Parmenides. Jalan Kebenaran
Pemikiran Parmenides yaitu kebalikan dari pikiran Herakleitos*. Bagi Herakleitos* realitas seluruhnya bukanlah sesuatu yang lain daripada gerak dan perubahan. Bagi Parmenides gerak dan perubahan tidak mungkin. Menurut beliau realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak atau berubah. Atas cara bagaimana Parmenides mencapai kemandirian ini?
Seluruh jalan kebenaran bersandar pada satu keyakinan: "yang ada itu ada", what is, is. Itulah kebenaran. Sama sekali tidak mungkin memungkiri kebenaran itu. Coba kita bayangkan saja apakah konsekuensinya, bila orang memungkiri kebenaran itu. Ada dua pengandaian yang mungkin. [1] Atau orang sanggup mengemukakan bahwa yang ada itu tidak ada. [2] Atau orang sanggup mengemukakan bahwa yang ada serentak ada dan serentak juga tidak ada. Tetapi kedua pengandaian itu sama-sama mustahil. Pengandaian pertama harus dianggap mustahil, alasannya yaitu yang tidak ada justru tidak ada. "Yang tidak ada" tidak sanggup dipikirkan dan tidak sanggup dibicarakan. Orang yang mengatakan, "Realitas seluruhnya terdiri dari kenyataan bahwa tidak ada sesuatu pun," jatuh dalam pertentangan yang paling besar. Pengandaian kedua sama saja dengan pendapat Herakleitos*, tetapi pengandaian ini juga harus disebut mustahil. Karena pengandaian ini mendapatkan pengandaian yang pertama tadi bahwa "yang ada" tidak ada. Itu selalu harus ditolak. "Yang ada" ada dan "yang tidak ada" tidak ada.
Antara dua pernyataan tidak terdapat jalan tengah. Karena "yang ada" ada, risikonya tidak pernah mungkin menjadi "yang tidak ada". Sebaliknya, alasannya yaitu yang "tidak ada" tidak ada, risikonya tidak pernah mungkin menjadi "yang ada". Jadi, harus disimpulkan bahwa "yang ada" itu ada. Itulah satu-satunya kebenaran. "Yang tidak ada" tidak mungkin merupakan objek bagi anutan kita dan kita tidak sanggup berbicara tentangnya.
Kebenaran yang diuraikan di atas memiliki konsekuensi-konsekuensi yang tidak kecil.
1) Pertama-tama, "yang ada" yaitu satu dan tak terbagi: pluralitas (kejamakan) tidak mungkin. Tentu saja, alasannya yaitu tidak ada sesuatu pun yang sanggup memisahkan "yang ada".
2) Berikutnya, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak akan dimusnahkan; dengan kata lain, "yang ada" bersifat abadi dan tak terubahkan. Karena, seandainya ada perubahan, itu berarti bahwa "yang ada" menjadi "yang tidak ada" atau "yang tidak ada" menjadi "yang ada". Nah, itu sama sekali mustahil. Jadi, perubahan tidak mungkin.
3) Lantas harus dikatakan bahwa "yang ada" itu sempurna. Tidak ada sesuatu yang sanggup ditambah padanya dan tidak ada sesuatu yang sanggup diambil darinya. Walaupun Parmenides sendiri tidak menggunakan kata "sempurna", maksudnya memang begitu, bila ia menyampaikan bahwa "yang ada" itu serba lengkap "bagaikan bola yang jarak-jaraknya dari sentra ke permukaan semua sama". "Yang ada" itu bulat, sehingga mengisi semua tempat.
4) Karena "yang ada" mengisi segala tempat, kita harus menarik kesimpulan bahwa berdasarkan Parmenides tidak ada ruang kosong. Karena, Menerima ruang kosong berarti mendapatkan juga bahwa di luar "yang ada" itu masih ada sesuatu yang lain. Akibatnya, gerak tidak mungkin. Karena, apakah yang terjadi jikalau suatu benda bergerak? Dengan bergerak suatu benda menduduki kawasan yang tadinya kosong. Menerima adanya gerak dengan sendirinya berarti pula mendapatkan adanya ruang kosong.
Setelah menguraikan pikiran Parmenides dalam "jalan kebenaran", kami menambah beberapa catatan. Sudah faktual bahwa Parmenides menyadari perbedaan antara pengetahuan rasional dengan pengetahuan inderawi.
Lalu terang juga apabila kedua jenis pengetahuan itu bertentangan yang satu dengan yang lain, Parmenides berpihak pada rasio (dengan terang sekali ia menggunakan kata logos dalam arti rasio). Menurut kesaksian panca indera rupa-rupanya terdapat pluralitas dan perubahan dalam dunia sekitar kita. Tetapi atas dasar pengertian yang dibawa oleh rasio, Parmenides menyimpulkan bahwa kesaksian itu tidak sanggup diterima.
Parmenides juga menemukan kegiatan khusus dari rasio. Rasio menyatakan "yang ada". Dengan itu rasio menyatakan sesuatu yang mutlak atau absolut. Tetapi Parmenides tidak menyadari bahwa dengan mempergunakan kata "ada" itu ia mencampurkan dua arti. Kata kerja einai (ada) dalam bahasa Yunani sanggup digunakan sebagai kata kerja penghubung dan sebagai kata kerja begitu saja. Sebagai kata kerja penghubung "ada" digunakan dalam kalimat berikut ini misalnya: "John yaitu anak yang pintar" (John is a clever boy). Tetapi artinya berlainan dalam kalimat menyerupai misalnya: "John ada (John exist). Arti pertama menandakan apa-nya John itu (what John is) dan arti kedua memperlihatkan bahwa John ada (that John ia/exist). Parmenides tidak melihat perbedaan ini.
