Perkawinan
Agak sulit untuk mendefinisikan perkawinan, alasannya setiap istilah perkawinan tersebut mempunyai banyak bentuk dan dipengaruhi oleh sistem nilai budaya masing-masing. Namun, secara umum konsep perkawinan tersebut mengacu pada proses formal pemaduan kekerabatan dua individu yang berbeda jenis (walaupun kaum lesbi pun terjadi, namun itu kepingan kasus) yang dilakukan secara seremonial-simbolis dan makin dikarakterisasi oleh adanya kesederajatan, kerukunan, dan kebersamaan dalam memulai hidup gres dalam hidup berpasangan. Walaupun sebagaimana sering dikemukakan oleh pelopor kaum feminis, perkawinan selalu ditandai dengan pembagian kerja yang tegas dan distribusi sumber daya yang tidak adil. Dalam pandangan ini, perkawinan mencerminkan ketidaksederajatan yang ada di luar arena domestik (Allan, 2000:611).
Kajian perkawinan sering menerima perhatian dengan pementingan pada hak dan tanggung jawab yang ditimbulkan, tidak hanya antara suami dan istri, tetapi juga antara kerabat (kin) kedua belah pihak keluarga suami dan istri (Fortes, 1962). Begitu pun antara transformasi ekonomi dan bentuk perkawinan pun menjadi fokus dari banyak penelitian ilmu-ilmu sosial, lebih khusus lagi para hebat sosiologi dan psikologi, di mana perkawinan itu dipengaruhi oleh industrialisasi. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Goode (1963) dan Stone (1979) bahwa kemunculan upah tenaga kerja secara efektif merusak penguasaan yang didesak oleh kelompok kekerabatan yang lebih besar, terutama orang bau tanah terhadap sikap perkawinan generasi-generasi yang lebih muda.
Jika kesejahteraan dan gaya hidup individual bergantung pada sumber-sumber daya yang dihasilkan lewat pemilikan produktif yang dikuasai oleh kerabat lain maka sistem perkawinan cenderung mencerminkan perhatian kolektif daripada individual. Namun, seiring dengan meningkatnya upah tenaga kerja terhadap sistem ekonomi maka para individu bebas menentukan pasangan. Dalam arti bahwa perkawinan kontemporer lebih didasarkan atas rasa cinta, keintiman hubungan, emosional, dan daya tarik seksual yang tidak sanggup dijabarkan secara teoretis mendominasi alasan penting terjadinya perkawinan (Clark, 1990).
Pada sebagian besar tradisi, perkawinan juga merupakan proses institusi sosial sebagai wahana reproduksi dan membuatkan keturunan. Oleh alasannya itu, kecenderungan umum dari perkawinan, dengan adanya kelahiran bawah umur mendorong ikatan lebih bersahabat dalam pembagian kerja (Mansfield dan Collard, 1988), sekaligus sebagai konsekuensi negatif dalam partisipasi sosial dan ekonomi bagi wanita. Walaupun tidak gampang dalam memperoleh data yang memadai, bukti dari banyak sekali negara mengindikasikan bahwa laki-laki secara rutin mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dalam belanja individu dibanding dengan pasangan wanitanya. Pria pun mempunyai kuasa lebih besar dalam menangani keputusan-keputusan besar dan memperlihatkan prioritas yang lebih tinggi terhadap pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan waktu luang mereka (Allan, 2000:612).
Download di Sini
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 3. Lembaga Sosial (KTSP)
2. Materi Ujian Nasional Kompetensi Lembaga Sosial
3. Materi Sosiologi Kelas X Bab 2.2 Individu, Kelompok, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
Kajian perkawinan sering menerima perhatian dengan pementingan pada hak dan tanggung jawab yang ditimbulkan, tidak hanya antara suami dan istri, tetapi juga antara kerabat (kin) kedua belah pihak keluarga suami dan istri (Fortes, 1962). Begitu pun antara transformasi ekonomi dan bentuk perkawinan pun menjadi fokus dari banyak penelitian ilmu-ilmu sosial, lebih khusus lagi para hebat sosiologi dan psikologi, di mana perkawinan itu dipengaruhi oleh industrialisasi. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Goode (1963) dan Stone (1979) bahwa kemunculan upah tenaga kerja secara efektif merusak penguasaan yang didesak oleh kelompok kekerabatan yang lebih besar, terutama orang bau tanah terhadap sikap perkawinan generasi-generasi yang lebih muda.
Pada sebagian besar tradisi, perkawinan juga merupakan proses institusi sosial sebagai wahana reproduksi dan membuatkan keturunan. Oleh alasannya itu, kecenderungan umum dari perkawinan, dengan adanya kelahiran bawah umur mendorong ikatan lebih bersahabat dalam pembagian kerja (Mansfield dan Collard, 1988), sekaligus sebagai konsekuensi negatif dalam partisipasi sosial dan ekonomi bagi wanita. Walaupun tidak gampang dalam memperoleh data yang memadai, bukti dari banyak sekali negara mengindikasikan bahwa laki-laki secara rutin mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dalam belanja individu dibanding dengan pasangan wanitanya. Pria pun mempunyai kuasa lebih besar dalam menangani keputusan-keputusan besar dan memperlihatkan prioritas yang lebih tinggi terhadap pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan waktu luang mereka (Allan, 2000:612).
Download di Sini
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 3. Lembaga Sosial (KTSP)
2. Materi Ujian Nasional Kompetensi Lembaga Sosial
3. Materi Sosiologi Kelas X Bab 2.2 Individu, Kelompok, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Revisi 2016)