Teori Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Konsepsi Anak
Konsepsi anak sebagai hasil konstruksi ihwal alam sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh lantaran itu, ada yang memberi nama miskonsepsi pada konsepsi anak ini. Dalam pustaka pendidikan sains, Osborne (1985) memperlihatkan beberapa nama, yaitu ada yang menyebutnya “children’s science”, “misconception”, “alternative framework”, “alternative conception”, atau “children’s idea”.
Hal yang menjadi permasalahan besar dalam pendidikan sains ialah dalam konstruksi konsepsi ilmiah, miskonsepsi ini ditemukan sebagai penghambat sehingga perlu diusahakan untuk mengubahnya.
1. Miskonsepsi, Status, dan Sifat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan siswa-siswa tingkat sekolah menengah untuk menemukan miskonsepsi dalam topik-topik: “light, electric and simple circuits, heat and temperature, force and motion, the gaseous state, the particulate nature of matter in the gaseous phase, beyond appearance; the conservation of matter under physical and chemical transformations”, Driver (1985) mengemukakan hal-hal berikut.
a. Miskonsepsi bersifat pribadi. Bila dalam suatu kelas belum dewasa disuruh menulis ihwal percobaan yang sama (mungkin hasil demonstrasi guru), mereka memperlihatkan banyak sekali interpretasi. Setiap anak “melihat” dan menginterpretasikan eksperimen itu berdasarkan caranya sendiri. Setiap anak mengonstruksi kebermaknaannya sendiri.
b. Miskonsepsi mempunyai sifat yang stabil. Kerap kali terlihat bahwa gagasan anak yang berbeda dengan gagasan ilmiah ini tetap dipertahankan anak, walaupun guru sudah berusaha memperlihatkan suatu kenyataan yang berlawanan.
c. Bila menyangkut koherensi, anak tidak merasa butuh pandangan yang koheren alasannya ialah interpretasi dan prediksi ihwal peristiwa-peristiwa alam simpel kelihatannya cukup memuaskan. Kebutuhan akan koherensi dan kriteria untuk koherensi berdasarkan persepsi anak tidak sama dengan yang dipersepsi ilmuwan.
Driver (1989) me-review hasil indepth studies yang dilakukan ihwal konsepsi anak dalam banyak sekali bidang sains. Ditemukan bahwa adakalanya terdapat kesamaan dalam model-model yang dikonstruksi siswa untuk menginterpretasikan fenomena alam. Temuan ini juga ditunjang oleh cross countries studies yang dilakukan di lima negara Eropa. Walaupun ditemukan cukup ada kesamaan dalam konsepsi-konsepsi anak, ada indikasi bahwa perbedaan imbas kultural perlu diperhatikan.
Suatu perkembangan gres dalam bidang penelitian ialah evolusi progresif ihwal konsepsi anak dalam domain-domain tertentu, contohnya ihwal bentuk bumi pada usia muda ialah datar, lalu pada usia yang lebih bau tanah bentuk bumi itu lingkaran dengan pandangan sewenang-wenang ihwal “atas” dan “bawah” (Nussbaum, 1985). Demikian pula halnya dengan panas, temperatur, zat dan materi, udara, benda hidup dan tidak hidup.
2. Terbentuknya miskonsepsi
Bagaimana terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, terutama untuk tingkat primer, Driver (1985) mengemukakan sebagai berikut.
a. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan lantaran anak cenderung mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah.
b. Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan lantaran anak lebih cenderung menginterpretasi suatu fenomena dari segi sifat sewenang-wenang benda-benda, bukan dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.
c. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.
d. Bila belum dewasa mengambarkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung mengikuti urutan kausal linier.
e. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai banyak sekali konotasi; gagasan anak lebih inklusif dan global.
f. Anak kerap kali memakai gagasan yang berbeda untuk menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan dipakai cara yang sama.
Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta
Download
Baca Juga
1. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan
2. Teori Konstruktivisme. Proses Perubahan Konseptual
Hal yang menjadi permasalahan besar dalam pendidikan sains ialah dalam konstruksi konsepsi ilmiah, miskonsepsi ini ditemukan sebagai penghambat sehingga perlu diusahakan untuk mengubahnya.
1. Miskonsepsi, Status, dan Sifat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan siswa-siswa tingkat sekolah menengah untuk menemukan miskonsepsi dalam topik-topik: “light, electric and simple circuits, heat and temperature, force and motion, the gaseous state, the particulate nature of matter in the gaseous phase, beyond appearance; the conservation of matter under physical and chemical transformations”, Driver (1985) mengemukakan hal-hal berikut.
a. Miskonsepsi bersifat pribadi. Bila dalam suatu kelas belum dewasa disuruh menulis ihwal percobaan yang sama (mungkin hasil demonstrasi guru), mereka memperlihatkan banyak sekali interpretasi. Setiap anak “melihat” dan menginterpretasikan eksperimen itu berdasarkan caranya sendiri. Setiap anak mengonstruksi kebermaknaannya sendiri.
b. Miskonsepsi mempunyai sifat yang stabil. Kerap kali terlihat bahwa gagasan anak yang berbeda dengan gagasan ilmiah ini tetap dipertahankan anak, walaupun guru sudah berusaha memperlihatkan suatu kenyataan yang berlawanan.
c. Bila menyangkut koherensi, anak tidak merasa butuh pandangan yang koheren alasannya ialah interpretasi dan prediksi ihwal peristiwa-peristiwa alam simpel kelihatannya cukup memuaskan. Kebutuhan akan koherensi dan kriteria untuk koherensi berdasarkan persepsi anak tidak sama dengan yang dipersepsi ilmuwan.
Driver (1989) me-review hasil indepth studies yang dilakukan ihwal konsepsi anak dalam banyak sekali bidang sains. Ditemukan bahwa adakalanya terdapat kesamaan dalam model-model yang dikonstruksi siswa untuk menginterpretasikan fenomena alam. Temuan ini juga ditunjang oleh cross countries studies yang dilakukan di lima negara Eropa. Walaupun ditemukan cukup ada kesamaan dalam konsepsi-konsepsi anak, ada indikasi bahwa perbedaan imbas kultural perlu diperhatikan.
Suatu perkembangan gres dalam bidang penelitian ialah evolusi progresif ihwal konsepsi anak dalam domain-domain tertentu, contohnya ihwal bentuk bumi pada usia muda ialah datar, lalu pada usia yang lebih bau tanah bentuk bumi itu lingkaran dengan pandangan sewenang-wenang ihwal “atas” dan “bawah” (Nussbaum, 1985). Demikian pula halnya dengan panas, temperatur, zat dan materi, udara, benda hidup dan tidak hidup.
2. Terbentuknya miskonsepsi
Bagaimana terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, terutama untuk tingkat primer, Driver (1985) mengemukakan sebagai berikut.
a. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan lantaran anak cenderung mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah.
b. Dalam banyak kasus, anak itu hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan lantaran anak lebih cenderung menginterpretasi suatu fenomena dari segi sifat sewenang-wenang benda-benda, bukan dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.
c. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.
d. Bila belum dewasa mengambarkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung mengikuti urutan kausal linier.
e. Gagasan yang dimiliki anak mempunyai banyak sekali konotasi; gagasan anak lebih inklusif dan global.
f. Anak kerap kali memakai gagasan yang berbeda untuk menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan dipakai cara yang sama.
Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta
Download
Baca Juga
Baca Juga
1. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan
2. Teori Konstruktivisme. Proses Perubahan Konseptual