Pikiran Parmenides membuka babak gres dalam sejarah filsafat Yunani. Boleh dikatakan bahwa ia menemukan metafisika, cabang filsafat yang memeriksa "yang ada". Filsafat selanjutnya akan bergulat dengan problem-problem yang dikemukakan oleh Parmenides, yaitu bagaimana rasio sanggup dicocokan dengan data-data pengetahuan inderawi. Baru Plato* dan Aristoteles* akan berhasil menawarkan pemecahan untuk problem-problem ini.
Download di Sini
Sumber.
Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Kanisius. Yogyakarta
Baca Juga
1. Parmenides. Riwayat Hidup dan Karya
2. Parmenides. Jalan Pendapat
Seluruh jalan kebenaran bersandar pada satu keyakinan: "yang ada itu ada", what is, is. Itulah kebenaran. Sama sekali tidak mungkin memungkiri kebenaran itu. Coba kita bayangkan saja apakah konsekuensinya, bila orang memungkiri kebenaran itu. Ada dua pengandaian yang mungkin. [1] Atau orang sanggup mengemukakan bahwa yang ada itu tidak ada. [2] Atau orang sanggup mengemukakan bahwa yang ada serentak ada dan serentak juga tidak ada. Tetapi kedua pengandaian itu sama-sama mustahil. Pengandaian pertama harus dianggap mustahil, alasannya yaitu yang tidak ada justru tidak ada. "Yang tidak ada" tidak sanggup dipikirkan dan tidak sanggup dibicarakan. Orang yang mengatakan, "Realitas seluruhnya terdiri dari kenyataan bahwa tidak ada sesuatu pun," jatuh dalam pertentangan yang paling besar. Pengandaian kedua sama saja dengan pendapat Herakleitos*, tetapi pengandaian ini juga harus disebut mustahil. Karena pengandaian ini mendapatkan pengandaian yang pertama tadi bahwa "yang ada" tidak ada. Itu selalu harus ditolak. "Yang ada" ada dan "yang tidak ada" tidak ada.
Kebenaran yang diuraikan di atas memiliki konsekuensi-konsekuensi yang tidak kecil.
1) Pertama-tama, "yang ada" yaitu satu dan tak terbagi: pluralitas (kejamakan) tidak mungkin. Tentu saja, alasannya yaitu tidak ada sesuatu pun yang sanggup memisahkan "yang ada".
2) Berikutnya, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak akan dimusnahkan; dengan kata lain, "yang ada" bersifat abadi dan tak terubahkan. Karena, seandainya ada perubahan, itu berarti bahwa "yang ada" menjadi "yang tidak ada" atau "yang tidak ada" menjadi "yang ada". Nah, itu sama sekali mustahil. Jadi, perubahan tidak mungkin.
3) Lantas harus dikatakan bahwa "yang ada" itu sempurna. Tidak ada sesuatu yang sanggup ditambah padanya dan tidak ada sesuatu yang sanggup diambil darinya. Walaupun Parmenides sendiri tidak menggunakan kata "sempurna", maksudnya memang begitu, bila ia menyampaikan bahwa "yang ada" itu serba lengkap "bagaikan bola yang jarak-jaraknya dari sentra ke permukaan semua sama". "Yang ada" itu bulat, sehingga mengisi semua tempat.
4) Karena "yang ada" mengisi segala tempat, kita harus menarik kesimpulan bahwa berdasarkan Parmenides tidak ada ruang kosong. Karena, Menerima ruang kosong berarti mendapatkan juga bahwa di luar "yang ada" itu masih ada sesuatu yang lain. Akibatnya, gerak tidak mungkin. Karena, apakah yang terjadi jikalau suatu benda bergerak? Dengan bergerak suatu benda menduduki kawasan yang tadinya kosong. Menerima adanya gerak dengan sendirinya berarti pula mendapatkan adanya ruang kosong.
Setelah menguraikan pikiran Parmenides dalam "jalan kebenaran", kami menambah beberapa catatan. Sudah faktual bahwa Parmenides menyadari perbedaan antara pengetahuan rasional dengan pengetahuan inderawi.
Parmenides juga menemukan kegiatan khusus dari rasio. Rasio menyatakan "yang ada". Dengan itu rasio menyatakan sesuatu yang mutlak atau absolut. Tetapi Parmenides tidak menyadari bahwa dengan mempergunakan kata "ada" itu ia mencampurkan dua arti. Kata kerja einai (ada) dalam bahasa Yunani sanggup digunakan sebagai kata kerja penghubung dan sebagai kata kerja begitu saja. Sebagai kata kerja penghubung "ada" digunakan dalam kalimat berikut ini misalnya: "John yaitu anak yang pintar" (John is a clever boy). Tetapi artinya berlainan dalam kalimat menyerupai misalnya: "John ada (John exist). Arti pertama menandakan apa-nya John itu (what John is) dan arti kedua memperlihatkan bahwa John ada (that John ia/exist). Parmenides tidak melihat perbedaan ini.
Pikiran Parmenides membuka babak gres dalam sejarah filsafat Yunani. Boleh dikatakan bahwa ia menemukan metafisika, cabang filsafat yang memeriksa "yang ada". Filsafat selanjutnya akan bergulat dengan problem-problem yang dikemukakan oleh Parmenides, yaitu bagaimana rasio sanggup dicocokan dengan data-data pengetahuan inderawi. Baru Plato* dan Aristoteles* akan berhasil menawarkan pemecahan untuk problem-problem ini.
Download di Sini
Sumber.
Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Kanisius. Yogyakarta
Baca Juga
1. Parmenides. Riwayat Hidup dan Karya
2. Parmenides. Jalan Pendapat