Pengambilan Sampel Dari Populasi Tak-Terhingga Dan Tak-Jelas
Populasi tak terhingga dan tak terang (tak pasti)
Populasi* penelitian, apakah itu populasi subjek penelitian, atau kah populasi responden penelitian, ada yang jumlah anggotanya sanggup dan gampang dihitung, ada yang tidak sanggup atau tidak gampang dihitung. Oleh kesudahannya populasi penelitian dibedakan menjadi tiga kategori. Pertama populasi terhingga, kedua populasi tidak terhingga, dan ketiga populasi tidak terang atau tidak pasti.
Populasi terhingga yaitu populasi* yang anggota-anggotanya sangat mungkin dan sanggup dihitung. Terhingga artinya ada hitungan tertentu, sanggup dihitung jumlah atau banyaknya. Sebaliknya, tak terhingga artinya tidak sanggup dihitung jumlah atau banyaknya. Jadi, populasi tak terhingga yaitu populasi* penelitian yang jumlah anggotanya tidak sanggup atau tidak gampang dihitung. Populasi tak terang atau tak niscaya yaitu populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak diketahui secara pasti, tidak terang keberadaan dan jumlahnya.
Teknik-teknik non probability sampling
Seperti telah disebutkan, populasi (populasi subjek dan atau responden penelitian) tak terhingga yaitu populasi yang jumlah anggotanya tidak sanggup atau mustahil dihitung, sehingga tidak diketahui secara niscaya berapa jumlah anggota populasi tersebut, sedangkan populasi tak terang atau tidak niscaya yaitu populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak terang atau tidak sanggup dipastikan jumlahnya.
Oleh alasannya yaitu anggota populasinya tidak diketahui secara niscaya siapa saja dan berapa banyak, maka mustahil mengambil sampel dari populasi tersebut secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil menjadi sampel* (probability sampling), atau mengambil sampelnya secara acak (random sampling). Oleh alasannya yaitu tidak memberi peluang yang adil, yang sama, kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel*, maka teknik-teknik pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak terang ini dikelompokkan ke dalam rumpun non probability sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai sampel, atau non random sampling (cara pengambilan sampel yang tidak acak).
Quota sampling
Teknik quota sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara memutuskan jumlah tertentu sebagai sasaran yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi tersebut. Penetapan banyaknya sampel yang akan diambil dengan quota sampling berbeda makna dan teknis dari penetapan jumlah sampel pada populasi terhingga. Pada populasi terhingga penetapan jumlah sampel yang akan diambil itu lazimnya bersifat “proporsional,” setidak-tidaknya memperhatikan “besaran atau banyaknya anggota populasi, sehingga sebanding atau mendekati sebanding jumlah anggota dalam populasi (bahkan selalu seiring dengan heteroginitas populasi), alasannya yaitu jumlah anggota populasi terang hitungannya. Oleh alasannya yaitu terang hitungan anggota populasinya, maka untuk representativitas, pengambilan sampel biasanya memakai persentase.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar asumsi akan relatif memadai untuk mendapat data yang diharapkan yang diperkirakan sanggup mencerminkan populasinya, tidak sanggup diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, alasannya yaitu jumlah anggota populasi tidak diketahui secara niscaya tadi.
Purposive sampling
Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, alasannya yaitu purpose artinya maksud atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak terang (tujuan apa?). Itu makanya disebut benar tapi tidak betul, alasannya yaitu tak jelas.
Kalau membuka kamus (buka kamus yang “besar” semisal Oxford Advances Learner’s Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purpose yaitu tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, alasannya yaitu tidak ada pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara lain kesengajaan (“intention”), tidak sekedar secara kebetulan (“accidental“); juga berarti alasan (“reason“) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the requirements of a particular situation) atau, jelasnya, berdasarkan persyaratan tertentu.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu sanggup dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Makara ini akan sama dengan opportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk ditanyai. Barang siapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka eksklusif diambil sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara ibarat itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental) sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi sampel).
Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga maknanya sama, yakni “njujug,” hanya saja yang dijadikan “jujugan” (tujuan) bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang “dituju” yaitu orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai “responden” (yang sanggup memperlihatkan balasan atas pertanyaan penelitian). Ini hampir ibarat dengan informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak memperlihatkan gosip pribadi, melainkan gosip kelembagaan. Sampel penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap mempunyai ciri individual, pribadi. Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun lembaga, organisasi dsb).
Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh kesudahannya supaya tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) supaya benar-benar sanggup mendapat sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah sanggup menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak manis kalu cuma satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan asumsi “anggota populasi” yang ada di “area”.
Convenience, consecutive dan incidental (accidental, opportunistic) sampling
Istilah convenience sampling sering disamamaknakan dengan incidental sampling dan accidental sampling. Convenience artinya gampang atau fasilitas atau kenyamanan (dalam arti tidak memperlihatkan kesulitan atau kesusahan). Incidental artinya tidak secara sengaja, secara kebetulan, atau sampingan (bukan yang pokok atau utama). Accidental artinya (salah satu yang cocok dengan pengambilan sampel) yaitu tidak secara sengaja, atau secara kebetulan. Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi, incidental, accidental, dan opportunistic mempunyai makna yang sama. Consecutive juga mempunyai makna yang sama.
Convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling gampang dijangkau atau didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan kawasan peneliti berdomisili. Consecutive sampling juga artinya sama, hanya lebih tinggi derajatnya sedikit daripada convenience, yaitu semua yang sanggup terjangkau diambil sebagai sampel. Dengan convenience hanya sekedar sanggup yang gampang didapat.
Incidental (accidental, opportunistic sampling) maksudnya mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi tertentu. Jadi, sebetulnya antara convenience/consecutive sampling dan incidental (accidental, opportunistic) sampling ada perbedaan, yaitu pada convenience sampling pengambilan sampel secara sengaja (sengaja yang mudah), sementara pada incidental (accidental, opportunistic) faktor kesengajaan tidak menjadi pokok, faktor kebetulan justru yang paling menonjol (mencari-cari hingga secara “kebetulan” mendapat sampel yang dikehendaki). Akan tetapi semuanya mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama menempuh cara yang relatif paling mudah, yang tidak menyulitkan. Hanya saja pada incedental (accidental, opportunistic) sampling fasilitas itu dilihat dari sudut “asal menemukan yang memenuhi ketentuan atau persyaratan,” sementara pada convennience sampling faktor fasilitas itu dilihat dari keterjangkauan (tempat dan hubungan).
Berapa banyak sampel yang akan diambil? Sama dengan tumpuan purposive sampling di atas, yaitu hingga merasa dari sampel yang terjaring tersebut cukup mendapat citra (kejelasan) balasan permasalahan penelitian. Angka pasti? Juga tidak ada.
Snowball sampling
Pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling gambarannya ibarat menggelindingkan bola salju sekepalan tangan anak tadi. Di saat populasi penelitian tidak terang keberadaannya, dan tidak niscaya jumlahnya, temuan satu sampel saja sudah sangat amat berarti. Dari sampel pertama itu dicarilah (diminta informasinya) mengenai “teman-teman” sampel lainnya. Snowball sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi yang tidak terang keberadaaan anggotanya dan tidak niscaya jumlahnya dengan cara menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali) keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian secara berantai.
Download di Sini
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 4. Rancangan Penelitian Sosial (KTSP)
2. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 5. Pengumpulan Data dalam Penelitian (KTSP)
3. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 6. Pengolahan Data (KTSP)
4. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 7. Penulisan Laporan Penelitian (KTSP)
5. Materi Sosiologi Kelas X Bab 4.1 Rancangan Penelitian Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
6. Materi Sosiologi Kelas X Bab 4.2 Rancangan Penelitian Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas X Bab 5.1 Pengumpulan Data dalam Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas X Bab 5.2 Pengumpulan Data dalam Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
9. Materi Sosiologi Kelas X Bab 6.1 Pengolahan dan Analisis Data (Kurikulum Revisi 2016)
10. Materi Sosiologi Kelas X Bab 6.2 Pengolahan dan Analisis Data (Kurikulum Revisi 2016)
11. Materi Sosiologi Kelas X Bab 7.1 Laporan Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
12. Materi Sosiologi Kelas X Bab 7.2 Laporan Penelitian (Kurikulum Revisi 2016) 13. Materi Ujian Nasional Kompetensi Jenis Penelitian Sosial
14. Materi Ujian Nasional Kompetensi Langkah-Langkah Penelitian Sosial
15. Materi Ujian Nasional Kompetensi Metode Penelitian Sosial
16. Materi Ujian Nasional Kompetensi Manfaat Hasil Penelitian
Populasi* penelitian, apakah itu populasi subjek penelitian, atau kah populasi responden penelitian, ada yang jumlah anggotanya sanggup dan gampang dihitung, ada yang tidak sanggup atau tidak gampang dihitung. Oleh kesudahannya populasi penelitian dibedakan menjadi tiga kategori. Pertama populasi terhingga, kedua populasi tidak terhingga, dan ketiga populasi tidak terang atau tidak pasti.
Populasi terhingga yaitu populasi* yang anggota-anggotanya sangat mungkin dan sanggup dihitung. Terhingga artinya ada hitungan tertentu, sanggup dihitung jumlah atau banyaknya. Sebaliknya, tak terhingga artinya tidak sanggup dihitung jumlah atau banyaknya. Jadi, populasi tak terhingga yaitu populasi* penelitian yang jumlah anggotanya tidak sanggup atau tidak gampang dihitung. Populasi tak terang atau tak niscaya yaitu populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak diketahui secara pasti, tidak terang keberadaan dan jumlahnya.
Teknik-teknik non probability sampling
Seperti telah disebutkan, populasi (populasi subjek dan atau responden penelitian) tak terhingga yaitu populasi yang jumlah anggotanya tidak sanggup atau mustahil dihitung, sehingga tidak diketahui secara niscaya berapa jumlah anggota populasi tersebut, sedangkan populasi tak terang atau tidak niscaya yaitu populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak terang atau tidak sanggup dipastikan jumlahnya.
Oleh alasannya yaitu anggota populasinya tidak diketahui secara niscaya siapa saja dan berapa banyak, maka mustahil mengambil sampel dari populasi tersebut secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil menjadi sampel* (probability sampling), atau mengambil sampelnya secara acak (random sampling). Oleh alasannya yaitu tidak memberi peluang yang adil, yang sama, kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel*, maka teknik-teknik pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak terang ini dikelompokkan ke dalam rumpun non probability sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai sampel, atau non random sampling (cara pengambilan sampel yang tidak acak).
Quota sampling
Teknik quota sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara memutuskan jumlah tertentu sebagai sasaran yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi tersebut. Penetapan banyaknya sampel yang akan diambil dengan quota sampling berbeda makna dan teknis dari penetapan jumlah sampel pada populasi terhingga. Pada populasi terhingga penetapan jumlah sampel yang akan diambil itu lazimnya bersifat “proporsional,” setidak-tidaknya memperhatikan “besaran atau banyaknya anggota populasi, sehingga sebanding atau mendekati sebanding jumlah anggota dalam populasi (bahkan selalu seiring dengan heteroginitas populasi), alasannya yaitu jumlah anggota populasi terang hitungannya. Oleh alasannya yaitu terang hitungan anggota populasinya, maka untuk representativitas, pengambilan sampel biasanya memakai persentase.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar asumsi akan relatif memadai untuk mendapat data yang diharapkan yang diperkirakan sanggup mencerminkan populasinya, tidak sanggup diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, alasannya yaitu jumlah anggota populasi tidak diketahui secara niscaya tadi.
Purposive sampling
Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, alasannya yaitu purpose artinya maksud atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak terang (tujuan apa?). Itu makanya disebut benar tapi tidak betul, alasannya yaitu tak jelas.
Kalau membuka kamus (buka kamus yang “besar” semisal Oxford Advances Learner’s Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purpose yaitu tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, alasannya yaitu tidak ada pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara lain kesengajaan (“intention”), tidak sekedar secara kebetulan (“accidental“); juga berarti alasan (“reason“) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the requirements of a particular situation) atau, jelasnya, berdasarkan persyaratan tertentu.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu sanggup dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Makara ini akan sama dengan opportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk ditanyai. Barang siapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka eksklusif diambil sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara ibarat itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental) sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi sampel).
Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga maknanya sama, yakni “njujug,” hanya saja yang dijadikan “jujugan” (tujuan) bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang “dituju” yaitu orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai “responden” (yang sanggup memperlihatkan balasan atas pertanyaan penelitian). Ini hampir ibarat dengan informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak memperlihatkan gosip pribadi, melainkan gosip kelembagaan. Sampel penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap mempunyai ciri individual, pribadi. Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun lembaga, organisasi dsb).
Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh kesudahannya supaya tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) supaya benar-benar sanggup mendapat sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah sanggup menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak manis kalu cuma satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan asumsi “anggota populasi” yang ada di “area”.
Convenience, consecutive dan incidental (accidental, opportunistic) sampling
Istilah convenience sampling sering disamamaknakan dengan incidental sampling dan accidental sampling. Convenience artinya gampang atau fasilitas atau kenyamanan (dalam arti tidak memperlihatkan kesulitan atau kesusahan). Incidental artinya tidak secara sengaja, secara kebetulan, atau sampingan (bukan yang pokok atau utama). Accidental artinya (salah satu yang cocok dengan pengambilan sampel) yaitu tidak secara sengaja, atau secara kebetulan. Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi, incidental, accidental, dan opportunistic mempunyai makna yang sama. Consecutive juga mempunyai makna yang sama.
Convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling gampang dijangkau atau didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan kawasan peneliti berdomisili. Consecutive sampling juga artinya sama, hanya lebih tinggi derajatnya sedikit daripada convenience, yaitu semua yang sanggup terjangkau diambil sebagai sampel. Dengan convenience hanya sekedar sanggup yang gampang didapat.
Incidental (accidental, opportunistic sampling) maksudnya mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi tertentu. Jadi, sebetulnya antara convenience/consecutive sampling dan incidental (accidental, opportunistic) sampling ada perbedaan, yaitu pada convenience sampling pengambilan sampel secara sengaja (sengaja yang mudah), sementara pada incidental (accidental, opportunistic) faktor kesengajaan tidak menjadi pokok, faktor kebetulan justru yang paling menonjol (mencari-cari hingga secara “kebetulan” mendapat sampel yang dikehendaki). Akan tetapi semuanya mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama menempuh cara yang relatif paling mudah, yang tidak menyulitkan. Hanya saja pada incedental (accidental, opportunistic) sampling fasilitas itu dilihat dari sudut “asal menemukan yang memenuhi ketentuan atau persyaratan,” sementara pada convennience sampling faktor fasilitas itu dilihat dari keterjangkauan (tempat dan hubungan).
Berapa banyak sampel yang akan diambil? Sama dengan tumpuan purposive sampling di atas, yaitu hingga merasa dari sampel yang terjaring tersebut cukup mendapat citra (kejelasan) balasan permasalahan penelitian. Angka pasti? Juga tidak ada.
Snowball sampling
Pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling gambarannya ibarat menggelindingkan bola salju sekepalan tangan anak tadi. Di saat populasi penelitian tidak terang keberadaannya, dan tidak niscaya jumlahnya, temuan satu sampel saja sudah sangat amat berarti. Dari sampel pertama itu dicarilah (diminta informasinya) mengenai “teman-teman” sampel lainnya. Snowball sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi yang tidak terang keberadaaan anggotanya dan tidak niscaya jumlahnya dengan cara menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali) keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian secara berantai.
Download di Sini
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 4. Rancangan Penelitian Sosial (KTSP)
2. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 5. Pengumpulan Data dalam Penelitian (KTSP)
3. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 6. Pengolahan Data (KTSP)
4. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 7. Penulisan Laporan Penelitian (KTSP)
5. Materi Sosiologi Kelas X Bab 4.1 Rancangan Penelitian Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
6. Materi Sosiologi Kelas X Bab 4.2 Rancangan Penelitian Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas X Bab 5.1 Pengumpulan Data dalam Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas X Bab 5.2 Pengumpulan Data dalam Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
9. Materi Sosiologi Kelas X Bab 6.1 Pengolahan dan Analisis Data (Kurikulum Revisi 2016)
10. Materi Sosiologi Kelas X Bab 6.2 Pengolahan dan Analisis Data (Kurikulum Revisi 2016)
11. Materi Sosiologi Kelas X Bab 7.1 Laporan Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
12. Materi Sosiologi Kelas X Bab 7.2 Laporan Penelitian (Kurikulum Revisi 2016) 13. Materi Ujian Nasional Kompetensi Jenis Penelitian Sosial
14. Materi Ujian Nasional Kompetensi Langkah-Langkah Penelitian Sosial
15. Materi Ujian Nasional Kompetensi Metode Penelitian Sosial
16. Materi Ujian Nasional Kompetensi Manfaat Hasil Penelitian