globalisasi dan Kosmopolitanisme
7. George Ritzer. Teori Globalisasi "of Nothing"
8. Zygmunt Bauman. Konsekuensi Globalisasi pada Manusia
9. Diferensialisme Kultural
10. Ekspansi Pasar Global dan Krisis Solidaritas
11. Anthony Giddens. Modernitas dan Identitas
12. Politik Identitas di Era Globalisasi
Meskipun ada perkembangan-perkembangan penting lain di bidang teori pada awal era kedua puluh, sepertinya terperinci bahwa perkembangan-perkembangan yang paling penting yaitu di bidang teori-teori mengenai globalisasi (W. Robinson, 2007). Penteorian globalisasi bukan hal yang baru. Nyatanya, sanggup dinyatakan bahwa meskipun teoretisi-teoretisi klasik menyerupai Marx* dan Weber* tidak memakai istilah itu, mereka banyak mencurahkan perhatian pada penteorian globalisasi. Demikian pula, banyak teori (misal, modernisasi, dependensi, dan teori sistem dunia) dan para teoretisi (misal, Alex Inkeles, Ander Gunder Frank, dan Immanuel Wallerstein*) sedang berteori perihal globalisasi dalam istilah-istilah yang berbeda di bawah rubrik-rubrik teoretis lainnya.
Teori-teori globalisasi sanggup dikategorikan di bawah tiga judul utama—teori-teori ekonomi, politik, dan budaya. Teori-teori ekonomi, tidak diragukan lagi yaitu yang paling dikenal, sanggup dibagi secara luas ke dalam dua kategori: teori-teori yang merayakan pasar ekonomi global neoliberal (Misal, T.Friedman, 2000, 2005; lihat Antonio, 2007a, untuk kritik terhadap perayaan Friedman atas pasar neoliberal) dan teori-teori yang kritis terhadapnya, sering dari suatu perspektif Marxian (Hardt dan Negri, 2000, 2004; W. Robinson, 2004; Sklair, 1992).
Di dalam teori politis, satu pendirian yang diwakili oleh pendekatan liberal (berasal dari karya klasik John Locke*, Adam Smith*, dan yang lainnya) (MacPherson, 1962), khususnya dalam bentuk anutan neoliberal (J. Campbell dan Pederson, 2001) (sering disebut “konsensus Washington” [Williamson, 1990, 1997]), lebih menyukai sistem-sistem politis yang mendukung dan membela pasar bebas. Di sisi lain ada para pemikir yang lebih kiri (misalnya, Hardt dan Negri, 2000, 2004; D. Harvey, 2005) yang kritis terhadap pandangan tersebut.
Isu sentral di dalam teori politis yaitu kelangsungan hidup berkelanjutan negara-bangsa. Di sisi yang satu ada orang-orang yang melihat negara-bangsa sudah mati atau sedang sekarat di era globalisasi. Di sisi yang lain ada para pembela pentingnya keberlangsungan negara-bangsa. Setidaknya salah satu dari mereka (J. Rosenberg, 2005) telah melangkah sedemikian jauh dengan menyatakan bahwa teori globalisasi telah tiba dan pergi sebagai hasil dari eksistensi berlanjut, bahkan penegasan kembali, negara-bangsa (misalnya, Prancis dan Belanda yang memveto konstitusi EU pada 2005).
Meskipun isu-isu ekonomi dan politis sangat penting, yang paling banyak menarik perhatian di dalam sosiologi yaitu isu-isu dan teori-teori budaya.
Tampak terperinci bahwa aneka macam teori globalisasi, dan juga varian-variannya yang belakangan akan mengemuka pada tahun-tahun yang akan datang, akan terus mendominasi perkembangan-perkembangan gres di bidang teori sosiologis. Akan tetapi, perkembangan-perkembangan lain juga patut diperhatikan.
Download di Sini
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Baca Juga
1. Kapitalisme Transnasional
2. Globalisasi, Partikularisasi, dan Pengalaman Kolonialisme
3. Konvergensi Kultural
4. Hibridisasi Kultural
5. Anthony Giddens. Globalisasi sebagai "Dunia tidak Terkendali"
6. Ulrich Beck. Politik Globalisasi dan Kosmopolitanisme
7. George Ritzer. Teori Globalisasi "of Nothing"
8. Zygmunt Bauman. Konsekuensi Globalisasi pada Manusia
9. Diferensialisme Kultural
10. Ekspansi Pasar Global dan Krisis Solidaritas
11. Anthony Giddens. Modernitas dan Identitas
12. Politik Identitas di Era Globalisasi