Teori Konstruktivisme. Proses Perubahan Konseptual

Miskonsepsi merupakan penghambat dalam berguru sains. Oleh lantaran itu, miskonsepsi sedapat mungkin ditiadakan melalui perubahan konseptual
Beberapa alternatif
Perspektif perihal proses perubahan konseptual akhir-akhir ini paling banyak menerima perhatian para pendidik sains (terbukti dari banyaknya penelitian yang dilakukan di negara orang, tetapi tidak di negara kita). Perubahan konseptual sanggup berlangsung sebagai perubahan lemah dan ada pula yang bersifat radikal.

Untuk perubahan yang lemah, ada yang menyebut pengembangan konsep, sedangkan perubahan yang radikal gres diberi nama “perubahan konseptual” (West and Pines, 1985) dan yang terakhir inilah yang menjadi objek penelitian cukup umur ini. Perubahan konseptual pada anak sejalan paralel dengan cara perubahan teori dalam sains berdasarkan argumentasi Kuhn (Driver, 1989). Sebagaimana halnya dengan perubahan teori dalam sains, perubahan konseptual pada anak mungkin terjadi akhir banyak sekali faktor yang kompleks.

Selain perspektif perubahan, ada pula perspektif-perspektif lain berkaitan dengan teori yang paling disoroti dalam studi-studi berguru sains dalam kelas, yaitu perspektif knowledge in pieces dan perspektif situated cognition. Hingga kini mungkin ditemukan perspektif lain. Oleh lantaran itu, di samping mencoba model-model yang sudah ada, perlu dilakukan penelitian yang mungkin menghasilkan model gres yang paling sempurna untuk suatu domain dalam sains, mengingat faktor-faktor yang sudah dikemukakan terdahulu.

Alternatif yang akan dibahas selanjutnya yakni alternatif yang sampai kini paling mayoritas diterapkan di negara orang, yaitu perspektif perubahan konseptual yang sejalan dengan perubahan teori dalam sains, walaupun belum dikenal oleh kita pada umumnya. Menurut perspektif ini, perubahan konseptual melibatkan dua komponen, yaitu kondisi yang harus dipenuhi semoga terjadi perubahan konseptual dan ekologi konseptual yang menyediakan konteks untuk berlangsungnya perubahan konseptual.

Proses terjadinya perubahan konseptual
Menurut Posner (1982) dan Hewson (1989), kalau perubahan konseptual akan terjadi, mula-mula anak itu harus merasa tidak puas dengan gagasan yang ada. Walaupun demikian, ketidakpuasan saja tidak cukup untuk mengganti gagasan usang dengan gagasan baru. Harus ditambahkan tiga kondisi, yaitu gagasan gres itu harus intelligible (dapat dimengerti), plausible (masuk akal), dan fruitful (memberi suatu kegunaan). Pada umumnya fokus pengajaran sains hanya pada intelligibility (Gunstone, 1988 dalam Gunstone, 1992) dan jarang memperhatikan plausibility. Ternyata segi kegunaan atau fruitfulness yang sangat memilih terjadinya perubahan konseptual.

Fruitfulness merupakan hal yang kompleks dan sulit untuk dicapai. Ditinjau dari siswa, fruitfulness sanggup disebabkan oleh faktor-faktor eksternal (misalnya macam ujian yang harus ditempuhnya) atau internal (misalnya apakah gagasan gres itu memiliki kekuatan kemampuan menunjukan yang lebih unggul bila diterapkan pada fenomena-fenomena lain). Dari kedua macam fruitfulness ini, fruitfulness internal lebih memungkinkan terjadinya perubahan konseptual. Pencapaiannya akrab hubungannya dengan terjadinya “metacognition” dalam diri anak (Gunstone, 1992).

Suatu teladan terjadi perubahan konseptual diberikan sebagai berikut: Konsep anak yang biasa dijumpai pada bawah umur sekolah dasar ialah mereka menganggap zat padat atau zat cair terbentuk dari molekul-molekul yang padat atau zat cair terbentuk dari molekul-molekul yang “berupa air”. Akan tetapi, sesudah guru meminta mereka untuk menggambarkan zat padat atau zat cair dengan mengatakan molekul-molekulnya, kemudian guru bertanya apa yang terdapat antara molekul-molekul itu, mereka berpikir. Bermacam-macam pikiran terjadi pada bawah umur antara lain sebagai berikut.
- Tentunya molekul-molekul itu tidak menempel satu sama lain
- Mungkin dalam es molekul-molekul itu sanggup menempel satu sama lain alasannya yakni bentuk es selalu tetap
- Dalam air tak mungkin, bagaimana air sanggup mengalir?
- Tentu di antara molekul-molekul itu terdapat ruang kosong, walaupun sedikit dan di antara molekul-molekul itu tentu terdapat ikatan

Mereka merasa tidak puas dengan konsepsinya selama ini dan bersedia mengubahnya. Mereka berkata: “Molekul-molekul itu dikelilingi oleh ruang kosong”.


Kemudian, guru bertanya lagi: “Apa yang terjadi kalau es dipanaskan?” Mereka menjawab bahwa bukan molekul-molekulnya yang berubah, yaitu dari padat menjadi cair, melainkan ikatan-ikatan antara molekul-molekulnya yang putus. Dan bila banyak energi yang diberikan, molekul-molekul itu sanggup “beterbangan” membentuk gas yang memuai tidak terhingga bila daerah molekul-molekul itu tidak tertutup.

Jelas bila mereka mendapatkan konsep baru, yaitu bahwa antara molekul-molekul itu terdapat ruang kosong, dan di antara molekul-molekul itu ada ikatan, untuk zat padat ikatannya lebih besar daripada ikatan antara molekul-molekul zat cair dan ini lebih besar daripada ikatan antara molekul-molekul gas, lebih banyak insiden yang sanggup mereka jelaskan. Dengan demikian, sesudah mereka tidak puas dengan konsepsi usang dan dengan konsepsi gres sanggup menjelaskan peristiwa-peristiwa lain, terlihat segi kegunaan konsepsi baru. Dengan demikian, proses perubahan konseptual berlangsung dalam diri anak.

Sumber
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga. Jakarta


Download

Baca Juga


Baca Juga
1. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan
2. Teori Konstruktivisme dalam Pendidikan. Konsepsi Anak

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel