Gunnard Myrdal. Teori Efek Balik Dan Efek Sebar

Gunnard Myrdal yaitu spesialis ekonomi Swedia dan pejabat pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, populer dengan tulisannya Economic Theory and Underdeveloped Regions (1957) dan Asian Drama: An Inquiry into the Proverty of Nations (1968), beropini bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses lantaran musabab sirkuler yang menciptakan si kaya menerima keuntungan semakin banyak dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (blackwash effects) cenderung mengecil.

Secara kumulatif, kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan internasional dan mengakibatkan ketimpangan regional di antara negara-negara terbelakang. Sebaliknya, di negara ndeso proses kumulatif dan dissirkuler pun dikenal istilah “lingkaran setan kemiskinan” berjalan menurun dan lantaran tidak teratur mengakibatkan meningkatnya ketimpangan. Myrdal yakin bahwa pendekatan teoretis yang kita warisi tidak cukup menuntaskan problem ketimpangan ekonomi tersebut. Teori perdagangan internasional dan tentu saja teori ekonomi secara umum, tidak pernah disusun untuk menjelaskan realitas keterbelakangan dan pembangunan ekonomi (Myrdal; 1957).


Pada tesis Myrdal yaitu membangun dari suatu keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk itu ia menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
a. Dampak Balik
Semua perubahan yang bersifat merugikan dari perluasan ekonomi suatu kawasan lantaran sebab-sebab di luar kawasan itu, atau sanggup disebut juga imbas migrasi. Dampak ini merupakan perpindahan modal dan perdagangan serta keseluruhan imbas yang timbul dari proses lantaran musabab sirkuler antara faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi.

b. Dampak Sebar
Menunjuk pada imbas momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari sentra pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Sebab utama ketimpangan regional yaitu kuatnya imbas balik dan lemahnya imbas sebar di negara-negara terbelakang.

c. Ketimpangan Regional
Terjadi lebih banyak lantaran berakar pada dasar nonekonomi yang berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba, di mana terpusat di wilayah-wilayah (negara-negara) yang mempunyai impian keuntungan tinggi. Gejala ini disebabkan oleh peranan kekuatan pasar bebas yang cenderung memperlebar ketimpangan regional lantaran produksi, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, dan perkapalan cenderung mendatangkan keuntungan bagi wilayah maju (Myrdal, 1957:26).

d. Dampak Balik dan Dampak Sebar
Dalam laju perkembangannya, kedua imbas tersebut mustahil berjalan seimbang. Hal itu disebabkan ketimpangan regional jauh lebih besar di negara-negara miskin daripada negara-negara kaya. Selain itu, di negara-negara miskin ketimpangan regional semakin melebar, sedangkan di negara maju menyempit. Hal itu disebabkan oleh semakin tinggi tingkat pembangunan ekonomi yang sudah dicapai suatu negara, biasanya semakin besar lengan berkuasa pula imbas sebar yang akan terjadi.


Mengingat pembangunan tersebut disertai oleh transportasi dan komunikasi yang makin baik, tingkat pendidikan makin tinggi, dan semakin dinamis antara inspirasi dan nilai yang semuanya cenderung memperkuat daya sebar sentrifugal dan hambatan-hambatannya cenderung melunak. Dengan demikian, suatu negara berhasil mencapai tingkat pembangunan yang tinggi, maka pembangunan ekonomi akan menjadi suatu proses yang berjalan otomatis. Sebaliknya, penyebab utama keterbelakangan terletak pada lemahnya imbas sebar dan kuatnya imbas balik sehingga dalam proses yang semakin menggumpal, kemiskinan itu yaitu penyebab yang berasal dari dirinya sendiri.

e. Peranan Pemerintah
Kebijaksanaan nasional sering memperburuk ketimpangan regional, terutama oleh peranan kekuatan pasar bebas dan akal liberal sebagai akhir lemahnya imbas sebar. Faktor lain yang mengakibatkan ketimpangan regional di negara miskin yaitu forum feodal yang kokoh dan forum lainnya yang tidak egaliter, serta struktur kekuasaan yang membantu si kaya “menghisap” si miskin (Myrdal, 1957: 28). Oleh lantaran itu, pemerintah negara terbelakang, harus tetapkan akal yang adil dan egaliter.


f. Ketimpangan Internasional
Pada umumnya perdagangan internasional menguntungkan negara kaya dan memperlemah negara terbelakang. Sebab negara maju/kaya mempunyai basis industri manufaktur yang besar lengan berkuasa dengan imbas sebar yang besar lengan berkuasa pula. Dengan mengekspor produk industri mereka ke negara terbelakang, akan mematikan industri berskala kecil. Ini cenderung mengubah negara ndeso menjadi produsen barang-barang primer untuk ekspor. Mengingat seruan akan barang-barang ekspor inelastic (di pasar ekspor) maka mereka menderita akhir fluktuasi harga yang menggila. Sebagai konsekuensinya, mereka tidak sanggup mengambil untung dari naik turunnya harga barang di dunia ekspor.

g. Perpindahan Modal
Hal ini pun gagal menghapuskan ketimpangan internasional, lantaran negara maju lebih menjanjikan keuntungan dan jaminan bagi para investor maka modal akan semakin menjauhkan diri dari negara terbelakang. Modal yang mengalir ke negara ndeso diarahkan sebagian besar pada produksi barang primer untuk ekspor, hal ini akan mencurigai mereka lantaran imbas balik yang kuat. Apa pun yang diinvestasikan pihak asing, akan meningkatkan imbas balik yang secara umum dikuasai serta tidak menjadi pemecah duduk perkara dalam ketimpangan internasional (Jhingan, 1994:274).


Download


Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel