Joseph Butler. Kodrat Manusia

Apa teladan refleksi atau bunyi hati insan itu? Zaman Pencerahan sering menyamakan moralitas dengan rasionalitas. Seakan-akan bertindak secara susila sama dengan bertindak sesuai dengan apa yang dianggap rasional. Apa yang rasional? Dari udara kosong kita sanggup menarik kesimpulan tindakan apa yang sungguh-sungguh masuk nalar dan apa yang tidak. Untuk itu, kita memerlukan acuan.

Menurut Butler, rasionalitas diukur dari kodrat manusia. Manusia hidup dengan rasional dan baik apabila ia hidup sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Di sini tidak hanya kelihatan imbas Shaftesbury yang—melawan Hobbes*—kembali kepada paham kodrat manusia.

Butler kembali kepada kesadaran yang dasar dalam filsafat Yunani dan Abad Pertengahan bahwa kebahagiaan tercapai apabila insan merealisasikan kodratnya sebagai manusia. Kita telah melihat paham ini pada Thomas Aquinas*.

Kekhasan kodrat manusia, berdasarkan Butler, kelihatan apabila kita memerhatikan perbedaan antara insan dan binatang. Binatang selalu berlaku sesuai dengan kodratnya. Binatang selalu mengikuti instingnya. Ia selalu berlaku sesuai dengan dorongan-dorongan batin. Binatang tidak bebas. Ia melaksanakan apa yang didesakan oleh dorongan yang paling kuat. Itulah kodratnya. Oleh alasannya itu, kita sanggup melatih binatang. Atas sebuah rangsangan, hewan selalu menunjukkan tanggapan yang sesuai dengan struktur instingtualnya.

Manusia tidak demikian. Kalaupun ia merasa sangat lapar dan ada makanan, ia tetap tidak bisa tidak mempertimbangkan dulu apakah sempurna bila ia eksklusif makan. Selalu masih ada jarak, selalu ia masih harus mengambil perilaku dulu: mengikuti dorongan itu atau tidak. Itulah kodrat khas manusia. Para filsuf bicara wacana kerohaniannya. Manusia tidak identik dengan segala macam dorongan spontan; ia selalu sudah berada dalam jarak terhadapnya, maka ia harus menunjukkan evaluasi dulu apakah mengikuti emosi, nafsu, dan perasaan, atau tidak.

Kalau insan begitu saja mengikuti dorongan batin paling berpengaruh yang dirasakannya, ia justru tidak sesuai, melainkan bertentangan dengan kodratnya. Manusia sadar bahwa emosi sanggup juga mencelakakannya; ia juga sering sadar bahwa suatu dorongan yang rasanya menyenangkan tidak pantas dan tidak baik. Adakah khas bagi kodrat manusia—dan itulah yang membedakan insan dari binatang—bahwa pengalamannya, baik yang lahiriah (misalnya bila ia bertemu dengan orang atau melihat dompet seseorang jatuh) maupun yang batiniah (nafsu, emosi, perasaan) selalu disertai refleksi dan bunyi hati yang menilai situasi itu dan memberi tahu tindakan mana yang benar dan mana yang salah.

Mengikuti nafsu dan dorongan impulsif justru tidak sesuai dengan kodrat manusia. Yang sesuai dengan kodrat insan yakni mempertimbangkan dulu bagaimana kita harus bersikap terhadap dorongan-dorongan yang kita rasakan di dalam batin. Manusia senantiasa menyadarinya. Namun, berlawanan dengan Hobbes dan sesuai dengan para filsuf perasaan moral, keharusan susila bukan sesuatu yang disuruh dari luar. Keharusan itu disadari dalam hati alasannya mencerminkan kodrat manusia. Dari kodratnya insan sadar bahwa ia harus mempertimbangkan dulu perilaku dan perbuatan mana yang sempurna dan kemudian bertindak sesuai dengan hasil pertimbangan itu. Manusia yang menaati bunyi hati, menaati dirinya sendiri (suatu gagasan yang akan menjadi inti paham moralitas Kant*).

Karena itu, salahlah anggapan orang bahwa melawan desakan nafsu sesaat berarti bertindak melawan kodrat. Yang berlawanan dengan kodrat justru bila bunyi hati diparkir di samping, bila insan harus mematikan kemampuan batin yang senantiasa menunjukkan evaluasi dan menyampaikan mana yang benar dan mana yang salah. Kodrat insan sebagai makhluk rasional menyatakan diri dalam kesadaran bahwa ia dihentikan eksklusif mengikuti segala dorongan batin spontan, melainkan harus mengikuti evaluasi yang diberikan oleh bunyi hati. Apabila nafsu mengatasi pertimbangan berkepala dingin, itulah yang bertentangan dengan kodrat manusia.

Sumber
Suseno, Franz Magnis. 1996. 13 Tokoh Etika; Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19. Kanisius. Jogjakarta


Download

Baca Juga
1. Joseph Butler. Refleksi dan Emosi

Baca Juga

2. Joseph Butler. Cinta Diri Tenang

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel