Conformity Dan Deviation

Masalah conformity dan deviation bekerjasama dekat dengan social control. Conformity berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan kaidah dan nilai-nilai masyarakat. Sebaliknya, deviation yaitu penyimpangan terhadap kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kaidah timbul dalam masyarakat alasannya diharapkan sebagai pengatur korelasi seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan masyarakatnya. Diadakannya kaidah serta lain-lain peraturan di dalam masyarakat yaitu dengan maksud biar ada conformity warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan.

Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, conformity masyarakat cenderung kuat. Hal tersebut dikarenakan tradisi yang sangat kuat, kaidah yang berlaku secara turun temurun sama saja dari satu generasi ke generasi berikutnya, tanpa banyak mengalami perubahan. Ukuran-ukuran yang digunakan merupakan ukuran-ukuran yang telah digunakan oleh nenek moyangnya dahulu. Lagi pula, kaidah-kaidah dalam masyarakat tradisional tak begitu banyak corak ragamnya. Dalam masyarakat demikian, apalagi yang hubungannya dengan dunia luar kurang sekali, daya kreasi masyarakat sedikit sehingga tindakan-tindakan yang menyimpang dari tradisi, juga sangat kurang.

Masyarakat di kota lain keadaannya alasannya anggota-anggotanya selalu berusaha beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kotanya. Penduduk kota terdiri dari majemuk insan dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda pula. Lagi pula kota merupakan pintu gerbang masuknya pengaruh-pengaruh dari luar. Maka, conformity di kota-kota (terutama kota-kota besar) juga sangat kecil sehingga proses institusionalisasi sukar terjadi apabila dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat di desa. Bahkan conformity di kota besar sering kali dianggap sebagai kendala terhadap kemajuan dan perkembangan.

Deviation atau penyimpangan dalam masyarakat tradisional yang relatif statis tidak akan disukai. Deviation terhadap kaidah-kaidah dalam masyarakat yang tradisional memerlukan suatu keberanian dan kebijaksanaan tersendiri. Namun, apabila masyarakat tradisional tersebut mencicipi manfaat dari suatu deviation tertentu, penyimpangan akan diterima. Biasanya proses tersebut dimulai oleh generasi muda yang pernah pergi merantau.

Robert K. Merton* meninjau penyimpangan (deviasi) dari sudut struktur sosial dan budaya. Menurut Merton*, di antara segenap unsur sosial dan budaya, terdapat dua unsur terpenting, yaitu kerangka aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur segala aktivitas untuk mencapai aspirasi tersebut. Dengan kata lain, ada nilai-nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian konsepsi-konsepsi abnormal yang hidup di dalam alam pikiran bab terbesar warga masyarakat perihal apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Juga ada kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan-kegiatan insan untuk mencapai harapan tersebut.

Nilai-nilai sosial budaya tadi berfungsi sebagai pemikiran dan pendorong sikap insan di dalam hidupnya. Apabila terjadi ketidakserasian antara aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya untuk mencapai harapan tersebut, maka terjadilah sikap menyimpang atau deviant behavior. Jadi, sikap yang menyimpang tadi akan terjadi apabila insan memiliki kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial budaya daripada kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai harapan tersebut. Pudarnya pegangan pada kaidah-kaidah menyebabkan keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa kaidah yang oleh Emile Durkheim* dinamakan anomie.

Merton menyusun denah yang menggambarkan usaha-usaha warga masyarakat (secara perorangan) untuk menyerasikan dirinya dengan nilai-nilai sosial budaya dan kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat untuk mencapai nilai-nilai sosial budaya tersebut. Di antaranya yaitu conformity, innovation, ritualism, retreatism, rebellion.

Conformity terdapat pada masyarakat-masyarakat yang secara relatif stabil.

Cara-cara yang telah melembaga memperlihatkan peluang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk mencapai nilai-nilai sosial budaya yang menjadi cita-citanya. Pada innovation tekanan terlampau diletakan pada nilai-nilai sosial budaya yang pada suatu ketika berlaku, sedangkan warga masyarakat mencicipi bahwa cara atau kaidah-kaidah untuk mencapai tujuan tersebut kurang memadai. Suatu teladan aktual sanggup diambil dari suku-suku bangsa di Indonesia yang masih memiliki tradisi memilih mas kawin yang sangat tinggi di dalam perkawinan. Nilai sosial budaya tersebut tidak selaras dengan kaidah-kaidah yang ada dalam masyarakat untuk mendapatkan mas kawin tersebut sehingga timbullah sikap menyimpang, yaitu dengan adanya forum kawin lari. Nilai sosial budaya semacam itu menyebabkan orientasi terhadap perbuatan-perbuatan yang mengandung risiko alasannya terjadi kekecewaan-kekecewaan yang diderita sebagai akhir tidak tercapainya aspirasi-aspirasi yang ada.

Ritualism terjadi pada warga masyarakat yang berpegang teguh pada kaidah-kaidah yang berlaku, walaupun harus mengorbankan nilai-nilai sosial budaya yang ada dan berlaku. Retreatism terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang berlaku tak sanggup tercapai melalui cara-cara yang telah melembaga. Akan tetapi, para warga masyarakat memiliki keyakinan yang demikian dalamnya sehingga mereka tidak mau menyimpang dari norma-norma yang telah melembaga. Oleh alasannya itu, konflik yang timbul dalam diri masing-masing individu dihilangkan dengan jalan meninggalkan, baik nilai-nilai sosial budaya maupun cara-cara untuk mencapainya, dengan jalan menarik diri. Hal tersebut terlihat pada sikap apatis terhadap keadaan kini alasannya terlampau mengagung-agungkan masa lampau. Pada rebellion, semua nilai sosial budaya maupun kaidah-kaidah yang berlaku ingin diubah semua untuk diganti dengan hal-hal yang sama sekali baru.

Deviation mungkin berwujud sebagai pengecualian atau penyelewengan. Di dalam hal terjadinya pengecualian, penyimpangan yang terjadi diberikan pembenaran, tetapi pada penyelewengan telah terjadi suatu delik. Suatu delik merupakan proses, di mana warga masyarakat gagal atau tidak memiliki kemampuan untuk menaati nilai dan norma yang berlaku. Terjadinya deviation adakala dianggap sebagai membuktikan bahwa struktur sosial perlu diubah. Hal ini merupakan suatu petunjuk bahwa struktur yang ada tidak mencukupi dan tidak sanggup beradaptasi dengan perkembangan kebutuhan yang terjadi.

Halnya telah di paparkan dalam materi perihal penyimpangan sosial, bahwa bisa jadi suatu hal dikatakan menyimpang di suatu tempat, belum tentu demikian di daerah yang lain. Dengan demikian, kalangan ilmuwan kadang menyebutkan bahwa sesuatu yang dikatakan menyimpang menurut nilai-nilai yang berlaku di dalam suatu kelompok. Mereka mendapatkan nilai-nilai itu sebagai tolok ukur untuk mengadakan evaluasi.

Demikian, ada beberapa rumusan perihal penyimpangan. Rumusan yang paling sederhana bersifat statistik alasannya yang dianggap menyimpang yaitu setiap hal yang terlalu jauh dengan keadaan normal (rata-rata). Dengan kata lain, segala sesuatu yang tidak sama dengan yang lazim terjadi merupakan penyimpangan. Dalam hal ini, seorang yang kidal merupakan penyimpangan alasannya kebanyakan orang secara umum lebih banyak memakai tangan kanannya.

Pandangan yang lain menganggap penyimpangan sebagai sesuatu yang bersifat patologis. Artinya, ada suatu penyakit. Pandangan ini dilandaskan pada analogi dengan ilmu kedokteran. Pandangan berikutnya merumuskannya menurut anggapan bahwa penyimpangan merupakan hasil keadaan sakit jiwa. Sikap tindak seorang homoseksual atau pencandu obat-obat bius merupakan perwujudan keadaan mental yang sakit.

Beberapa sosiolog juga memakai model penyimpangan yang didasarkan pada pandangan medis mengenai kesehatan dan penyakit. Mereka menelaah masyarakat atau bab tertentu dari suatu masyarakat dan mempermasalahkan apakah terjadi gangguan terhadap stabilitas yang menurunkan ketahanan masyarakat tersebut. Apabila ada gangguan, proses demikian dianggap sebagai suatu penyimpangan atau disorganisasi sosial.

Pandangan sosiolog lainnya lebih relatif. Mereka menganggap bahwa sikap tindak menyimpang merupakan kegagalan mematuhi aturan-aturan kelompok. Kelompok merumuskan aturan-aturan dan berusaha menegakkannya. Berdasarkan tolok ukur itu, akan sanggup ditentukan apakah seorang anggota kelompok melanggar hukum sehingga dianggap sebagai menyimpang.


Download di Sini 

Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas X. Bab 5. Perilaku Menyimpang (KTSP)
2. Materi Sosiologi Kelas X. Bab 3. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013) 
3. Materi Sosiologi Kelas X Bab 3.3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
4. Materi Ujian Nasional Kompetensi Penyimpangan dan Pengendalian Sosial

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel